Devina adalah seorang mahasiswi miskin yang harus bekerja sampingan untuk membiayai kuliahnya dan biaya hidupnya sendiri. Suatu ketika dia di tawari dosennya untuk menjadi guru privat seorang anak yang duduk di bangku SMP kelas 3 untuk persiapan masuk ke SMA. Ternyata anak lelaki yang dia ajar adalah seorang model dan aktor yang terkenal. Dan ternyata anak lelaki itu jatuh cinta pada Devina dan terang-terangan menyatakan rasa sukanya.
Apakah yang akan Devina lakukan? apakah dia akan menerima cinta bocah ingusan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tami chan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Training Anik
Devi menatap wajahnya di cermin kecil yang selalu setia di dalam tas ranselnya.
Dia menyunggingkan senyum, memperlihatkan deretan giginya yang putih, lalu memejamkan matanya, malu.
"Beneran nih? wajah biasa aja kayak gini di bilang cantik sama Devan?" gumamnya masih tak percaya.
Setelah pulang dari pantai kemarin, semalaman Devi tak bisa tidur. Hatinya terlalu membuncah bahagia hingga dia kesulitan memejamkan mata. Ingin rasanya dia mengambil ponsel dan menelpon atau berkirim pesan dengan Devan saat tak bisa tidur, namun niat itu dia urungkan. Kasihan Devan pasti kelelahan karena harus membawa motor untuk perjalanan yang lumayan jauh.
Devi kembali menatap wajahnya, masih tak percaya jika seorang Devan Mahendra, artis muda dan juga model tampan itu, bisa tertarik padanya.
"Kayaknya mulai sekarang, aku harus lebih sering beramal. Biar Tuhan nggak merubah hati Devan dan berpaling dariku..." ucap Devi sambil terkikik.
"Devi!" teriakan dari seorang wanita yang sangat Devi kenal, membuyarkan kebahagiaan Devi. Dengan malas Devi menoleh dan melihat Anik berjalan cepat mendekatinya.
"Lu nanti bisa training gue, kan?!" ucapnya.
"Iya," jawab Devi singkat.
"Awas kalau Lu batalin janji! itu berarti Lu memang nggak mau keluar dari tokonya Dimas!" Anik mengacungkan jarinya di depan wajah Devi.
"Huff.. please deh! Lu segitu naksirnya ya, sama Dimas? sudah siap nyali ngelawan Kak Sita?" tanya Devi.
"Me-mereka sudah putus kok, sejak kejadian Lu pelukan sama Dimas.. eh!" Anik segera menutup mulutnya dengan tangan.
"Ooh! jadi Lu yang motret gue! terus kirim foto itu ke Sita, supaya hubungan Sita dan Dimas hancur?! Lu sengaja jadiin gue kambing hitam!" kesal Devi.
"ck! apaan sih, gue masih ada urusan! sampai nanti di toko!" Anik langsung balik kanan dan ngacir meninggalkan Devi mulai emosi.
"Dasar sialan!" kesal Devi. Namun beberapa detik kemudian dia kembali tersenyum. Hatinya terlalu bahagia, hingga nggak ada satupun yang bisa membuatnya murung, sedih ataupun marah. Semua berkat Devan.
"Ooh... tiga tahun.. lamanya tiga tahun..." Devi memeluk dirinya sendiri sambil mesem-mesem nggak jelas.
'Ting!' terdengar sebuah pesan di ponselnya, dan Devi langsung meengeceknya.
[Les jam 3, ya!] tulis Devan.
[Oke.] balas Devi cepat.
[💓]
"Aaaahhhhh..." Devi langsung meleyot gara-gara emot love yang di kirim Devan.
"So sweet banget si kamu, Dev! gemes! gemes! gemes!" ucap Devi sambil menciumi ponselnya.
...
"Cara mengoperasikan mesin kasirnya begini," terang Devi pada Anik yang berdiri tenang di sampingnya sambil memperhatikan Devi.
"Gampang, kan?"
Anik manggut-manggut, "cuma ketika kode terus enter, kan? gampang lah, aku bisa!" jawab Anik.
"Nanti kalau ada customer, kamu yang layanin jadi sekalian belajar."
Anik mengangguk.
"Setiap berangkat dan mau pulang, harus ingat rapihin rak! jangan sampai berantakan. Sesekali di lap itu rak dan bungkus-bungkus dagangan biar nggak ada debu."
"Iyalah..." jawab Anik malas.
"Lantainya juga di sapu kalau kotor!"
"Hmm!"
Devi memandang Anik yang tak beranjak dari duduknya. "Ini sampah, kan? sapu lah!" ucap Devi kesal.
"Ck! lu aja napa sih!" ucap Anik kesal.
"Lhah lu yang lagi di training! di sini gue senior ya! kalau di suruh, nurut aja!" kesal Devi.
Anik melotot ke arah Devi, lalu beranjak dan mengambil sapu d an pengki kemudian membersihkan kotoran yang bercecer di lantai toko.
"Puas?!" kesalnya.
"Gitu dong! lain kali kalau kerja itu nggak perlu di perintah! harus punya inisiatif! paham, nggak!"
Anik kembali melotot, kesal dengan Devi yang sok sekali padanya.
"Dev?" tiba-tiba Dimas muncul dan mendekati Devi.
"Ini.. HP yang aku janjikan..." Dimas menyerahkan sebuah papperbag pada Devi.
"Duh, Kak.. nggak usah aja lah, lagian aku kan udah keluar juga..." ucap Devi berusaha menolak secara halus.
"Anggap saja ini pesangon buat kamu, Terima ya?" Dimas meraih tangan Devi dan menggantungkan tapi papperbag itu di sana.
"Terima kasih buat kerja kerasmu selama dua tahun ini, maaf ya, kalau aku atau Sita pernah bikin kamu nggak nyaman."
Devi tersenyum sambil menganggukkan kepalanya, "sama-sama Kak, aku juga minta maaf kalau selama kerja di sini suka telat dan malas bebersih."
Devi melirik jam tangannya, "Ah sudah hampir jam 3, aku pulang dulu ya."
Dimas menatap jam tangan Devi, lalu menarik tangannya yang berhiaskan jam tangan berwarna silver itu.
"Alexandre Christy!" gumamnya. Lalu dia menatap Devi.
"Kenapa?" tanya Devi.
"Hati-hati ya, sayang kalau sampai hilang. Jam mahal ini," ucap Dimas sambil tersenyum masam. Devi yang dulu selalu berpenampilan sederhana, kini berangsur-angsur berubah. Dia mulai menyukai benda bermerk sejak berhubungan dengan Om-Om. Begitulah yang ada dalam pikiran Dimas.
"Masa sih? berapaan sih? paling seratus atau dua ratusan kan?"
Dimas menggeleng, "sepertinya yang seri ini sekitar 900 sampai satu juta lebih."
"Apa!" kaget Devi. "Aduh, di simpen aja kali ya!" Devi langsung melepaskan jam tangan pemberian Devan dan menyimpannya di dalam tas ranselnya. Dia takut jika jam mahal itu sampai hilang.
"Ka-kalau gitu, aku permisi dulu!" Lalu Devi pun bergegas pergi karena tak mau Devan menunggu lama.
Anik mendekati Dimas yang terus menatap kepergian Devi, hingga Devi naik bis dan tak terlihat.
"Dia sekarang punya pacar kaya, Kak. Makanya keluar dari sini," ucap Anik sengaja memancing emoasi Dimas.
"Iya aku tau, aku pernah ketemu sama Om-Om yang dekat dengan Devi.. dia nganterin Devi pulang malam-malam..." ucap Dimas sambil mendesah, lalu berjalan masuk ke gudang kecil tempat penyimpanan barang di tokonya.
"Apa!" kaget Anik. Dia tak menyangka jika ucapan bohongnya ternyata benar-benar terjadi. Devi benar-benar sudah punya sugar daddy!
...
Devi mengetuk pintu rumah Devan diikuti debaran keras di dalam dadanya. Biasanya dia tak segugup ini, tapi kali ini berbeda. Karena kejadian kemarin, Devi tak bisa melihat Devan sebagai murid les nya lagi, dia melihat Devan sebagai lelaki yang menyukainya... Aaahh! pengen salto rasanya.
Ceklek, pintu terbuka dan muncullah sosok tampan bak malaikat pencabut cinta.
Dia tersenyum, lalu menggeser tubuhnya agar Devi bisa masuk.
Devi berusaha bersikap biasa, dia membalas senyum Devan walau tampak kaku. Lalu dia pun berjalan masuk ke dalam rumah megah itu.
"Kok sepi?" tanya Devi.
"Mama masih di tempat Kak Vin-vin, nanti mereka bakal datang jam 5," Devan meraih jemari Devi dan menuntunnya.
"Me-mereka? Kak Vin-vin mau ke sini?" tanya Devi makin gugup. Berarti saat ini mereka hanya berdua saja dong? "Astaga Devi! jangan berpikir yang tidak-tidak! lawanmu masih bocil!"
"Iya, hari ini jadwal makan malam bareng," ucap Devan singkat. Lalu dia membuka pintu kamarnya dan mengajak Devi masuk.
"Kamu sudah makan siang?" tanyanya.
"Su-sudah kok," jawab Devi berusaha tetap tenang, dia pun mendudukan bokongnya di kursi yang biasa dia gunakan untuk mengajari Devan. .
"Aku ambilin buah aja ya?" lalu Devan segera keluar dari kamarnya.
Meninggalkan Devi yang terus berdebar-debar tak karuan.