bagaimana jika anak kembar di perlakukan berbeda? satu di sayang bagai ratu dan satu lagi di perlakukan layaknya babu.
perjuangan Alana di tengah keluarga yang sama sekali tak pernah menganggap nya ada, ingin pergi namun kakinya terlalu berat untuk melangkah. Alana yang teramat sangat menyayangi ayahnya yang begitu kejam dan tega padanya, mampukah Alana bertahan hingga akhir? akankah Alana mendapat imbalan dari sabar dan tabah dirinya sejauh ini?
cerita ini hanya fiktif belaka ya, kalo ada yang namanya sama atau tempat dan ceritanya itu hanya kebetulan, selamat membaca😊❤
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ratna_dee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Alana 16
"cepet banget, lo gak di apa-apain kan sama om tadi?" tanya Jinan saat Alana kembali duduk bersama mereka
"gak kok, aman" jawab Lana, Lana tidak ingin orang lain tau tentang Black Card yang di simpan nya sebelum benar-benar jelas dengan asal usul nya.
Aluna yang baru datang ke kantin bersama Lingga ikut nimbrung dengan mereka karena Lingga, Lingga duduk di samping Gilang dan Aluna tak mau jauh darinya
"tumben, ada gerangan apa nih tiba-tiba lo duduk bareng kita" celetuk Jinan
"gak boleh?" tanya Lingga menyipitkan mata
"bukannya gak boleh, tapi acara makan siang kami jadi kurang damai" jawab Jinan, sekarang keadaan kantin malah heboh karena kedatangan mereka,
"udahlah Nan, mereka juga gak gigit kan" celetuk Gilang
"bukan salah kami juga kalo mereka heboh" sahut Aluna membela diri
Jinan memutar bola matanya malas, malas menjawab ucapan Aluna. Lingga malah menghela nafas melihat reaksi Jinan yang tidak bisa diam menyembunyikan rasa tak sukanya, Lingga sendiri mulai terbiasa dengan keberadaan Aluna yang terus mengekorinya walau terkadang sangat risih
Lingga bukan sombong, tapi sejak kecil hanya Jinan yang menjadi teman perempuannya, lingga tidak tau cara menghadapi perempuan lain selain Jinan, seperti Aluna yang semakin dia menjauh Aluna semakin mengejarnya.
Lana memperhatikan tiga orang yang sedang menikmati makanannya itu, Aluna sedikit kaku setelah tau Jinan, Nata dan Gilang mengetahui kebenaran tentang nya dan Lana, Aluna tidak mencoba memikirkan cara untuk membungkam mereka Aluna tidak ingin ada orang lain yang tau kebenarannya apalagi Lingga, bagaimana jika image nya buruk di mata Lingga saat dia tau nanti? Aluna sedikit cemas dengan Jinan yang tak pernah takut untuk bicara ceplas ceplos itu
"gak makan?" tanya Lana yang sadar dengan diamnya Aluna sejak tadi
"gak mungkin buat makan aja lo butuh di pesenin kan?" sahut Jinan menatap sinis pada Luna
"mau abang pesenin gak dek? adek mau apa, abang yang traktir" Gilang juga ikut bicara, menggoda Aluna dengan gaya buaya khasnya
"gak perlu, gue gak laper" jawab Luna acuh
"aduhh, hati abang terpotek melihat cueknya sikap adek" ucap Gilang lagi, bersedih
"bisa stop gak Lang! jijik tau gak sih dengernya" kesal Jinan, Nata malah tertawa melihat Gilang yang mendapat amarah Jinan
"gak boleh galak, cewek itu harus anggunly kayak dek Luna, coba liat dia udah cantik, kalem anggunly lagi beuuhh meleot hati abang dek" Gilang masih tak berhenti untuk bicara, Jinan tidak mau lagi menyambut ucapan Gilang, noraknya Gilang yang menggoda Aluna cukup membuatnya bergidik ngeri
.
bell berbunyi menandakan jika waktu belajar sudah habis, Alana dan Jinan bersiap untuk pulang. siang ini Alana tidak mau merepotkan Gilang ataupun Jinan dia ingin pulang sendiri, Alana akan langsung menuju Caffe tempatnya berkerja, di tasnya sudah ada pakaian kerja yang dia bawa, sengaja karena tidak ingin pulang
Alana naik ojol, tempat kerjanya tidak terlalu jauh tapi jika jalan kaki akan memakan waktu yang cukup jadi Lana memilih untuk naik ojol
sampai di Caffe, Lana di sambut ramah oleh teman-teman kerjanya. awalannya Lana berfikir dia mungkin tidak akan mendapat satu teman pun disana karena kemarin Lana sepertinya melihat mereka sedang membicarakannya di belakang
"Hai, nama aku Lily salam kenal ya" sambutnya meraih tangan Lana
"aku Tika" sahut lainnya juga merebut tangan Lana
"gue.. eh aku Lana, salam kenal ya" ucap Lana mencoba tersenyum
"udah tau kemarin tuan mud.. err, Gilang udah ngasih tau kami" senyum Lily,
Lana mulai berteman dengan mereka, hari itu cukup menyenangkan karena meski Lana sedikit kesulitan Lily dan Tika selalu membantu dan mengajarinya, Happy Caffe cukup besar dan ramai juga tempatnya mewah dengan dekorasi yang cukup estetis. entah dimana Gilang bertemu dengan pemilik Caffe dan berteman dengannya, Lana cuma tau jika Gilang adalah Anak terakhir yang di manjakan orang tuanya
bekerja hingga jam 10 malam, Alana sama sekali tidak mengeluh meski belum istirahat dari pulang sekolah siang tadi, Alana pulang dengan Taxi online. sepanjang perjalanan Hp nya terus berbunyi, Alana sengaja mengabaikannya karena itu dari Rayn dan Pharta Alana ingin mengumpulkan tenaga sebelum sampai di rumah, dia tau apa yang akan dia hadapi nanti
"tau jalan pulang juga lo? kemana aja sampai malam keluyuran di luar hah!!" teriak Pharta di wajah Alana
"Lana.. kerja bang" jawab pelan Alana, kali ini Lana tidak menunduk seperti biasanya
"kerja lo bilang? lo masih di biayain hidup dan lo bilang lo kerja??" bentak Rayn juga
"dengan uang 50 ribu perminggu itu tidak mencukupi kebutuhan Alana sama sekali bang, maaf tapi kebutuhan Alana banyak dan Alana bisa cari uang sendiri" jawab Alana
"oh? maksut lo keluarga kita gak nge biayain lo dengan bener gitu?" sahut Seno yang duduk di sofa
"Lana gak bilang gitu, abang gak usah khawatir Lana bisa hidupin diri sendiri kok" ucap Alana berjalan menjauhi mereka
"ALANA!!!" teriak Kunan yang sangat kesal dengan sikap putrinya itu
"kamu sudah bisa mencari uang sendiri dan menolak uang yang saya berikan? sombong sekali kamu!!" bentak Kunan penuh amarah
"Ayah tau aku kerja buat nafkahin diri sendiri sejak aku masih SD kan? Ayah seharusnya gak terkejut, kenapa Alana gak ngambil uang yang Ayah kasih bukan karena Alana gak butuh uang Ayah lagi, tapi Lana ingin lebih mandiri, Lana gak akan nyusahin Ayah lagi seperti sebelumnya" ucap Alana tenang menghadapi kemarahan Ayahnya
"Alana juga udah terbiasa nyari uang sendiri, karena itu mulai sekarang Lana gak akan lagi nyusahin Ayah" lanjutnya lagi, Alana meninggalkan Ayahnya untuk masuk kekamar. Alana ingin istirahat sekarang ini
"ke ruang kerja saya, sekarang juga Alana!" ucap Kunan, sikap Alana yang seperti ini membuatnya sangat jengkel
Alana terpaksa mengikuti ucapan Ayahnya, dia tidak bisa menolak atau hukuman yang jauh lebih berat akan di terimanya nanti, tanpa melepas tasnya Alana berjalan menuju ruang kerja Ayahnya
Pharta dan dua orang lainnya terdiam melihat Alana yang menurut saja saat Ayah mereka memanggilnya untuk di hukum, Seno berdiri dan meninggalkan ruang tamu, Seno masuk ke kamarnya. Pharta dan Rayn masih di tempat entah apa yang mereka pikirkan mereka hanya diam tanpa peduli dengan satu sama lain
"siapa yang mengajarimu untuk membangkang!" tanya Kunan menatap tajam putrinya
"Alana gak pernah durhaka sama Ayah" jawab Alana tenang tanpa ekspresi
"kamu mulai banyak bicara sekarang, apa kamu tidak takut saya hukum sampai mati?" ancam Kunan masih dengan posisi nya duduk di meja kerjanya
"Ayah, Alana gak pernah berhenti mendapat perlakuan kasar ayah, Alana selalu di hukum meski Alana gak berbuat apa-apa, Alana gak pernah ngeluh, Alana bisa hidup sejauh ini aja udah buat Alana heran dengan keajaiban Tuhan, Ayah kalo mau bunuh Alana kenapa gak dari dulu aja? Alana gak akan rasain sakit sampai sekarang" sahut Alana menahan air matanya
"kamu berani? siapa yang memberimu keberanian untuk bicara Alana!" teriak Kunan tidak senang
"Alana mati rasa Yah, Alana gak lagi takut sama semua hukuman-hukuman Ayah, Alana juga gak lagi harapin kasih sayang Ayah kalo Ayah mau buang Lana silahkan dan kalo Ayah mau bunuh Lana juga Lana gak akan nolak.. makasih Yah udah jadi Ayah terbaik buat Lana" jawab Lana lagi bahkan dengan tersenyum yang di paksakan
"ALANA!!!" teriak Kunan melayangkan rotan pada tubuh kurus putrinya itu