Sekelompok anak muda beranggotakan Rey Anne dan Nabila merupakan pecinta sepak bola dan sudah tergabung ke kelompok suporter sejak lama sejak mereka bertiga masih satu sekolah SMK yang sama
Mereka bertiga sama-sama tidak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi karena terbentur biaya kala itu Akhirnya Anne melamar kerja ke sebuah outlet yang menjual sparepart atau aksesories handphone Sedangkan Rey dan Nabila mereka berdua melamar ke perusahaan jasa percetakan
Waktu terus berlanjut ketika team kesayangan mereka mengadakan pertandingan away dengan lawannya di Surabaya Mereka pun akhirnya berangkat juga ke Surabaya hanya demi mendukung team kesayangannya bertanding
Mereka berangkat dengan menumpang kereta kelas ekonomi karena tarifnya yang cukup terjangkau Cukuplah bagi mereka yang mempunyai dana pas-pasan
Ketika sudah sampai tujuan yaitu stadion Gelora Bung Tomo hal yang terduga terjadi temannya Mas Dwi yang merupakan anggota kelompok suporter hijau itu naksir Anne temannya Rey.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hanyrosa93, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tamasya ke Curug
Setelah beres pelantikan atasan baru di kantornya Yuda, hari Sabtu kebetulan pekerjaan libur, Anne juga mendapat giliran libur dari bosnya.
Yuda lalu mengajaknya ke tempat wisata berupa curug. Yuda tidak bersama Anne saja, tetapi ada juga temannya dari Surabaya yang sudah bekerja lama disini bahkan sudah berumah tangga dan sudah memiliki rumah.
Pagi itu, cuaca begitu cerah. Langit biru tanpa awan, angin bertiup sejuk membawa aroma dedaunan basah. Yuda sudah menunggu di depan rumah Anne dengan sepeda motornya. Anne keluar dengan pakaian santai—kaus putih dan celana jeans—membawa tas kecil berisi perlengkapan sederhana.
“Kamu sudah siap, yank?” tanya Yuda sambil tersenyum.
Anne mengangguk. “Siap. Kita langsung berangkat?”
Yuda mengangguk. Mereka kemudian meluncur menuju titik pertemuan dengan teman Yuda, seorang pria bernama Arif, yang berasal dari Surabaya dan sudah lama menetap di kota ini. Arif tidak sendirian, ia membawa istrinya, Rina.
Setelah saling menyapa dan berbincang sebentar, mereka melanjutkan perjalanan ke curug yang terletak di daerah perbukitan, sekitar satu jam perjalanan dari kota. Sepanjang perjalanan, Anne menikmati pemandangan sawah hijau yang membentang luas, berpadu dengan perbukitan yang menjulang di kejauhan.
Sesampainya di tempat tujuan, mereka harus berjalan kaki sekitar dua puluh menit melewati jalan setapak yang menurun dan berbatu. Suara gemericik air mulai terdengar di kejauhan, membuat semangat mereka semakin meningkat.
“Wah, udah lama banget aku nggak ke tempat seperti ini,” ujar Anne dengan nada kagum.
“Aku juga,” timpal Rina. “Dulu sering ke tempat seperti ini pas masih kuliah.”
Arif dan Yuda berjalan di depan, sementara Anne dan Rina mengobrol di belakang. Begitu sampai di lokasi, pemandangan air terjun yang jatuh dari tebing tinggi menyambut mereka. Airnya jernih, mengalir deras ke sungai kecil di bawahnya. Beberapa pengunjung lain juga terlihat sedang menikmati suasana, ada yang duduk di bebatuan, ada yang bermain air.
Mereka segera mencari tempat yang nyaman untuk duduk. Yuda membantu Anne meletakkan tasnya di atas batu besar.
“Mau langsung main air,yank?” tanya Yuda.
Anne menggeleng. “Nggak dulu, mau menikmati suasana sebentar.”
Yuda tersenyum. “Santai aja, kita nggak buru-buru.”
Arif dan Rina sudah lebih dulu melepas sandal mereka dan mencelupkan kaki ke air. “Dingin banget! Enak,” seru Rina.
Anne akhirnya tergoda juga. Ia melepas sandalnya, lalu memasukkan kakinya ke air. Sensasi dingin langsung menjalar, membuatnya tersenyum.
“Segar, ya?” kata Yuda sambil ikut duduk di sampingnya.
Anne mengangguk. “Iya. Ini pertama kalinya aku ke curug sejak lama.”
Percakapan mereka terhenti sesaat saat Arif mulai bercerita tentang bagaimana ia dan Rina dulu sering berpetualang ke berbagai tempat wisata alam saat masih pacaran. Anne mendengarkan dengan antusias, sementara Yuda sesekali menimpali dengan candaan.
Setelah puas menikmati suasana, mereka mengeluarkan bekal yang dibawa. Arif membawa nasi bungkus, sementara Yuda membawa beberapa camilan dan minuman. Mereka makan sambil berbincang, sesekali tertawa mendengar cerita lucu dari Arif.
Saat matahari mulai condong ke barat, mereka memutuskan untuk pulang. Perjalanan pulang terasa lebih melelahkan karena mereka harus menanjak, tapi suasana hati mereka tetap ceria.
Saat akhirnya sampai di tempat parkir, Anne menarik napas lega. “Capek, tapi senang,” katanya.
Yuda tersenyum melihat wajah Anne yang terlihat puas. “Baguslah kalau senang. Nanti kita jalan-jalan lagi ke tempat lain.”
Anne mengangguk pelan, merasa bersyukur bisa menghabiskan waktu seperti ini bersama orang-orang yang menyenangkan.
Di perjalanan pulang, Anne merasa ada sesuatu yang berbeda di hatinya. Entah karena keindahan alam yang baru saja mereka nikmati, atau karena Yuda yang semakin sering membuatnya merasa nyaman. Tapi, ia memutuskan untuk tidak terlalu memikirkannya sekarang. Yang jelas, hari itu adalah salah satu hari terbaik yang pernah ia alami dalam beberapa bulan terakhir.
Sesampainya di gerbang keluar, Arif dan Yuda lalu menuju ke tempat parkiran mobil. Karena mobil Arif terparkir di situ, mereka berjalan dengan santai sambil berbincang. Disusul Anne dan Rina
Sore itu, suasana di sekitar parkiran cukup sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang masih tersisa. Lampu-lampu jalan menerangi area parkir dengan cahaya kekuningan, menciptakan bayangan panjang di aspal.
“Jadi, besok kita fix berangkat pagi, kan?” tanya Yuda sambil memasukkan tangannya ke dalam saku jaket.
Arif mengangguk. “Iya, gue udah atur semuanya. Kita berangkat jam tujuh biar nggak kena macet.”
Yuda menghela napas lega. “Baguslah. Gue nggak mau kejadian kayak waktu itu terulang lagi.”
Lalu, tiba-tiba Anne nyeletuk seolah ingin tahu, “ Kalian ngomongin apa, sih?”
“ Oh, ini yank temanku minta antar, besok mau ke Semarang, ada urusan katanya.” jawab Yuda.
“ Loh, kok aku nggak dikasih tahu?” tanya Anne sambil cemberut.
“ Baru aja ini aku mau bilang, yank! Boleh kan aku antar temanku ke Semarang?” bujuk Yuda.
“ Ya udah boleh, tapi ingat! hanya untuk urusan saja ya, jangan yang lain.” Anne memperingatkan.
“ Siap, nona!” ucap Yuda tegas.
“ Terus, itu mbak Rina kenapa gak diajak?” tanya Anne heran.
“ Aku gak bisa kemana-mana dulu, Ann..lagi isi soalnya, takut kecapekan dijalan.” jawab Rina.
“ Oh gitu ya mba, emang lagi isi berapa bulan? Kok gak kelihatan?” Anne semakin penasaran.
“ Baru jalan 2 Minggu,Ann.”
“ Nah, yaudah nanti Anne temani Rina saja ya besok di rumah.” tiba-tiba Arif suaminya Rina nyamber obrolan Anne dan istrinya Rina.
“ Oh, ya udah deh, gimana besok ya mba, nanti aku kabari.” ucap Anne.
Saat sedang siap-siap menyetir mobil, tiba-tiba Arif tertawa kecil. Ia masih ingat bagaimana mereka nyaris ketinggalan pesawat gara-gara berangkat terlalu mepet. Kali ini, ia tidak mau ambil risiko yang sama.
Arif segera menyalakan mesin. Suara dengungan halus terdengar, lalu pendingin udara mulai bekerja, mengusir hawa panas di dalam kabin.
“Lo mau langsung pulang atau mampir dulu?” tanya Arif sambil melihat Yuda dari sudut matanya.
Yuda berpikir sejenak. “Kayaknya gue butuh kopi. Ada tempat yang masih buka nggak?”
Arif melirik jam di dashboard. “Harusnya ada. Kita coba ke kafe di dekat perempatan, deh. Biasanya tutupnya jam sebelas.”
Tanpa menunggu lama, Arif menginjak pedal gas dan membawa mobil keluar dari area parkiran. Jalanan malam itu cukup lengang, hanya ada beberapa kendaraan yang melintas. Mereka melaju dengan santai, menikmati perjalanan sambil mendengarkan musik dari radio.
Setelah sekitar sepuluh menit berkendara, mereka tiba di sebuah kafe kecil dengan suasana yang hangat. Lampu-lampu kuning menggantung di langit-langit, dan beberapa pelanggan masih terlihat duduk menikmati minuman mereka. Arif memarkir mobil, lalu mereka turun dan masuk ke dalam kafe.
Begitu duduk di meja dekat jendela, seorang pelayan datang membawa menu. Yuda langsung memilih kopi hitam, sementara Arif memesan latte.
“Besok pasti bakal seru,” kata Yuda, menyandarkan punggungnya ke kursi.
Arif tersenyum. “Ya, semoga aja lancar.”
Mereka menghabiskan waktu di kafe sambil mengobrol, membahas perjalanan yang akan mereka lakukan besok. Meskipun lelah, mereka merasa bersemangat untuk petualangan yang menanti.
***