Istriku menganut childfree sehingga dia tidak mau jika kami punya anak. Namun tubuhnya tidak cocok dengan kb jenis apapun sehingga akulah yang harus berkorban.
Tidak apa, karena begitu mencintainya aku rela menjalani vasektomi. Tapi setelah pengorbananku yang begitu besar, ternyata dia selingkuh sampai hamil. Lalu dia meninggalkanku dalam keterpurukan. Lantas, wanita mana lagi yang harus aku percaya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fitTri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Keadaan Asyla
🌸
🌸
“Syl?” Menjelang sore hari Alendra turun dari kamarnya. Suasana villa tampak remang apalagi cuaca di luar sana cukup mendung. Gerimis di awal tahun bahkan tak henti turun sejak lewat tengah hari.
Dia menatap sekeliling ruangan yang sepi. Hanya meja makan saja yang penuh dengan makanan yang sepertinya baru saja Asyla masak.
“Asyla?” panggilnya lagi dan dia mencari wanita itu ke paviliun belakang, dan benar saja dia ada di sana ketika melihatnya lewat celah pintu yang terbuka sedikit.
Asyla tampak sedang berbaring menghadap jendela sementara Tirta asyik bermain di sampingnya.
“Syla?” Alendra kembali memanggil sambil mengetuk pintu tetapi tak mendapatkan respon.
“Asyla, kamu tidur?” Lalu dia memberanikan diri untuk mendorong pintu hingga terbuka setelah menunggu beberapa saat dan asisten rumah tangganya itu tak kunjung menjawab.
“Asyla, kamu —”
“Makanannya sudah siap, Pak. Tapi maaf saya nggak bisa siapin yang lain. Badan saya sakit semua.” Lalu terdengar jawaban Asyla.
“Kamu kenapa?” Alendra mendekat.
“Kayaknya saya masuk angin, jadi mau minta izin istirahat sebentar.”
Pria itu terdiam menatap punggung Asyla.
“Sudah minum obat?” Lalu dia bertanya.
“Udah, barusan.”
“Mungkin kamu kelelahan, Syl?”
“Bisa jadi.”
Alendra ingat semalam dia ke sana kemari untuk melayani tamu-tamunya. Membuat makanan, mengambilkan bahan, bahkan membersihkan beberapa hal agar mereka tetap merasa nyaman di sana. Ditambah setelah itu dirinya memaksa Asyla untuk ikut mengantarkan Listy, kemudian sejak pagi membereskan villa hingga semuanya benar-benar rapi seperti semula.
“Kan semalam sudah saya bilang kalau kamu jangan keluar. Tapi nggak denger saya sih, jadinya gini ‘kan?”
Asyla terdiam.
“Ya sudah, istirahat saja lah.” katanya yang kemudian mundur.
“Kuutt!” Namun suara Tirta sempat menghetikan langkahnya. Dia menatap anak itu yang kedua tangannya terulur seperti minta digendong.
“Ikuuttt!” katanya lagi dengan tatapan penuh harap yang membuat hati Alendra terenyuh. Belum lagi melihat Asyla yang sedang sakit membuat rasa iba di dalam dada muncul seketika.
“Ya sudah, ayo?” katanya yang kemudian menggendong anak itu.
“Tirta nya jangan dibawa, Pak. Nanti repot.” Asyl sempat melarang, namun pria itu tak mendengar. Dia malah menutup pintu rapat-rapat agar asisten rumah tangganya tersebut bisa istirahat.
***
Ruang tengah menjadi pilihan Alendra untuk menghabiskan waktu. Tepatnya mengasuh Tirta hingga malam beranjak larut, namun anak itu sepertinya belum mengantuk. Dia masih tampak bersemangat dilihat dari kegiatannya yang merangkak ke sana kemari.
Mainan berserakan dan benda-benda berceceran. Dan Alendra hanya membiarkannya saja agar balita satu tahun itu tidak rewel, sementara dirinya asyik menonton televisi.
“Hey, jangan ke sana!” Alendra menghampirinya yang memukul-mukul pintu dapur.
“Kamu mau apa?” Lalu dia berjongkok agar bisa menggendongnya.
“Mbu!!” Sedangkan Tirta masih memukul-mukul pintu yang mengarah ke paviliun di belakang.
“Mbuuuu!!!” Anak itu hampir menangis.”Mau Mbuuu!!”
“Kamu mau ke ibu?” Alendra segera menggendongnya.
“Mau mbuu!”
Jelas saja, hampir tiga jam anak itu bersamanya. Bermain dan menonton televisi sejenak mengalihkan perhatian, tetapi sebagai anak kecil nalurinya tetap tak bisa lepas dari ibu.
“Mau mbuuu!!” Tirta mengucak matanya. Sepertinya anak itu sudah mengantuk, terlihat dia menguap beberapa kali setelahnya.
“Baiklah, kita lihat ibumu. Sudah baikan atau belum?” Alendra pun membuka pintu. Dia segera menuju kamar Asyla untuk mengembalikan putranya.
“Sepertinya Tirta ngantuk, Syl.” Dia masuk setelah mengetuk pintu dan mendapati Asyla yang menggigil di bawah selimut.
Alendra tertegun.
“Asyla?”
“I-iya, Pak. Sini, Tirta bobok!” Wanita itu membuka selimutnya meminta sang putra, yang segera Alendra berikan kepadanya.
“Nen, Mbu. Nen!” ucap Tirta seperti biasa. Dia menarik-narik bagian atas pakaian ibunya untuk meminta asi.
“Hu’um, sebentar.” Asyla pun melirik kepada Alendra yang tampak salah tingkah, berharap pria itu mengerti untuk segera keluar dari kamarnya.
“Nen, Mbu!!!”
“Iya, tunggu ….” Asyla segera mendekap Tirta, namun sebelumnya dia kembali menatap sang majikan.
“Makasih, Pak. Maaf sudah merepotkan.” katanya, dengan maksud agar pria itu segera keluar.
“Umm … ya, tidak apa-apa. Sekarang tidurlah, agar kamu cepat sehat.”
Asyla mengangguk. Lalu Alendra segera memutar tubuh dan segera keluar bersamaan dengan wanita itu yang cepat-cepat menyusui anaknya.
***
Malam semakin larut dan suasana begitu hening di luar sana. Hanya suara binatang malam yang terdengar dan sesekali kendaraan yang lewat. Waktu menunjukkan pukul dua ketika Alendra melihat jam digitalnya, tetapi dia belum bisa memejamkan mata. Bahkan setelah beberapa saat terdengar seperti hujan turun dengan derasnya.
Ingatan kepada Asyla terus tertuju, apalagi mengetahui jika wanita itu tengah sakit. Rasanya dia khawatir.
“Argghh!!” Alendra pun bangkit dan merubah posisinya menjadi duduk. Dia kembali melamun.
Apa Asyla sudah baikkan?
Apa dia sudah tidur?
Tirta rewel tidak, ya?
Atau jangan-jangan sakitnya makin parah?
“Gawat kalau begitu!!” Kemudian dia turun dari tempat tidur dan bergegas keluar. Berjalan cepat menuruni tangga, menuju ke tempat di mana Asyla berada.
Pintunya masih tertutup rapat dan dia mencoba menajamkan pendengaran, kalau-kalau penghuninya belum tidur. Bukanlah orang sakit biasanya mengalami kesulitan tidur? Mungkin Asyla juga begitu.
Tapi sepi. Alendra bahkan sempat menempelkan telinganya pada pintu agar dia bisa mendengar kalau ada apa-apa di dalam sana.
Pria itu sedikit bernapas lega. Kekhawatirannya tidak terbukti, dan sepertinya ini berlebihan. Jangan-jangan benar apa yang dipikirkannya tadi siang soal perasaan aneh itu? Dan inilah dampak yang terjadi.
“Gila juga kalau begitu ya?” gumamnya pada diri sendiri, lalu dia tertawa pelan.
Alendra pun mundur, dan dia hampir saja membalikkan tubuh ketika samar-samar terdengar suara isakan.
Dia tertegun.
Makin lama isakan itu semakin lirih yang sepertinya berasal dari kamar Asyla. Dia pun kembali mendekat lalu menyentuh pintu dan menempelkan telinganya lagi.
“Asyla, kamu baik-baik saja?” tanya nya pada penghuni di dalam.
“Syl?”
Isakan itu semakin terdengar jelas dan Alendra tidak mampu lagi menahan diri. Dia lantas membuka pintu lalu menerobos masuk.
Asyla masih berada di bawah selimut, tetapi dia berbaring di lantai beralaskan matras. Tubuhnya menggigil hebat sementara Tirta terlelap di tempat tidur. Mungkin dia takut menularkan sakit pada anaknya.
“Syl??” Alendra segera menghampirinya untuk memeriksa, dan seketika dia terkejut saat merasakan suhu panas dari tubuh wanita itu.
“Asyla, kamu demam?” katanya yang segera menyingkap selimut, dan benar saja suhu tubuh Asyla begitu panas. Pakaian yang dikenakannya bahkan sudah basah oleh keringat saat Alendra benar-benar memeriksa keadaannya.
Kedua mata wanita itu tetap terpejam. Tetapi isak tangis terus keluar yang sesekali diiringi oleh racauan. Sepertinya karena demam parah dan suhu tubuh yang sangat tinggi membuatnya mengigau tak karuan karena dia hampir tak sadarkan diri.
Alendra panik, dia tak tau apa yang harus dilakukan mengenai hal ini. Membawanya ke rumah sakit? Jelas sulit karena Asyla benar-benar tidak sadar. Lagipula, bagaimana dengan Tirta yang tidur? Tidak mungkin dia meninggalkannya di sini. Sedangkan untuk membawanya juga lebih mustahil lagi.
“Syl, ayolah … kenapa bisa begini?” Alendra mengusap keringat di dahinya. Wajahnya begitu pucat dan bibirnya bergetar hebat. Tubuhnya memang panas tetapi dia seperti kedinginan.
“Asyla? Apa kita harus ke rumah sakit?” Dia melihat jam tangannya. Waktu sudah menunjukkan pukul setengah tiga dini hari dan tidak ada yang bisa dimintai pertolongan. Mereka tak punya tetangga, sedangkan villa terdekat berjarak setidaknya 300 meter dari sana. Belum lagi hujan yang turun begitu deras.
Pak Pardi!!
Lalu sesuatu terlintas di pikirannya. Mungkin menghubungi pak Pardi adalah ide yang baik, tapi sopirnya itu pasti masih di Jakarta.
Ah, tidak mungkin!
“Syl, tunggu sebentar ya? Saya mau ambil hape untuk telepon orang. Atau cari pertolongan. Kamu tahan sebentar, ya?” Alendra hampir saja bangkit untuk melakukan apa yang sempat dipikirkan, tetapi tiba-tiba saja Asyla meraih tangannya.
“Jangan!” Dia membuka mata perlahan. “Jangan tinggalin saya, Pak. Saya … takut.”
Alendra menatapnya.
“Ini … menakutkan. Banyak orang mati yang datang.” Wanita itu kembali meracau.
“Kamu hanya berhalusinasi, Syl. Itu karena—”
“Tolong, Pak. Jangan pergi. Ini … dingin sekali!” Dia kembali menggigil dan ini lebih keras dari sebelumnya. Giginya saja bahkan sampai terdengar bergemeletuk saking kerasnya dia menggigil.
“Tolong, Pak. Jangan —” Asyla meraih kembali selimut, bantal atau apa saja yang mampu dia gapai, kemudian memeluknya erat-erat untuk menghangatkan tubuh. Tetapi hal itu tidak membuahkan hasil. Dia malah semakin menggigil dan seluruh tubuhnya bergetar. Alendra sampai merasa begitu panik karena melihatnya.
“Lalu aku harus apa, Syl?” Alendra menatap tubuh yang meringkuk itu untuk beberapa saat. LaLu tiba-tiba dia ingat perkataan dokter ketika membawa Tirta berobat.
‘untuk meredakan demam atau menurunkan panas bisa dilakukan metode skin to skin. Biasanya itu ampuh.’
Ah, masa harus begitu?
Tapi ….
Masa bodoh! Asyla dalam bahaya kalau panasnya tidak reda!!
Tiba-tiba saja Alendra melepas pakaian bagian atasnya, lalu dia menyingkap selimut yang Asyla peluk. Kemudian menelusup ke dalam sana dan segera memeluk Asyla.
“Pak?” Wanita itu sempat menolak, tetapi dia tak berdaya. Tubuhnya begitu lemah dan kesadaran hampir saja menghilang.
“Diam saja, ini demi kebaikanmu!!” bisik Alendra yang entah bagaimana caranya diapun melepas pakaian dari tubuh Asyla. Lalu kedua tangannya memeluk erat asisten rumah tangganya itu, yang meskipun sempat meronta, tapi akhirnya pasrah juga.
🌸
🌸
Duh🤭🤭
tahan .. tahan awas khilaf ya Le,nanti dikira modus lgi 🤣
Bacanya sambil tahan nafas 😀😀😀
duh mas Ale..
males bgt ya Le harus berduaan dgn si ulet keket 🤣
PK RT tloootlpon 🤣🤣🤣