NovelToon NovelToon
Alter Ego Si Lemah

Alter Ego Si Lemah

Status: sedang berlangsung
Genre:Ketos / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi / Fantasi Wanita / Bullying dan Balas Dendam / Balas dendam pengganti
Popularitas:561
Nilai: 5
Nama Author: Musoka

Apakah benar jika seorang gadis yang sangat cantik akan terus mendapatkan pujian dan disukai, dikagumi, serta disegani oleh banyak orang?

walaupun itu benar, apakah mungkin dia tidak memiliki satu pun orang yang membencinya?

Dan jika dia memiliki satu orang yang tidak suka dengan dirinya, apakah yang akan terjadi di masa depan nanti? apakah dia masih dapat tersenyum atau justru tidak dapat melakukan itu sama sekali lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Musoka, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Rumah sakit

Happy reading guys ;)

•••

“Vanessa!” jerit Angelina, melihat Vanessa berada di dalam ruangan itu dengan keadaan yang sudah sangat kacau.

Saat ini, tubuh Vanessa sedang terikat di kursi, rambutnya sudah acak-acakan, beberapa luka gores dan lebam memenuhi tubuh gadis itu. Bahkan, ada darah bercucuran yang berasal dari wajah Vanessa.

Angelina sontak berlari, menghampiri Vanessa yang sudah tidak sadarkan diri. Ia dengan cepat melepaskan tali yang mengikat tubuh sang sahabat, lalu memeluknya dengan cukup erat.

“Van, lu kenapa? Lu kenapa bisa sampai kayak gini?” Air mata Angelina semakin turun dengan menjadi-jadi, membasahi seragam Vanessa yang sudah sangat kotor.

Angelina meregangkan pelukannya, merebahkan tubuh Vanessa dan menaruh kepala gadis itu di atas pangkuannya. Ia mengambil handphone dari dalam saku seragam, dengan tangan yang bergetar hebat mulai menghubungi Karina.

“Halo, Ngel,” sapa Karina dari seberang telepon.

“Ha … Halo, Kar. L … lu bi … sa ke tempat gue gak?” tanya Angelina, suaranya sesenggukan dan sangat gemetar.

“Ngel, lu kenapa? Lu lagi nangis,ya?” tanya balik Karina.

Angelina menghapus air mata yang masih terus turun, membuka mulut, berusaha menormalkan kembali suaranya.

“Ngel, lu gak papa, kan?” Karina kembali bertanya, saat Angelina tidak menjawab pertanyaan sebelumnya.

“Gue gak kenapa-napa, Kar. Tapi, Vanessa—”

“Vanessa kenapa, Ngel?” Potong Karina, suaranya terdengar sangat panik saat mendengar nama Vanessa.

Angelina menundukkan kepala, air matanya kembali turun saat melihat wajah Vanessa. “Gu … gue gak bisa jelasin, Kar. Please, cepet ke sini.”

“Posisi lu sekarang di mana?”

“Di gudang deket kelas sebelas, Kar,” jawab Angelina.

“Oke, gue ke sana sekarang.” Karina mematikan sambungan telepon secara sepihak.

Air mata Angelina jatuh membasahi kedua pipi Vanessa yang sudah berlumuran dengan darah. Gadis itu mengelus lembut pipi sang sahabat, beberapa kali merutuki dirinya sendiri karena telah membiarkan Vanessa pergi sendirian.

Angelina menghapus air mata yang masih terus mengalir, mengembuskan napas beberapa kali, lalu berusaha memapah tubuh Vanessa. Namun, gadis itu tiba-tiba mengurungkan niat, Karena menyadari bahwa badannya masih bergetar dengan hebat dan sudah sangat lemas. Ia takut, malah akan memperburuk kondisi Vanessa jika masih kekeh memapah tubuh sang sahabat.

Beberapa menit telah berlalu, Angelina masih terus menangis dan setia mengelus lembut pipi Vanessa. Sampai pada akhirnya, ia mendengar suara Karina dan Renata dari ambang pintu gudang.

“Vee!” Kedua mata Karina melebar sempurna, gadis itu dengan cepat langsung berlari menghampiri tempat Angelina dan Vanessa berada.

Karina mengamati tubuh Vanessa dari kepala hingga kaki. Badannya seketika mulai bergetar saat melihat betapa kacaunya tubuh sang sahabat. Ia menoleh ke arah Angelina, lalu menangkup kedua pipi gadis itu.

“Ngel, Vee kenapa? Kenapa dia bisa jadi gini?” tanya Karina, seraya menghapus air mata Angelina yang masih terus mengalir.

Angelina menggelengkan kepala, masih dengan air mata yang terus keluar. “G-gue gak tau, Kar. Waktu gue sampe sini, Vanessa udah kayak gini.”

Melihat Angelina kembali menangis, membuat Karina yang juga sedih mau tidak mau harus sedikit menjadi lebih kuat. Ia menutup mata sejenak, lalu menghapus air mata Angelina.

“Ngel, udah, ya, jangan nangis lagi. Sekarang, kita bawa Vanessa ke rumah sakit, oke?”

Angelina perlahan-lahan mengangguk, menghapus air mata, mulai membantu Karina memapah tubuh Vanessa. Namun, saat ingin berdiri, tubuh Angelina kembali jatuh, tenaga gadis itu benar-benar sudah habis lantaran terkuras oleh rasa takut yang menghantuinya. Beruntung, ada Renata yang sudah siap menahan tubuhnya.

“Angel!” teriak Karina, melihat tubuh Angelina ditahan oleh Renata.

“Ngel, lu gak papa?” tanya Renata.

Angelina menundukkan kepala, kedua tangannya sudah mengepal sempurna, merasa sangat kecewa pada dirinya sendiri karena tidak berguna disaat-saat seperti ini.

“Van, Kar, maaf. Maafin gue karena gak bisa berbuat apa-apa,” gumam Angelina, tetapi masih dapat didengar oleh Karina dan Renata.

“Hei, lu jangan ngomong kayak gitu, Ngel. Yang lu lakuin udah lebih dari cukup. Coba sini lihat muka gue.” Renata memegang dagu Angelina, membuat gadis itu sontak menatap wajahnya. “Kalo bukan karena lu, kita sampai sekarang belum nemuin Vanessa. Jadi, jangan merasa bersalah kayak gini.”

“Tapi, Kak—”

Ucapan Angelina terpotong saat terdengar suara langkah kaki seseorang yang sedang berjalan mendekati gudang.

Mendengar itu, membuat Angelina, Karina, dan Renata sontak menoleh ke arah sumber suara. Dari tempat mereka, ketiga gadis itu dapat melihat Fajar bersama dengan dua orang security sedang berlari memasuki ruangan gudang.

“Ren, kamu gak kenapa-napa?” tanya Fajar, napasnya memburu tak beraturan, melihat tubuh Renata dari atas hingga bawah.

Renata dengan cepat menggelengkan kepala. “Aku gak kenapa-napa, Jar. Tapi, Vanessa sama Angel, mereka berdua gak baik-baik aja. Jadi, tolong bantu aku sama Karina buat bawa mereka berdua ke rumah sakit, please.”

Fajar mengalihkan pandangan ke arah Angelina dan Vanessa. Kedua mata cowok itu sontak melebar, saat melihat keadaan Vanessa yang sudah tidak karuan. Ditambah, ia juga melihat tubuh Angelina yang bergetar dengan sangat hebat.

Kedua tangan Fajar perlahan-lahan mulai mengepal sempurna. Ia menoleh ke arah dua orang security yang tadi datang bersamanya. “Pak Prap, Pak Aan tolong bantu saya buat bawa Angel sama Vanessa ke rumah sakit.”

Kedua security itu mengangguk, berjalan mendekati tempat Angelina dan Vanessa berada, lalu membawa kedua gadis itu keluar dari dalam ruangan gudang menuju mobil Fajar yang terparkir di parkiran sekolah.

Sepanjang perjalanan menuju parkiran, Karina yang saat ini sedang berjalan di samping Renata tidak henti-hentinya berdoa untuk keselamatan Vanessa. Bahkan, ia juga bersumpah, akan menghukum dirinya sendiri bila keadaan sang sahabat semakin memburuk.

•••

Waktu telah menunjukkan pukul 21.00. Saat ini, di depan ruangan IGD sebuah rumah sakit terlihat Karina sedang berjalan mondar-mandir seraya menggigit jari-jemari tangannya.

Gadis itu terus-menerus berdoa untuk kesembuhan sang sahabat yang sedang berada dalam penanganan dokter. Ia beberapa kali juga tidak lupa melihat ke arah pintu ruangan IGD, berharap seorang dokter segera keluar, dan memberitahu kabar baik kepadanya.

“Karina,” panggil Galen, berlari mendekati Karina dengan diikuti oleh Livy.

Mendengar namanya dipanggil, Karina sontak menoleh. “Kak Galen.”

“Gimana keadaan Vanessa, Kar? Dia sekarang di mana? Adekku gak kenapa-napa, kan?” cecar Galen, memegang kedua pundak Karina.

Karina menggigit bibir bawah, rasanya sangat berat saat ingin menjawab semua pertanyaan dari Galen. Ditambah, ia dapat melihat raut putus asa yang terpancar dari kedua mata kakak Vanessa itu.

“Kar, jawab. Vanessa gak kenapa-napa, kan? Dia baik-baik aja, kan?” Kedua mata Galen mulai berkaca-kaca, bayang-bayang negatif tentang keadaan sang adik perlahan-lahan mulai memenuhi isi kepalanya.

Mendengar suara Galen yang mulai naik, membuat Livy sontak mengelus lembut punggung sang tunangan. “Sayang, sabar, tenangin diri kamu.”

“Gimana aku bisa tenang kalo belum tau keadaan adek aku sendiri sekarang,” ujar Galen, menatap sekilas wajah Livy. “Karina, tolong jawab, gimana keadaan Vanessa?”

Karina perlahan-lahan menggelengkan kepala. “Aku juga belum tau, Kak. Vee masih ada di dalam, dan dokter masih meriksa keadaan dia.”

Galen mengangkat kepala, melihat ke arah ruangan yang berada di depan sana. Ia melepaskan pegangan pada bahu Karina, dan perlahan-lahan mulai mengepalkan kedua tangan.

Galen berjalan mendekati pintu ruangan IGD, menutup mata, meminta kepada sang pencipta agar sang adik tidak meninggalkannya sendirian di dunia yang kejam ini.

Sepergian Galen, Karina mendudukkan kepala, merasa sangat bersalah kepada cowok yang sudah dirinya anggap sebagai kakak itu.

“Jangan terlalu merasa bersalah. Ayo, duduk, aku yakin kamu pasti cape banget,” ajak Livy, menyentuh pundak kanan Karina saat merasa bahwa gadis itu terlalu menyalahkan diri sendiri.

Mendengar ajakan dari Livy, Karina perlahan-lahan mulai mengangkat kepala, sedikit membuka mulut kala melihat wajah cantik milik perempuan itu. “Nggak perlu, Mbak. Aku berdiri aja sampai ada kabar dari dokter.”

“Hei, jangan kayak gitu. Vanessa pasti sedih kalo tau kamu kayak gini. Kamu juga harus istirahat, jangan sampai kamu sakit gara-gara terus-terusan nyalahin diri kamu sendiri,” jelas Livy, masih setia menyentuh pundak kanan Karina, “Ayo, duduk, kamu gak mau, kan, bikin Vanessa jadi sedih?”

Karina menutup mata sejenak, kedua keningnya mengerut saat membayangkan wajah Vanessa yang sedang sedih. Ia perlahan-lahan mulai membuka mata, mengangguk, menyetujui ajakan dari Livy.

Livy membawa Karina menuju beberapa kursi yang ada di depan ruangan IGD. Perempuan itu mendudukkan tubuh Karina di samping Angelina yang sedang menundukkan kepala.

Setelah berhasil membujuk Karina untuk duduk, Livy mengalihkan pandangan ke arah Galen. Ia mengembuskan napas panjang, berjalan mendekati sang tunangan yang berdiri diam seraya melihat ke arah ruangan IGD.

“Sayang,” panggil Livy, seraya memberikan elusan lembut pada punggung lebar Galen.

Galen menoleh, tatapannya telah berubah menjadi sangat sendu dengan air mata yang sudah siap untuk mengalir kapan saja.

Melihat itu, membuat hati Livy benar-benar teriris. Ia menangkup wajah Galen, membawa sang tunangan masuk ke dalam pelukannya.

“Aku takut Vanessa kenapa-napa,” gumam Galen, tubuhnya perlahan-lahan mulai bergetar.

“Ssstt, jangan bilang kayak gitu, Vanessa pasti baik-baik aja,” ujar Livy, berusaha menenangkan Galen.

Kedua tangan Galen mulai membalas pelukan Livy. Cowok itu menyembunyikan wajahnya di leher dan rambut panjang sang tunangan, menghirup aroma Livy untuk sedikit menenangkan pikirannya yang sudah pergi ke mana-mana.

Livy melihat ke arah ruangan IGD yang masih tertutup, menggigit bibir bawah, perasaan buruk perlahan-lahan memenuhi kepala dan hatinya. Ia menutup mata sejenak, berusaha menghilangkan perasaan itu dari dalam tubuhnya.

“Ya tuhan, tolong lindungi calon adik ipar saya, sembuhkan dia, jangan berikan dia cobaan yang sangat begitu menyakitkan. Jikalau engkau ingin memberikan cobaan, berikanlah saja ke saya, jangan ke Vanessa,” batin Livy, kedua matanya sedikit mengeluarkan cairan bening.

To be continued :)

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!