Anaya tak pernah menyangka hidupnya sebagai seorang gadis yatim bisa berubah drastis dalam satu malam. Tanpa pilihan, ia harus menikah dengan pria yang bahkan tak pernah terlintas di pikirannya.
Akmal, CEO muda yang tampan dan bergelimang harta, harus menelan pahitnya pengkhianatan saat calon istrinya membatalkan pernikahan mereka secara sepihak.
Takdir mempertemukan keduanya dalam ikatan yang awalnya hampa, hingga perlahan benih cinta mulai tumbuh. Namun, ketika kebahagiaan baru saja menyapa, bayang-bayang masa lalu datang mengancam, membawa badai yang bisa meruntuhkan rumah tangga mereka.
Mampukah Anaya mempertahankan cintanya? Ataukah masa lalu akan menghancurkan segalanya?
Baca kisahnya hanya di "Mendadak Jadi Istri Miliarder"
Yuk ikuti kisah mereka...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moms TZ, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16
°
°
°
Weekend biasanya orang-orang lebih suka bermalas-malasan dan bangun siang. Tapi tidak dengan Anaya, usai sholat subuh ia memilih jogging sendirian tanpa mengajak Akmal. Dia ingin menikmati waktunya sendiri.
Setelah sedikit pemanasan, Anaya berlari-lari kecil menuju taman komplek yang mulai ramai dipadati warga jika weekend tiba. Banyak juga pedagang yang mangkal di sana.
Anaya berlari ringan mengelilingi taman, menikmati udara pagi yang segar. Suasana weekend yang ceria membuatnya bersemangat.
Merasa cukup berkeringat, Anaya memutuskan untuk beristirahat. Dia duduk di bangku di pinggir danau buatan bekas galian, sambil memandang matahari terbit.
Tiba-tiba, dia seorang pria asing duduk di sebelahnya. Maaf, boleh ikut duduk di sini?" katanya dengan senyum.
Anaya balas tersenyum tipis. "Ya, silakan. Ini tempat umum."
"Fahri." Pria itu memperkenalkan dirinya. "Aku seorang penulis yang suka menikmati kesunyian pagi."
Anaya mengangguk lalu memperkenalkan dirinya "Naya."
Fahri bertanya, "Apa yang membuatmu datang ke sini sepagi ini?"
"Tidak ada. Aku hanya ingin menikmati suasana pagi setelah sepekan disibukkan dengan pekerjaan." Anaya menjawab.
Dari perkenalan itu obrolan ringan tercipta, dan terus berlanjut tentang berbagai hal. Bahkan Anaya bisa tertawa lebar, seakan permasalahan yang dihadapinya terlepas dari pikirannya. Fahri ternyata pintar mencairkan suasana juga humoris.
Keduanya tampak seperti teman lama yang bertemu kembali. Sesaat Anaya melihat jam. "Sudah siang, aku harus pulang."
"Senang berkenalan denganmu, Naya," ucap Fahri.
Anaya berdiri lalu berpamitan, dan Fahri memberikan secarik kertas dengan nomor teleponnya.
"Jika kamu membutuhkan seseorang untuk berbicara, aku siap menjadi pendengarnya," katanya dengan senyum tersungging di bibir.
Anaya tersenyum, ia merasa memiliki teman baru. Saat dalam perjalanan pulang, dia merasa lebih tenang dan hatinya terasa lapang.
°
Sementara itu di kamar tamu, seorang gadis tampak meregangkan otot tubuhnya, selanjutnya dia memutuskan turun dari ranjang dan berjalan keluar. Namun hanya keheningan yang menyambutnya.
"Ke mana Kak Akmal dan istrinya? Apa mereka masih tidur? Ciiih...dasar pemalas!"
Dia lalu ke dapur dan melihat meja makan masih kosong belum tersedia makanan apapun. "Apa-apaan ini? Jam segini belum ada sarapan! Apa benar dia seorang istri?" Khanza menggerutu sambil berkacak pinggang.
"Haa...! Sebaiknya aku membuat sarapan, supaya Kak Akmal terkesan padaku. Aku harus bisa menarik perhatiannya seperti dulu. Tidak akan aku biarkan perempuan itu senang." Khanza tersenyum tipis, lalu membuka kulkas mulai menyiapkan bahan-bahan untuk membuat sarapan yang simple.
Beberapa saat kemudian masakan pun selesai dan siap dihidangkan. Khanza menatanya di atas meja makan.
"Assalamualaikum," ucap Anaya saat memasuki rumah dan tepat di saat Khanza telah selesai menghidangkan masakannya di atas meja makan.
"Wah, hebat banget ya, istri Kak Akmal! Pagi-pagi bukannya membuat sarapan buat suami, malah keluyuran tidak jelas!"
"Bukan urusanmu, aku mau apa dan ke mana." Anaya menjawab tak kalah ketus.
Khanza berusaha memprovokasi. "Memang bukan urusanku, tapi jika yang membuatkan sarapan itu orang lain, apa kamu tidak merasa malu dan cemburu?"
"Kenapa aku harus cemburu? Bisa saja kan yang membuat sarapan itu ART? Sudahlah kamu orang luar, jadi sebaiknya tahu batasanmu, dan jangan sok mengatur!" timpal Anaya.
Akmal datang dengan wajah segar, aroma sabun menguar dari tubuhnya, lalu bertanya, "Ada apa ini?"
"Kak Akmal... Lihat! Aku sudah membuat sarapan, pasti Kakak lapar, kan?" Khanza langsung bersikap manis ketika melihat Akmal datang.
Akmal menatap istrinya lalu berkata, "Nay, masuklah ke kamar dan bersihkan dirimu! Aku tunggu di meja makan."
Tanpa menjawab Anaya menaiki tangga menuju kamarnya. Dia menjulurkan lidahnya pada Khanza ketika gadis itu menatapnya.
"Khanza...! Bisa nggak sih, kalian itu berdamai? Bagaimanapun juga Anaya adalah istriku, kakak iparmu! Jadi, tolong hargai dia, paham!"
Akmal meraup mukanya, lalu meletakkan kedua tangannya di pinggang. "Khanza, please! Tolong pahami di mana posisimu. Aku dan Anaya butuh ketenangan dalam berumah tangga. Dan sebelum kedatangan kamu, rumah ini sangat hangat oleh canda tawa Anaya. Jadi, aku mohon jaga sikapmu jika masih ingin tinggal di sini!"
"Tapi... bukannya Kak Akmal masih belum move on dari Risna?" sangkal Khanza.
Akmal menegaskan, "Belum move on atau sudah, tidak ada hubungannya denganmu. Dan kamu jangan ikut campur urusan rumah tanggaku. Mengerti!"
Akmal lantas menuju dapur dan berniat membuatkan sarapan untuk istrinya, tetapi Khanza melarangnya. "Kak, bukankah aku sudah membuatkan sarapan untuk Kakak, kenapa malah memasak lagi?" tanya Khanza heran.
"Kalau cuma dua, terus Anaya makan apa?" tanya Akmal balik. Ia lalu mulai memasak masakan yang sama dengan apa yang dimasak oleh Khanza yaitu pasta.
Tak butuh waktu lama pasta yang dimasak Akmal pun jadi dan segera dia taruh di atas piring lalu membawanya ke meja makan.
°
Anaya turun ke bawah setelah mandi, ia terlihat segar dengan riasan tipis di wajahnya. Aura kecantikannya begitu terpancar. Mengenakan kaos oblong kebesaran dan celana panjang standar. Terlihat sederhana, namun membuat mata seorang Akmal Pratama tak berkedip memandangnya.
Tubuh mungil Anaya yang terbungkus pakaian kebesaran sangat menarik perhatiannya, sehingga dia lupa cara untuk berkedip dan menutup mulutnya yang sedikit terbuka.
Anaya menghampiri Akmal dan memberanikan memeluk tubuh suaminya, sambil berbisik disertai senyuman menawan. "Mas Akmal mulai terpesona padaku, ya?"
Akmal mengulum senyumnya lalu mempersilakan Anaya duduk di samping kirinya. Perlahan dia mengambil pasta dalam piring menggunakan garpi dan menyuapkannya pada Anaya, yang dengan senang hati meberima suapan dari suaminya.
"Eeemmm....mamamia lezatos," ucap Anaya dengan mata berbinar.
Anaya kemudian bergantian menyuapkan pasta ke mulut Akmal, membuat pria itu tampak sangat bahagia. Mereka berdua terlihat sangat harmonis dan bahagia, seperti pasangan suami istri yang telah lama bersama. Suasana pagi mereka terasa sangat romantis.
Akmal memandang Anaya dengan mata yang penuh kasih sayang, sementara Anaya tersenyum bahagia dan menatap Akmal dengan mata pandangan berbinar. Mereka berdua terlihat sangat nyaman dan santai, seperti mereka telah menemukan tempat yang tepat untuk berbagi cinta dan kebahagiaan.
Mereka berdua sibuk dengan dunianya sendiri, seolah keberadaan Khanza seperti makhluk tak kasat mata, membuat gadis itu meradang, tak terima dirinya diabaikan.
"Sialan...awas saja kalian, aku tidak akan membuat kalian bahagia, lihat saja nanti!" gumam Khanza dalam hati.
°
°
°
°
°
nanti jadi bumerang.
jawaban yg tepat
Awas aja kamu ngapa-ngapain Naya...😤