Awalnya pura-pura, lama-lama jadi cinta. Aku, Renata Priyanka, menghadapi kenyataan hidup yang tidak terduga setelah calon suamiku memutuskan hubungan satu minggu sebelum pernikahan.
Untuk memperbaiki nama baik keluarga, kakek mengatur pernikahanku dengan keluarga Allegra, yaitu Gelio Allegra yang merupakan pria yang terkenal "gila". Aku harus beradaptasi dengan kehidupan baru dan konflik batin yang menghantui.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anak Balita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kesepakatan Pra-nikah
30 Maret 2025, setelah jam makan siang.
"Terimakasih atas hidangannya yang sangat enak ini papa, mama," kata Gelio berterimakasih.
"Maaf kami hanya bisa menyediakan makanan sederhana," sahut mama.
"Sederhana? Tidak, ini adalah makanan yang dihidangkan dengan penuh cinta! Bagaimana mama bisa menyebut nya dengan sederhana?"
"Baiklah, sekarang ini adalah hari Minggu benar? Apa rencana kalian setelah ini?" tanya papa.
"Hmm, setelah ini... Kita mau ngapain sayang?" tanya Gelio kepadaku tiba-tiba.
"Ah? Itu... Kami akan keluar sebentar untuk membicarakan tentang foto prewedding kita," sahutku ngelantur. Karena tiba-tiba diberikan pertanyaan, aku jadi tidak bisa memikirkan alasan yang bagus. Papa dan mama tampak terkejut begitu ku menyebut kata prewedding.
"Kalian belum melakukan foto prewedding? Bukankah kalian akan menikah tanggal 4 April nanti? Kau bilang segala persiapan telah selesai?" tanya mama keheranan.
"I-itu...." aku kelabakan menjawab pertanyaan mama yang beruntun.
Gelio datang memenangkan ku. "Maaf mama, kami memang belum melakukan foto prewedding, itu karena aku sangat sibuk hingga belum bisa menyempatkan diri untuk melakukan pemotretan. Tapi kalian tenang saja, semua tema dan persiapan lokasi, semuanya telah siap," kata Gelio menyelamatkan ku.
"Ah syukurlah jika demikian, kapan kalian akan melakukan pemotretan?" tanya mama meyakinkan.
"Mon Dain! Coba kau cek jadwal ku, kapan aku memiliki waktu senggang?" tanya Gelio memanggil Mon Dain, pengawal nya yang ku kira Gelio.
"Anda memiliki banyak waktu luang, jadi anda bebas memilih hari. Mau itu besok, atau lusa, anda free" sahut Mon Dain sambil membungkuk.
"Ah begitu kata Mon Dain, mama. Jadi biarkan aku berdiskusi terlebih dahulu dengan Regina," kata Gelio tersenyum.
"Baiklah jika begitu, semoga semuanya dilancarkan," mama berdoa.
"Terimakasih mama, kalau begitu aku ijin membawa Regina keluar,"
"Pergilah!"
...----------------...
Kami masih bersikap mesra saat keluar rumah hingga masuk ke mobil dan meninggalkan rumah. Setelah dirasa cukup jauh meninggalkan rumah, aku langsung menjauh, dan duduk di tepi agar tidak dekat dengan Gelio.
"Hmm?" Gelio menatapku aneh.
"Maaf Tuan Gelio, tapi kumohon jangan melakukan hal yang seperti tadi dengan sangat enteng. Saya masih belum terbiasa dengan itu," kataku memperingatkan.
"Bukankah kita akan segera menikah? Kenapa aku tidak boleh memeluk ataupun mencium mu?" tanya Gelio pura-pura tidak mengerti maksud ku.
"Kita memang akan segera menikah, tapi hubungan kita tidak sedekat itu," sahutku.
"Oh ya?"
"Benar, dan sekedar informasi, saya sudah memiliki pria yang saya cintai. Jadi, jangan menyentuh saya sesuka hati anda," kataku. Gelio tampak terkejut mendengar kata-kata ku barusan. (Kelemahan terbesarku adalah tidak bisa menjaga mulut dengan baik).
"Ah kau mengatakannya," kata Gelio menatapku sambil tersenyum sinis.
"Iya saya mengatakan nya dengan sangat jelas agar anda mendengarkan dengan baik,"
"Harga diriku terluka, kau menyakiti hatiku sayang,"
"Jika anda merasa seperti itu, jadi, apakah anda masih mau menikah dengan saya setelah mengetahui fakta tersebut?" tanyaku, aku sudah tidak perduli lagi jika Gelio membatalkan pernikahan ini. Karena aku mungkin tidak akan kuat hidup bersama pria mesum ini.
"Aha... Pfftt, HAHAHAHA! Sayang, kau sangat lucu!" Gelio tertawa terbahak-bahak, puas sekali dia tertawa hingga matanya mengeluarkan air mata.
"Tuan..." Mon Dain memanggil dari depan.
"Kenapa anda tertawa? Apa yang anda tertawakan?" aku kebingungan.
"Sayang, apa kau mengira kalau aku ini bodoh? Sebelum mengambil keputusan, tentu saja aku sudah mencari tahu penyebab dari masalah ini. Santosa menulis surat permohonan pernikahan? Apa itu masuk akal? Jika kau berada di posisiku, apa kau tidak akan curiga?" tanya Gelio seraya membelai rambutku, lalu menyelipkannya di balik daun telinga ku.
"Jadi, anda sudah mengetahui segalanya?" tanyaku tak percaya.
"Tentu saja," sahutnya.
Aku tertegun mendengar pengakuannya yang sangat santai. "Jadi... Tidak, kenapa anda mau menerima permohonan pernikahan itu, dan melakukan sandiwara denganku? Selain masalah kerja sama perusahaan, anda sama sekali tidak mendapatkan keuntungan apapun dari itu!" tanyaku.
"Tidak, tidak. Aku tidak sedang melakukan sandiwara dengan mu," katanya. Ku semakin terkejut.
"Apa maksudnya?"
"Aku benar-benar melakukannya sesuai dengan apa yang ingin ku lakukan,"
"Dengan kata lain?"
"Dengan kata lain, aku melakukan nya karena aku memang menyukaimu," jelas nya. Sontak ku terkejut mendengarnya.
"Apa?" ku terpaku.
"Jadi ku harap, kau bisa merasakan hal yang sama terhadapku. Kau tidak mungkin terus-terusan mengharapkan pria pengecut yang tidak bertanggung jawab itu untuk kembali bukan?" tanya nya. Aku terdiam, darimana datangnya sikap percaya dirinya yang kelewatan itu?
"Tuan, kita sudah sampai," kata Mon Dain yang langsung membuyarkan keheranan ku.
"Pegang tangan ku sayang, aku akan memandu mu masuk ke dalam rumah yang akan kau tinggali setelah menikah denganku," Gelio mengulurkan tangannya untukku. Aku ragu, tapi pada akhirnya ku menggenggam tangan nya yang besar.
...----------------...
Singkat waktu, di hari yang sama. Aku dan Gelio membicarakan tentang kesepakatan pra-nikah. Aku sangat terkejut begitu Gelio menyebutkan hal-hal yang dilarang setelah aku menikah dengannya.
Setelah menikah, Gelio tidak mengijinkan ku bekerja di perusahaan Priyanka lagi. Kedua, saat keluar dari rumah atau sedang menghadiri sebuah undangan dari orang lain, maka kami harus bertingkah layaknya sepasang suami istri yang mesra, kalau bisa agar sampai semua orang merasa iri.
Ketiga, ini yang paling membuatku merasa heran. Gelio mengijinkan ku memiliki pacar lain setelah aku menikah dengannya (jika sampai pada waktu tertentu aku masih belum bisa jatuh cinta kepadanya). Tapi dengan syarat, hal itu tidak boleh ketahuan pihak luar. Jika aku ketahuan selingkuh oleh orang lain, maka itu akan mengancam keutuhan keluarga.
Dengan kata lain, dia mengijinkan ku selingkuh, tapi agar tidak ketahuan sama sekali. Itu sama dengan bohong, mau bagaimana pun aku melakukannya, aku pasti bakal ketahuan. Hidupku selalu di awasi dan banyak CCTV yang menyala dimana pun aku berada. Lagian, aku tidak memiliki niat yang seperti itu.
Ke-empat, jika tidak ada hal yang mendesak atau memaksa untuk kami bercerai, aku maupun Gelio tidak diperbolehkan untuk mengajukan cerai sebelum usia pernikahan melebihi 5 tahun, kalau bisa sih jangan sampai cerai. Karena riwayat silsilah keluarga Allegra dan Priyanka tidak pernah ada yang bercerai, itu terjadi pada kakekku. Nenek lebih memilih dimadu daripada harus bercerai. Jadi syarat yang itu tidak masalah untukku.
Dan yang terakhir yaitu, aku harus melakukan tanggung jawab ku sebagai seorang istri yang baik. Itu mencangkup masalah tanggung jawab di ranjang juga. Aku ragu, aku tidak bisa menyetujui syarat yang terakhir ini.
Hatiku masih belum bisa, aku akan merasa sangat bersalah kepada Edward jika aku melakukannya dengan orang lain. Tapi bagaimana dengan Edward sendiri? Dia lebih bersalah daripada ku. Dia telah pergi meninggalkan ku dengan cara seperti itu. Tiba-tiba ku menjadi kesal begitu memikirkan nya, aku langsung menyetujui semua poin persyaratan yang Gelio berikan.
"Wah sayang, kau langsung menyetujuinya begitu saja? Tidak ada hal yang ingin kau tanyakan, atau hal yang tidak kau pahami?" tanya Gelio yang takjub begitu ku langsung memberikan tanda tangan di atas materai.
"Tidak, saya sudah memahami semuanya. Apa hanya 5 poin ini saja?" tanyaku belagu.
"Poin akan di tambah atau dikurangi seiring berjalannya waktu. Yang paling utama yaitu, utamakan komunikasi, itu adalah syarat tak tertulis dariku," kata Gelio.
"Baik-baik, kalau begitu, sekarang giliran ku bukan?"