"APA?" Jerit Lolita Nismara Fidelia seorang gadis cantik berkulit putih, mata indah berbentuk hazel, hidung mancung dengan tinggi badan semampai. Tapi memiliki kekurangan yaitu IQ di bawah rata-rata, masih duduk di bangku kelas sebelas SMA.
Mata Loli membola ketika garis dua terpampang nyata berwarna merah di atas tespack yang dia beli kemarin atas paksaan dari sahabatnya yang bernama Audy Mahaputri.
"Jadi perut buncit ini bukan busung lapar, tapi ada bayi di dalamnya?" Gumam Loli frustasi.
"Bagaimana cara bayi ini bisa masuk ke dalam perutku ya?" Tambahnya.
Penasaran dengan tingkah konyol Lolita, yukk pantengin terus karya terbaru Author. Semoga suka. Terima kasih.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Erchapram, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rahasia Lain Dari Masa Lalu
Malam itu, Edgar tidak bisa memejamkan mata. Bayangan ketika kemungkinan besar istrinya akan menatap kecewa lagi, membuat kegelisahan tersendiri untuknya.
"Bisa jadi bukan hanya kecewa tapi kebencian itu akan kembali. Apa yang harus aku lakukan. Kenapa aku banyak sekali melakukan kebodohan di masa lalu. Dan sekarang aku harus menuai hasilnya."
Pagi hari yang cerah secerah wajah Lolita. Karena hari ini Minggu, jadi Lolita libur kerja. Dia ingin berolah raga dengan berjalan kaki berdua bersama Edgar.
Berbeda dengan sang istri, Edgar terlihat tidak semangat. Kelopak matanya berat menahan kantuk, karena baru usai adzan subuh dirinya bisa memejamkan mata karena beban pikiran.
Dan sekarang istrinya sudah mengajak bangun, rasanya kepala Edgar pening.
"Abang, lihatlah aku sudah mandi dan akan olah raga pagi. Abang temani ya." Pinta Lolita.
"Olah raganya di halaman rumah saja sayang, maaf abang tidak bisa menemani kamu. Rasanya kepala abang begitu sakit, abang masih ingin tidur dulu." Jawab Edgar.
"Abang sakit? Kalau begitu istirahat dulu sambil menunggu aku kembali."
"Terima kasih sayang atas pengertiannya."
"Iya, abang sayang. Love you."
Lolita pun meninggalkan suaminya di kamar, sedangkan dia menuju halaman belakang yang luar dan segar karena banyak pohon tertanam di sana. Olah raga ringan saja, mengingat perut Lolita yang besar.
"Aku bahagia bayi, ternyata kalian ada tiga di perut aku. Tumbuh sehat terus ya, aku akan makan lebih banyak lagi tentunya bergizi untuk kalian bertiga."
Sementara itu Edgar benar-benar bergelung di bawah selimut tebalnya. Mencoba tidur dan menenangkan gemuruh dada akibat kekhawatiran yang berlebih. Mungkin jujur adalah pilihan tepat.
Saat sedang asyik berolah raga, ada notifikasi pesan masuk di HP Lolita. Gadis hamil itu tersenyum setelah membaca sebuah pesan. Dia harus segera menyelesaikan kegiatannya dan memberitahu sang suami kabar itu. Dia juga akan bersiap pergi ke bandara untuk menjemput si pengirim pesan yang katanya sekitar tiga jam lagi sampai.
Tidak ada pikiran apapun mengenai kakak angkatnya itu, Lolita yang polos dan lugu meskipun bar-bar selalu berfikir positif terhadap keluarganya. Lagi pula mereka terlihat menyayangi Lolita dengan begitu tulus. Jadi Lolita tidak pernah mencurigai apapun tentang mereka. Lolita terlalu baik, sehingga kebaikannya dimanfaatkan orang. Ketulusan mereka hanya kamuflase belaka.
Edgar mengetahui semua, tapi dia tidak berani mengatakan pada Lolita sejak dulu. Karena Lolita yang sangat mempercayai mereka, tidak mungkin terpengaruh omongan Edgar tanpa bukti.
Untuk itulah, diam-diam dia meminta seorang detektif swasta untuk menyelidiki keluarga angkat Lolita itu. Tidak ada yang tahu tentang kecurigaannya itu, bahkan sang asisten.
Edgar melakukan penyelidikan dengan sangat rapi, sehingga beberapa bukti akurat sudah terkumpul meskipun belum sepenuhnya.
Semoga Lolita memaafkan ketidakjujurannya lagi kali ini. Ada alasan yang membuat Edgar diam, karena untuk menjaga mental Lolita. Apa lagi saat ini kondisinya sedang hamil besar seperti ini, akan sangat beresiko jika Lolita terlalu syok.
Setelah satu jam berolah raga, Lolita kembali masuk ke kamarnya. Dia pun membangunkan sang suami, untuk memberi tahukan kabar bahagia.
"Abang... Ayo bangun, kita mandi bersama setelah itu aku akan beri tahu satu hal penting."
"Katakan sekarang saja sayang, abang masih malas untuk bangun." Jawabnya dengan serak dan mata tertutup.
"Nanti saja, ayo abang bangun kita mandi sambil bermain kuda. Aku sudah olah raga, sudah segar. Hitung-hitung pengganti jatah tadi malam yang abang pinta."
"Hmm... Baiklah, abang jadi semangat kalau begitu. Kenapa tidak bilang dadi tari kalau mau memanjakan abang." Seketika rasa kantuk pun lenyap, Edgar bangun dengan semangat.
Tapi sebelum ke kamar mandi, Edgar mengajak berbicara ketiga bayinya. Seolah sedang meminta ijin untuk menengoknya di pagi hari. Berharap mereka tidak kaget kemudian protes.
"Sayang, anak-anaknya papa dengarkan, papa akan tengok kalian pagi ini. Papa harap kalian sudah bangun tidur, dan menerima sapaan dari papa dengan hati gembira."
"Baik papa..." Ucap Lolita dengan suara dibuat seperti anak kecil.
Setelah berkeringat karena olah raga jalan kaki, Lolita kembali berkeringat karena olah raga main kuda.
Hanya satu ronde, tidak lebih. Dan mereka pun melanjutkan mandi bersama, benar-benar hanya mandi. Setelah itu mereka melanjutkan dengan sarapan pagi, sisa makanan kemarin.
"Jadi kita mau kemana, kenapa meminta abang berpakaian couple denganmu?"
"Kita akan ke bandara, untuk menjemput kak Natasya. Dia hari ini pulang dari luar negeri."
Deg
"Apakah boom itu akan segera meledak dan menghancurkan rumah tanggaku." Monolog Edgar dalam hati.
"Abang, ayo kita berangkat takut jalanan macet dan kita terlambat."
"Tidak, aku tidak akan membiarkan semua terjadi. Aku harus mengatakan kebenaran itu sebelum Lolita tahu dari orang lain." Gumamnya lagi tanpa mendengar istrinya berbicara padanya.
"Abang... Kok bengong, dengar aku bicara tidak sih." Kesal Lolita.
"Sayang, sebentar saja dengarkan abang bicara. Abang ingin mengatakan sebuah rahasia yang mungkin membuatmu terkejut."
"Rahasia tentang apa? Jangan buat teka teki, otakku tidak sampai."
"Abang ingin bertanya dulu, jika seandainya abang kedapatan menyimpan rahasia apa kamu akan marah lali membenci abang kembali?" Tanya Edgar.
"Tergantung bang, tentang apa dan alasannya. Tapi aku percaya jika abang melakukan semua itu pasti untuk kebaikanku. Benarkan?" Ucap Lolita.
"Benar sayang, aku harap kamu bisa menerima kenyataan yang sebenarnya..." Belum selesai Edgar berbicara, terdengar dering nyaring dari ponsel Lolita.
"Tunggu bang, kak Natasya telepon. Aku angkat dulu." Ucap Lolita.
"Halo kak, udah sampai ya?"
"....."
"Oh baik kalau gitu, sebentar lagi juga aku berangkat. Kakak tunggu saja, jika aku terlambat."
"....."
"Bay bay kakak, aku menyayangimu."
"....."
Klik
"Kakak masih transit, satu jam lagi kemungkinan baru tiba bandara. Jadi apa yang ingin abang katakan, kita bisa berbicara di mobil sekalian kita berangkat."
"Kita bicara di sini saja sayang, karena ini pembicaraan sangat penting. Abang takut tidak bisa fokus berkendara, yang menyebabkan bahaya.
"Baiklah, kita duduk di teras saja kalau begitu." Ucap Lolita.
"Jadi waktu itu, abang tidak sengaja mendengar Natasya berbicara pada..."
"Sebentar abang, papa dan mama menelpon, maaf ya omongan abang terpotong terus. Waktunya tidak pas."
"Halo... Ya mama ada apa?"
"....."
"Aku dan abang sudah siap berangkat, tapi kakak masih transit."
"....."
"Oh, begitu. Ya sudah aku ke rumah papa dulu kalau gitu. Sepertinya masih cukup waktunya."
"....."
"Iya, sama-sama mamaku sayang."
"Abang, kita diminta ke rumah papa dulu. Mobil mereka tiba-tiba tidak bisa dinyalakan, mereka ingin kita menjemput dulu. Lalu ke bandaranya bersama papa dan mama. Abang tidak keberatan kan?"
"Ya sudah ayo kita berangkat."
"Kita bisa lanjut ngobrol di mobil bang." Lolita memberi saran.
"Tidak sayang, kita bicarakan lain waktu saja. Semoga masih sempat." Ucap Edgar lirih di akhir kalimat. Pria itu tak berhenti berdoa untuk keselamatan rumah tangganya.
"Abang masih sakit, kenapa berkeringat dan wajahnya pucat?" Tanya Lolita.