Ketukan palu dari hakim ketua, mengakhiri biduk rumah tangga Nirma bersama Yasir Huda.
Jalinan kasih yang dimulai dengan cara tidak benar itu, akhirnya kandas juga ... setelah Nirma dikhianati saat dirinya tengah berbadan dua.
Nirma memutuskan untuk berjuang seorang diri, demi masa depannya bersama sang buah hati yang terlahir tidak sempurna.
Wanita pendosa itu berusaha memantaskan diri agar bisa segera kembali ke kampung halaman berkumpul bersama Ibu serta kakaknya.
Namun, cobaan datang silih berganti, berhasil memporak-porandakan kehidupannya, membuatnya terombang-ambing dalam lautan kebimbangan.
Sampai di mana sosok Juragan Byakta Nugraha, berulangkali menawarkan pernikahan Simbiosis Mutualisme, agar dirinya bisa merasakan menjadi seorang Ayah, ia divonis sulit memiliki keturunan.
Mana yang akan menang? Keteguhan pendirian Nirma, atau ambisi tersembunyi Juragan Byakta Nugraha ...?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cublik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 18
Dada Nirma bergemuruh, napasnya memburu dengan detak jantung berpacu. Netranya memerah menahan emosi yang membara. Ia berhenti pada pohon kaktus daun lebar, tanpa menggunakan alat pelindung, memutus selembar tanaman berduri itu, tidak mempedulikan telapak tangannya tertusuk duri halus.
Kemudian berlari lagi, berbelok menuju bangunan terpisah dari kamar rawat pasien. Tanpa mengetuk langsung menyentak pintu tidak di kunci.
BRAK.
Begitu daun pintu terhempas lebar, netranya langsung disuguhi pemandangan yang berhasil membuat otaknya tumpul, tak lagi bisa berpikir jernih, hanya ada amarah menggelegak.
BRAK!
Klik.
Nirma mengunci pintu, mengantongi anak kunci, melangkah ke tembok dinding bagian samping, menyobek kertas hitam putih potret buah hatinya yang dibawahnya bertuliskan ‘Contoh bayi terlahir cacat, dikarenakan azab dari Tuhan atas perbuatan ibunya yang bejat.’
“Mau apa kau?!” Linda yang tadi terdiam dikarenakan masih terkejut, kini terlihat takut. Masih jelas dalam ingatan, saat bibirnya nyaris di obras oleh Nirma.
Tubuh wanita itu bergetar layaknya orang menggigil, diruangan ini hanya ada mereka berdua.
Linda meringsek kebagian pojok dinding, mencari sesuatu yang bisa dijadikan senjata.
Nirma terkekeh, mengeluarkan sebelah tangannya yang tadi tersembunyi dibalik badan. “Mau ku? Hanya ingin menampar mulutmu pakai ini!”
Linda terbelalak, tubuhnya terhenyak, jelas ia ketakutan kala melihat kaktus berduri lentur. “Jangan gila kau, Nirma! Kali ini bila dirimu bernyali menyakiti ku lagi, maka penjara lah tempat tinggal mu nanti!”
Linda berlari ke arah pintu, mencoba membuka, tapi tidak bisa. Ia pukul-pukul daun pintu berbahan kayu itu, dirinya kehilangan keberanian akibat diserang rasa panik. “SIAPAPUN TOLONG! TOLONG!!”
Seperti angin berkekuatan penuh, Nirma melangkah lebar, tangan kirinya menarik kuat lengan kanan Linda, sampai si empunya berbalik, dan …
Bugh.
“Akh! Sakit!”
Linda berteriak kesakitan, meraba pipi dan bibirnya yang terdapat duri menancap. “Gila kau, Sialan!”
Wanita itu tidak terima, berusaha membalas, tapi kala cepat.
Bugh!
Nirma menerjang Linda, sampai tubuh mereka menghantam lantai, secepat mungkin menduduki perut sang mantan sahabat. Sekali lagi mengayunkan daun kaktus berduri.
Kemudian Nirma tambahi dengan tamparan keras.
Plak!
Plak!
“Macam mana rasanya? Nikmat bukan?!” Sosok bergelar ibu itu menekan telapak tangannya pada kedua pipi dan sudut bibir Linda yang sudah mengeluarkan darah, duri di permukaan kulit pun menjadi masuk ke dalam daging.
Akh!
Linda menggeliat, mencoba melepaskan diri, tapi rasa sakit luar biasa membuatnya lemah tak berdaya. Berakhir ia meminta pengampunan. “Ampun, Nirma! Tolong lepaskan!”
Uhuk!
Uhuk!
Nirma mencekik leher Linda, netranya berkabut amarah, sampai air matanya mengalir begitu saja.
“Berani betul kau meminta ampun, setelah merusak diri ini tanpa rasa kasihan, Hah!” Nirma menambah kekuatan tangannya, sampai wajah Linda memerah, kesulitan bernapas.
“Karena mu aku menjadi wanita pendosa! Mengecewakan bahkan menyakiti para orang kesayanganku! Mempermalukan mereka sampai mendapatkan caci maki para mulut Biadab! Semua itu karena kau, Lonte! Kau biang masalahnya, LINDA!”
Nirma berteriak sekuatnya, kenangan masa lalu berlomba-lomba memenuhi memori otaknya. Saat dirinya tidur dengan Yasir Huda di kamar kakak kandungnya, kala ia tidak tahu diri meminta harta warisan.
Sampai di mana menyaksikan sendiri bagaimana kedua sosok berarti dalam hidupnya dipermalukan, dihina, dikucilkan oleh para mulut julid yang menghakimi tanpa mau tahu fakta sesungguhnya. Mirisnya semua ketidakadilan itu, ia lah si pemberi luka bagi Kakak dan ibunya, Nur Amala serta Mak Syam.
“BADJINGAN KAU LINDA!!”
Nirma turun dari badan Linda, tanpa memberikan waktu bagi sang mantan sahabat untuk bernapas, ia menjambak rambut tergulung acak-acakan itu, memiringkan badannya, lalu menghantamkan kepala bagian samping si Linda ke lantai keramik.
Dug!
Dug!
“Suster Nirma! Berhenti! Tolong buka pintunya!”
Suara-suara teriakan di luar pintu terdengar begitu nyaring, sayangnya Nirma seolah tuli.
Wanita yang penampilannya sudah acak-acakan itu kehilangan kendali, logikanya entah pergi kemana, bahkan sedikitpun tidak merasakan sakit pada telapak tangan yang terdapat duri menancap. Hanya ada amarah, sakit hati, serta dendam.
Tubuh Linda tidak lagi beraksi, tapi Nirma tetap belum puas, ia berdiri, lalu menendang perut wanita yang sudah tidak sadarkan diri.
BRAK!
Daun pintu terbuka lebar.
“Astaghfirullah!”
“Suster Linda!” Dela, Tina, hendak berlari mendekati sosok tak berdaya, tergeletak di lantai.
“Mendekat lah kalian! Maka aku patahkan leher Pelacur ini!” Sepatu Nirma berada tepat di batang leher Linda.
Semua orang menjadi gamang, mereka takut bila Nirma nekat.
Tanpa Nirma sadari, seseorang mengendap-endap mendekatinya.
“Maaf suster Nirma!” Nersi menarik lengan Nirma, lalu menampar pipi sebelah kiri wanita yang masih dikuasai emosi.
PLAK!
“Sadarlah ! Perbuatanmu ini hanya akan merugikan diri sendiri! INGAT KAMAL! DIA PASTI TELAH MENUNGGUMU PULANG UNTUK MENYUAPINYA MAKAN SIANG!” Nersi mengguncang bahu Nirma.
Bak orang yang tersadar setelah di hipnotis, tubuh Nirma bergetar hebat, netra yang tadi kering kini basah oleh air mata. “Ka_mal, Nak.”
“Ya! Dia pasti sedih bila ibunya tak lagi bisa menemaninya!” Lagi, Nersi mengguncang bahu Nirma, mencoba menyadarkan.
“LINDA!” Nidia baru saja masuk, ia berteriak histeris kala melihat wajah berdarah-darah sang keponakan yang terlihat mengenaskan. Jari telunjuknya menuding Nirma. “TANGKAP DIA!”
Dela dan Tina berlagak sok jadi pahlawan, mereka mencoba mendekati Nirma.
“Larilah!” Nersi berteriak sambil mendorong badan Nirma, posisinya berdiri di depan.
Nirma langsung mencoba berlari, mendorong badan Dela, sampai si empunya terjengkang.
Bugh!
Nersi menjegal kaki Tina.
Argh!
Tina berteriak kesakitan. “Kau apa-apaan, Nersi? Mengapa melindungi seorang penjahat?!”
“Sekarang yang lebih penting menyelamatkan suster Linda! Perihal suster Nirma, bisa diurus nanti! Lagipula ia bisa kabur kemana? Pasti hanya pulang dan bersembunyi di rumah kontrakannya!” seru Nersi.
Keadaan pun menjadi riuh, dua orang perawat laki-laki membopong Linda yang masih tidak sadarkan diri, membawanya ke ruang tindakan.
.
.
Sementara itu, Nirma berlari kencang kembali ke kontrakan. Ia melupakan tas dan barang-barang penting miliknya yang tertinggal di dalam lemari penyimpanan.
“Nak. Maafkan Ibuk yang gagal menjaga emosi, berakhir berbuat keji!”
Sepanjang jalan, wanita itu meracau, merasa bersalah terhadap putranya.
“Bu Mar! Kamal mana?” tanyanya dengan napas tersengal-sengal.
“Kamal tidur di dalam ayunan. Kau kenapa Nirma?” Bu Mar memperhatikan penampilan Nirma yang jauh dari kata rapi, hijab miring, kancing kemeja paling bawah terbuka, dan telapak tangan terdapat noda darah.
“Tolong jaga Kamal sebentar ya Bu!” Ia berlari ke rumahnya sendiri, beruntung kunci rumah selalu disimpan pada saku celana.
Kening bu Mar mengernyit dalam, begitu heran.
Nirma menjatuhkan tumpukan baju, mengambil dompet berisi uang tabungannya, memasukkan ke dalam saku kemeja, lalu secepat kilat keluar lagi dari dalam rumah tanpa mengunci pintu.
“Sebelum pihak berwajib menangkap ku, Kamal sudah harus berada di tangan yang tepat!” Monolognya sambil berlari lagi ke rumah bu Mar.
“Nirma! Sebetulnya ada apa?!” Bu Mar mengikuti Nirma yang masuk kedalam rumahnya.
Lagi-lagi pertanyaan Bu Mar tidak mendapatkan jawaban.
Nirma mengangkat Kamal yang tertidur pulas di dalam ayunan. Bayi mungil itu langsung terbangun dan terkejut, ia menangis kencang.
“Sayang ayo kita pergi dari sini!”
“Nirma kau mau kemana? Mengapa pertanyaan saya sama sekali tak ada di tanggapi?!”
.
.
Bersambung.
Next ~ udah mulai terungkap ya Kak, tentang juragan Byakta, terlibat atau tidaknya perihal aksi Linda🥰
restu dah dikantongi tinggal gasssss polllll resepsi yeeeeeeeee
Gak tahu aja mereka, kalau juragan Byakta dan Aji sudah mepersiapkan seminggu sebekum hari H.nya.