Park Eun-mi, seorang gadis Korea-Indonesia dari keluarga kaya harus menjalani banyak kencan buta karena keinginan keluarganya. Meski demikian tak satupun calon yang sesuai dengan keinginannya.
Rayyan, sahabat sekaligus partner kerjanya di sebuah bakery shop menyabotase kencan buta Eun-mi berikutnya agar menjadi yang terakhir tanpa sepengetahuan Eun-mi. Itu dia lakukan agar dia juga bisa segera menikah.
Bagaimana perjalanan kisah mereka? Apakah Rayyan berhasil membantu Eun-mi, atau ternyata ada rahasia di antara keduanya yang akhirnya membuat mereka terlibat konflik?
Yuk! Simak di novel ini, Kencan Buta Terakhir. Selamat membaca.. 🤓
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Puspa Indah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAGIAN 16
In-ho tengah duduk di sebuah cafe. Jari jemari kedua tangannya bertaut di atas meja. Ia terlihat tengah termenung dan sesekali meneguk air putih di hadapannya. Ia sedang menunggu kedatangan Park Eun-mi, teman kencan butanya. Hatinya merasa gundah mendapati kenyataan yang tak sesuai dengan sangkaan awalnya.
Dua Minggu yang lalu, ibunya yang sepertinya sudah lelah menunggu inisiatif In-ho akhirnya menawarkan perjodohan padanya. Seorang wanita keturunan Indonesia katanya. Berasal dari keluarga terpandang yang memiliki hubungan baik dengan keluarganya. Pikiran In-ho langsung teringat pada Asna. Apalagi saat mendengar kalau wanita itu mengelola toko roti yang benar-benar dikenal In-ho sebagai tempat ia mengamati Asna dari jauh.
Tak terkira begitu senangnya dia. Apa yang selama ini hanya bisa ia andai-andaikan, ternyata malah datang begitu saja ke hadapannya. Tentu saja dia langsung menyetujuinya. Park Eun-mi, rupanya itu nama koreanya. Begitu sangkaan In-ho yang hati dan pikirannya sudah tertutup taburan beribu bunga.
Namun dia menjadi kebingungan saat Rayyan mengatakan kalau Park Eun-mi bukanlah Asna. Sejak hari itu dia merasa gundah, ternyata harapannya tidak sesuai kenyataan. Dan ini semua terjadi karena keteledorannya yang langsung menyetujui tanpa mencari tahu lebih jelas tentang informasi penting lainnya. Dia benar-benar tak menyangka kalau di toko itu ternyata ada wanita lain yang juga keturunan Indonesia.
Nasi sudah menjadi bubur, nama baik dan kehormatan keluarganya dipertaruhkan bila dia membatalkan perjodohan ini. Dengan berat hati, In-ho akhirnya bersedia untuk melanjutkan prosesnya demi keluarganya. Dan ia harus rela melepaskan angan-angannya untuk bisa mendapatkan Asna. Lagipula harapannya untuk menggapai itu kelihatannya teramat sulit mengingat kondisi Asna sekarang.
Realistis, itulah yang dia pegang sekarang. Semoga apa yang telah diputuskannya takkan pernah disesalinya nanti.
"Selamat siang. Maaf membuat anda menunggu lama. Saya Park Eun-mi", lamunannya disadarkan oleh seseorang.
Eun-mi sudah tiba dan berdiri di samping meja tanpa disadari In-ho. Sontak In-ho berdiri dan membungkuk untuk membalas salam Eun-mi.
"Oh, maaf. Selamat siang. Saya Jeong In-ho. Senang berjumpa dengan anda", sahut In-ho yang kemudian mempersilahkan Eun-mi untuk duduk.
Eun-mi mengakui kalau pria di hadapannya ini memang memiliki kesan yang berbeda dari semua teman kencan butanya yang sudah-sudah. Terlihat lebih tenang dengan kharisma yang bisa menarik perhatian siapa saja. Kebanyakan dari teman kencannya akan menampakkan ketertarikan yang besar pada kecantikannya, padahal dia hanya berdandan seadanya. Tapi lihatlah pria ini. Dia bersikap biasa saja padahal hari ini Eun-mi sengaja berdandan lebih dibanding sebelumnya.
Dalam hatinya Eun-mi sudah menyimpulkan, yang terakhir ini pun sepertinya akan gagal. Ya sudah, memangnya harus bagaimana lagi? Yang jelas setelah ini dia akan menyiapkan amunisi peperangan untuk menghadapi keluarganya. Ia akan memilih sendiri calon suaminya. Jodoh impiannya, sebelum terlepas darinya. Dan dia sudah bertekad.
Setelah memesan minum dan makanan kecil, mereka kedua kemudian berbasa-basi sebentar tentang pekerjaan dan kesibukan masing-masing. Percakapan itu sebenarnya mengalir dengan cukup lancar, mungkin karena keduanya punya latar belakang pendidikan yang hampir sama.
Beberapa menit kemudian..
"Maaf, Tuan Jeong. Ada yang harus saya sampaikan sebagai pertimbangan saya pribadi dalam perjodohan ini", Eun-mi mulai menjurus ke pembicaraan yang lebih serius.
Seperti yang sebelum-sebelumnya, ia tak mau berpanjang lama bila memang tak ada kesepakatan masalah keyakinan di antara mereka.
Sementara In-ho sudah mengira dalam hatinya bahwa apa yang ingin dibicarakan Eun-mi adalah apa yang sudah dia diskusikan sebelumnya bersama Rayyan.
"Silahkan", sahut In-ho, bersiap mendengarkan apa yang akan disampaikan Eun-mi.
"Perlu anda ketahui kalau saya adalah seorang muslim. Dan.. agama saya melarang saya untuk menikah dengan yang berbeda keyakinan. Karena itu, sepertinya perjodohan ini tak bisa diteruskan", putus Eun-mi.
Bukankah seharusnya ia menanyakan apakah In-ho bersedia menjadi muslim? Apakah dia sudah merasa lelah karena terus-terusan mendapatkan jawaban yang sama dan akhirnya menjadikan kencan buta kali ini hanya untuk memenuhi janjinya pada Rayyan?
In-ho sendiri juga sedikit terkejut, tak menyangka dengan hal ini. Bukankah seharusnya ia mendapat tawaran apakah bersedia mengikuti keyakinan Eun-mi seperti yang dikatakan Rayyan? Kenapa dia melihat kesan bahwa Eun-mi melakukan ini hanya sebagai sebuah formalitas?
Ya, setelah terlalu sering mengikuti kencan buta, tentu saja wanita ini menjadi semakin lelah dan tak menganggap serius perjodohan mereka.
"Maksudmu, apa kau ingin mengakhiri perjodohan ini sampai disini?", In-ho mencoba memastikan.
Eun-mi hanya mengangguk pelan dengan tatapan datar.
In-ho menghela nafas kemudian terdiam. Lalu ia teringat pada keluarganya yang sangat berharap pada perjodohan ini. Juga pada Rayyan yang sangat ingin membantu Eun-mi agar terbebas dari tekanan keluarganya.
"Maaf Nona Park, apa kau tidak ingin memintaku mempertimbangkan untuk memeluk keyakinan yang sama denganmu?", terpaksa In-ho yang harus memancingnya, walaupun akhirnya terkesan kalau ia sangat mengharapkan perjodohan ini berhasil.
Eun-mi menatap In-ho tak percaya.