Irene, seorang gadis cantik yang gampang disukai pria manapun, tak sengaja bertemu Axelle, pria sederhana yang cukup dihindari orang-orang, entah karna apa. Sikapnya yang dingin dan tak tersentuh, membuat Irene tak bisa menahan diri untuk tak mendekatinya.
Axelle yang tak pernah didekati siapapun, langsung memiliki pikiran bahwa gadis ini memiliki tujuan tertentu, seperti mempermainkannya. Axelle berusaha untuk menghindarinya jika bertemu, menjauhinya seolah dia serangga, mendorongnya menjauh seolah dia orang jahat. Namun anehnya, gadis ini tak sekalipun marah. Dia terus mendekat, seolah tak ada yang bisa didekati selain dirinya.
Akankah Irene berhasil meluluhkan Axelle? Atau malah Axelle yang berhasil mengusir Irene untuk menjauh darinya? Atau bahkan keduanya memutuskan untuk melakukannya bersama setelah apa yang mereka lalui?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sam Lee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Their Stories
"Gimana sama Axelle, Sel?? Kita gak bisa ninggalin dia gitu aja, orang itu bukan temannya." Teriak Irene, tak terima dirinya dibawa pergi begitu saja.
"Dia sama temannya, Rene, dia ngelindungin Axelle tadi." Ujar Gisel, kesal. Dari tadi Irene hanya memikirkan Axelle, tanpa menyadari dirinya juga dalam bahaya. "Lagian bukannya loe bilang, cowok yang bantuin kita ada di pihak Axelle juga?"
Irene terdiam, dia tadi bertemu John yang memang membantunya melarikan diri. Tapi melihat Andrew yang tiba-tiba muncul sebagai pihak tak terduga, membuatnya khawatir akan keadaan Axelle. "Terus, Joy gimana?"
"Gw gak nemuin dia, Rene, bahkan disaat keributan itu mulai mereda. Loe yakin dia ada disana? Gimana ceritanya dia bisa nyulik loe?" Ujar Gisel, ia duduk disamping Irene yang masih gusar.
"Dia kakak Bryan, teman Axelle yang katanya dibunuh." Jawab Irene, pelan. "Dia nuduh Axelle, tapi Axelle gak mungkin lakuin itu. Dia sangat kehilangan Bryan, gak masuk akal kalo dia bunuh Bryan beneran."
"A-apa? Kenapa dia gak pernah cerita soal itu? Kita temenan sama dia udah lama, lho."
"Dia benci adeknya, makanya dia gak pernah cerita." Jawab Irene, pelan. "Adeknya begitu disayangi, sedangkan dirinya tidak."
"Yaampun, Joy... Kenapa loe gak pernah cerita sama gw?" Gumam Gisel, pelan. "Kenapa gw sama sekali gak tau apa-apa tentang sahabat gw sendiri? Gw ngerasa bodoh, tau gak?"
"Dia yang pinter nyimpen rahasia, Sel, ini bukan salah loe." Ujar Irene, ia mengusap pundak Gisel.
Gisel mengambil ponselnya, ia menghubungi Joy. Tapi suara operatorlah yang menjawabnya, menandakan ponsel gadis itu dalam keadaan mati.
"Kita harus gimana, Sel?" Tanya Irene, bingung.
"Gw gak nyangka hidup Joy seberat itu, Rene. Gw pikir, dia cewek ceria. Kita gak bakal nyangka, kisah dia serumit itu." Ujar Gisel, pelan. "Padahal dia bisa cerita sama kita, kita juga mungkin bisa bantu..."
"Bantu? Bantu nangkap Axelle, maksudnya?"
"Ya, bila perlu. Kalo loe yakin Axelle gak salah, apa salahnya kita bantuin Joy buat nangkap tuh anak? Kita bisa yakin, kalo kita langsung tanya anaknya kan?" Ujar Gisel, membuat Irene terdiam.
Ya, memang benar, tapi perasaan Irene tak tenang saat ini. Apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa begitu banyak rahasia dalam hidup orang-orang ini? Bahkan ketika dia merasa begitu mengenal mereka, mereka masih saja menyimpan rahasia yang tak terduga darinya. Sebenarnya, ada apa ini?
***
Axelle menatap kedua pria itu dalam diam, keduanya masih saja menutup mulut untuk menjawab pertanyaannya tadi.
"Papa, apa maksudnya? Kenapa dia bilang kayak gitu? Merenggut apa maksudnya?"
"Park, dia yang membunuh ibumu, Axelle. Dia juga yang menculik kakakmu dari kami, setelah dia menelantarkannya."
"A-apa? Aku punya kakak?"
"Dia anakku, Kang, anak itu milikku. Aku mungkin bisa merelakan gadis itu dimiliki olehmu, tapi tidak dengan anakku." Jawab Park, penuh dendam.
"Ya, setelah apa yang terjadi, kau dengan tidak tahu malu mengambil anak itu dan membawanya keluar negri. Lalu, apa anak itu tumbuh dengan baik? Karna selang beberapa tahun kemudian, saat kami sudah memiliki anak kami sendiri, kau kembali menemui gadisku itu." Ujar Kang, sinis.
"Apa maksudnya, Papa? Apa yang sebenarnya terjadi? Siapa anak yang dimaksud Papa?"
"Joy, itu namanya, bukan??" Tanya Kang, lagi. "Aku ingat, saat itu, kau bilang akan menamai anak perempuanmu dengan nama itu, karna dia akan jadi hiburanmu selamanya."
"Diam, Kang!!" Ujar Park, tangan pria itu mengepal.
"Kekanakan sekali, tapi ternyata kau benar-benar memberikan nama itu pada anak yang kau culik dari kami." Ujar Kang, membuat Joy menatapnya.
"Papa, apa itu benar? Apa ini alasannya, kenapa keluarga besar Papa gak pernah menghargaiku? Ini alasan kenapa Mama tak pernah menyayangiku?"
"Joy, Papa bisa jelaskan semuanya. Tapi sebaiknya kamu keluar dulu, nanti Papa menyusul."
"Kenapa? Bukankah kau yang menelantarkan ibuku? Kalian selalu bertengkar setiap saat, untuk apa kau menuduh pria lain?" Ujar Axelle, kesal.
"Axelle, percaya sama Papa. Dia yang mempengaruhi ibumu untuk meninggalkan Papa, karna dia masih mencintai ibumu." Ujar Kang, kesal.
"Tidak, Papa yang salah, Papa yang mengkhianati Mama. Bahkan disaat terakhir, Papa gak pernah muncul di hadapan Mama."
"Axelle..."
"Kau benar-benar menelantarkannya? Setelah dia menolakku demi dirimu, kau bahkan tak menemuinya untuk saat terakhir?"
"Ini semua karnamu, Park. Andai saja waktu itu kau tak datang, dia takkan meninggal dengan cara menyedihkan." Teriak Kang, marah. "Dan sekarang karma menghampirimu, anakmu meninggal dengan cara tak kalah menyedihkannya."
"Bryan itu temanku, Tn. Kang. Kau bilang kematiannya menyedihkan, dia begitu karna melindungi aku dari organisasi gelap yang kalian dirikan." Ujar Axelle, tatapannya beralih pada Andrew yang sedari tadi diam mengamati mereka. "Dan loe siapa? Tiba-tiba muncul, bikin kekacauan!!"
"Loe beneran lupa sama gw, ternyata." Gumam Andrew, pelan.
"Andrew temanmu, Al. Papa yang melarang kamu untuk bergaul dengannya, karna dia anak Lee, teman Papa yang masih bertahan di organisasi kami. Papa juga tak menyangka, karna dia, Black Swan berkembang dengan cepat, bahkan dia dikenal oleh beberapa gangster ternama, dia bahkan sampai kemari." Ujar Kang, pelan. "Papa melarikan dirimu kemari berharap kamu gak dikenali mereka, tapi ternyata Papa salah. Kamu bahkan harus menderita karna kehilangan seorang teman, maafkan Papa..."
"Apa pedulimu??" Ujar Axelle, sengit. "Kau gak pernah peduli pada ibuku, lalu apa keuntungan kau peduli padaku? Aku selalu bertanya-tanya, apa kau benar-benar menyayangiku atau hanya memanfaatkan aku untuk kepuasanmu sendiri?"
"Axelle, jangan keterlaluan!!" Ujar Kang, marah.
Andrew menghela nafas, sepertinya malam panjang ini akan dihabiskan dengan menguak satu persatu cerita mereka masing-masing.
"Apa kalian tak mau membahas Bryan?"