Umar yang menikahi sekarang gadis karena insiden yang dialami keduanya, kisah cinta rumit keduanya karena ternyata sang Istri memiliki orang yang dia cintai
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Amarah Umar
Rara membuang muka mendapatkan perkataan tegas dan marah dari ibu Umar itu, dia harus bisa mengambil hati ibunya maka dari itu dia akan mengalah untuk kali ini.
"Maafkan aku tante". Ucapnya berpura-pura menunduk dan menyesali perbuatannya padahal dalam hatinya mengumpat dengan kasar.
"Jangan ulangi saya tidak suka ada yang menggangu menantuku"? Ketus Shofiyah kemudian mengajak sang menantu pergi dari sana.
"Terima kasih ummi telah membelaku". Ucap Shifa dengan sungkan.
Tak perlu nak, aku juga ibumu, ummi tidak akan membiarkan siapapun yang berani menganggu anak ummi apalagi kamu mantu pertama ummi". Shofiyah mengelus sang menantu dengan sayang.
Setelah acara selesai mereka semua kembali kerumah masing-masing dan tentu saja mereka semua akan menghadiri acara lekka Ammar yang akan ke Jakarta lusa.
Sesampainya dirumah, Umar duduk bersebelahan dengan Shifa di sofa dan meletakkan hape mereka di meja.
Drt.. drt.. Telpon Shifa berbunyi.
"Siapa dek?? tanya Umar penasaran.
"Rayhan kak". Jawab Shifa dengan takut-takut. Dian memandang suaminya dengan perasaan takut luar biasa.
"Kau masih berhubungan dengan lelaki sialan itu?? Ucap Umar tidak sadar meninggikan suaranya.
"Maaf". Ucap Shifa menunduk dalam dan merasa bersalah
" Baiklah, terserah padamu saja". Ucap Umar meninggalkan Shifa dengan perasan hancur dan juga kecewa.
Sedangkan Shifa kini duduk lemas karena dirinya suami yang begitu baik padanya selama ini mengalami kecewa seperti ini.
"Aku tidak kembali bersamanya, aku hanya belum bisa melupakannya, ". Ucapnya menunduk.
Keesokan harinya mereka sarapan bersama, dengan suasana yang sangat dingin terutama untuk Shifa, dia melihat suaminya tidak sama sekali menyapanya apa lagi melihatnya.
Uamr langsung pergi tanpa berpamitan seperti biasanya, Shifa yang melihat Umar seperti itu menghela nafasnya berat, ada sesak yang dia rasakan melihat perubahan suaminya itu.
"Aku tidak kembali bersamanya, aku hanya sering bertukar kabar saja" Ucap Shifa begitu Umar melewatinya.
Dia berusaha menjelaskan agar suaminya tidak salah paham akan apa yang terjadi.
"Harusnya kamu mengerti dan tahu seperti apa laki-laki itu, orang seperti itu tidak akan pernah berubah, tapi itu terserah padamu". Ucap Umar dengan dingin.
"Maafkan aku". Ucap Shifa menunduk.
"Semua terserah padamu, aku sudah tidak akan mencampuri apapun yang akan kau lakukan, selama ini aku berusaha mengerti jika kamu belum menerimaku, tapi jika kamu masih berhubungan dengan mantan kekasihmu, maaf aku mungkin tidak bisa lagi, maka dari itu silahkan berbuat sesukamu". Umar langsung pergi begitu selesai mengatakannya.
Keadaan tetap dingin walau sudah berlalu beberapa hari, Shifa yang tidak tahan dengan sikap suaminya itu pun meradang, dia tidak suka diperlakukan seperti itu.
"Mau sampai kapan kakak mendiami aku seperti ini?? ". Tanyanya sebagai mereka makan malam.
"Aku tidak mendiami mu Shifa, aku memberikanmu waktu untuk berpikir dan merenungkan semua ini, kamu melihatku dekat dengan orang lain saja tidak suka apalagi kamu yang dekat mantan kekasihmu itu". Ucap Umar pemenuhan penekanan disetiap katanya.
"Tapi aku hanya bertukar kabar dan dia juga sudah menikah, apa salahnya menjalin silaturahmi". Ucap Shifa tidak mau mengalah.
"Tidak ada pertemanan yang baik antara mantan Shifa, tidak mungkin kenangan dimasa lalu itu berputar-putar dipikiranmu, apalagi kalian berpisah belum lama, kau mau disebut perempuan tidak baik karena intens berkomunikasi dengan suami orang?? ". Umar berkata dengan sedikit kasar.
"Bukankah kata-kata mu itu keterlaluan?? Shifa memandang Umar dengan mata berkaca-kaca, dia tidak menyangka akan mendapatkan perkataan seperti itu dari suaminya.
"Aku hanya menyadarkanmu Shifa, kamu adalah orang berpendidikan dan mengerti mana yang baik dan buruk, sudah sepantasnya kau tahu jika apa yang kau lakukan itu salah".
"Salah dimana nya Umar Khoir". Teriak Shifa dengan penuh emosi.
Dia tidak terima dikatakan seperti itu oleh suaminya, dia sangat sakit hati.
"kamu lihat sendiri bukan, kau lebih membela yang salah, kenapa karena kau tak pernah melupakannya Shifa, kau menganggap komunikasi intens itu tidak masalah, tapi sekarang aku tahu tanya bagaimana komunikasi mu denganku yang notabennya suamimu, intens??, tidak Shifa, karena kamu tidak akan bisa membuka hatimu untukku selama kau masih berhubungan dengannya". Umar membentak dan meninggikan suaranya.
Shifa terkesiap mendengar suara tinggi dan benar akan dari Umar, selama 5 bulan menikah, Umar tak pernah meninggikan suaranya.
"kau saja tidak suka saat Rara menggoda ku, terus kau pikir aku suka melihat istriku berhubungan dengan mantan kekasihnya yang putus dengan meninggalkan rasa cinta?? ". Umar menggeleng dengan penuh kecewa.
"Aku berusaha menyadarkan dan menjagamu Shifa, tindakanmu itu akan merugikan dirimu sendiri dan juga akan merusak harkat dan martabat keluargaku dan keluargamu seandainya keluarga kita tahu tentang ini".
"Dan kau pikir istrinya itu akan diam saja jika tahu kau masih intens berkomunikasi dengan suaminya, dia akan mencari dan membuat perhitungan denganmu Shifa, apalagi dia orang kaya, dia bisa gampang menemukan tempat tinggalnya disini".
Shifa menundukkan kepalanya mendengar perkataan Umar, dia tidak berpikir dampak dari perbuatannya selama ini.
"Sekarang kau pikir saja bagaimana baiknya untuk dirimu, aku sudah memperingatkan mu, semua terserah padamu sekarang tapi jangan libatkan aku dan keluargaku jika terjadi sesuatu nantinya".
"Apa salahnya aku menjalin silaturahmi, bukankah itu dibolehkan?? Tanya Shifa begitu melihat Umar menjauhinya.
Umar yang emdnengar perkataan sang istri pun berhenti kemudian berbalik dan menatap tajam sang istri. Tatapan yang tak pernah dia berikan.
"Silaturahmi yang kau lakukan itu tidak pantas Shifa apalagi komunikasi tanpa melibatkan dan diketahui pasangan, itu seperti kau berselingkuh dengannya".
"Tapi aku tidak melakukannya Umar". teriaknya dengan tangisan.
" Tapi perbuatanmu seperti itu Shifa walau kau tak bermaksud seperti itu, siapapun yang tahu pasti akan mengira seperti yang aku pikirkan, tapi itu terserah padamu, yang penting aku sudah menasehati dan memperingatkan mu jika perbuatanmu salah". Uamr menggelengkan kepalanya kemudian berbalik dan meninggal sang istri.
Drt.. drt.. Suara seringan telpon dari ayahnya. dahi Shifa mengkerut tanda penasaran.
"Ya hallo ayah, ada apa??, tumben ayah menelpon ku?? Tanyanya dengan penasaran.
"Tante kamu meninggal nak, kamu kerumah tante mu sekarang. Ajak suamimu juga jangan lupa dan mertuamu ada disini".
"Innalillahi wainnalillahi Rojiun, Baik ayah, aku kesana sekarang". Air matanya jatuh mengingat sang tante sudah tiada, dia sangat dekat dengan tantenya itu.
Dia bergegas ke kamar Umar untuk memberitahu suaminya itu agar ikut bersamanya seperti permintaan sang ayah.
Tok.. tok.. Ya tunggu sebentar.
"Ada apa?? Tanya Umar dengan khawatir melihat istrinya menangis seperti itu.
"Tante Gaby meninggal dan dia ada dirumah duka sekarang". Ucapnya dengan tangis.
Umar menghal nafas kemudian memeluk sang istri untuk menenangkan karena dia tahu jika istrinya itu dekat dengan tantenya itu.
"Innalillahi wa inna illahi roji'un". Ucapnya dengan menunduk.
"Ayo kita kesana sekarang, aku akan mengabari keluargaku dulu". Ucap Umar masuk kedalam kamarnya tapi dicegat oleh Shifa.
"Tidak perlu, ummi ada disana dengan keluargamu".
"Baiklah kita kesana sekarang".
Kalau boleh kasih masukan dikit, Umar nyelamatin si wanita yang mau bundir di jembatan atau dimana lah. Si wanita depresi karena cowoknya. Karena kasihan dan ingin mengayomi takut kejadian terulang, Umar ngelamar wanita itu. Nah.. di situ tuh.. baru jalan cerita lika-liku ketulusan Umar menyadarkan isterinya sembari mencoba meraih hatinya. Maaf ya mbak, aku sok-sokan ngasih saran segala. Moga sehat dan sukse selalu. Semangat!