Ana, istri yang ditinggal merantau oleh suaminya. Namun, baru beberapa bulan ditinggal, Ana mendapatkan kabar jika suaminya hilang tanpa jejak.
Hingga hampir delapan belas tahun, Ana tidak sengaja bertemu kembali suaminya.
Bagaimana reaksi suaminya dan juga Ana?
Yuk, ikuti kisahnya dalam novel berjudul AKU YANG DITINGGALKAN
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Muliana95, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bertemu Setelah Ingatan Kembali
"Aku bisa mengingat mereka Kinan. Mereka lah, yang menyebabkan aku hilang ingatan. Mereka lah, penyebabnya." ujar Sahil setelah meneguk air pemberian Kinan.
Kinan bahagia, dia memeluk Sahil dengan erat.
"Ana, dia dalam bahaya Kinan. Bagaimana nasib anak-anak ku yang lain? Bagaimana nasib Arkan dan adiknya?" cerca Sahil frustasi.
Kinan hanya bisa menepuk-nepuk punggung Sahil. Jauh dari hatinya merasa takut dan cemburu. Takut karena ingatan Sahil pulih, dan meninggalkannya. Cemburu, karena Sahil khawatir tentang Ana.
Namun, mati-matian Kinan meyakinkan hatinya. Itulah, resiko jadi yang kedua. Apalagi, hubungan mereka yang didasari dari kebohongannya.
Arkan memutuskan menemui Ana dan memberitahukan tentang uwaknya itu. Dia tidak tega melihat Ibunya yang dikelilingi oleh orang-orang munafik.
"Bu, ada hal yang ingin aku sampaikan ..." ujar Arkan pada Ana yang sedang memasak.
"Katakan lah." ujar Ana dengan spatula di tangannya.
"Aku, sudah tahu, siapa orang yang mencoba membunuh Ayah." ujar Arkan membuat Ana menoleh kearahnya.
"Kamu tahu dari mana?" tanya Ana dengan mimik wajah yang sulit untuk di deskripsikan.
"Dengarkan lah ..." Arkan meyerahkan ponselnya. Dan memutarkan rekaman dengan Uwak-nya.
Ana mendengar dengan seksama, dia membekap mulut tidak percaya. Dan tentu saja dia menangis tersedu.
Ternyata, orang yang selama ini dianggap pelindung, adalah penghancur rumah tangganya. Abang-abang yang dianggap malaikat ternyata tidak lebih bejat dari iblis.
"Bu ... Kuat lah ..." Arkan memeluk tubuh ibunya yang jatuh di lantai.
Tubuh Ana lemah seperti tidak bertulang.
"Dari mana kamu tahu Arkan? Katakan, jika rekaman ini palsu. Katakan jika ini hasil editan mu." Ana malah memukuli tubuh Arkan.
Arkan hanya bisa menahan tanpa berniat melarang ibunya. Dia paham jika sekarang Ibunya sedang meluapkan emosi.
"Bu, aku tahu dari Kinan istri Ayah. Maafkan aku, karena diam-diam menemuinya dan bertanya tentang ciri-ciri orang itu." ungkap Arkan.
"Bisa saja dia bohong Arkan ..." ujar Ana. Namun, sedetik kemudian dia kembali menyadari karen di rekaman tadi. Jelas-jelas abang-abangnya mengaku.
"Apa yang harus aku lakukan Arkan? Apa yang harus aku lakukan? Kenapa mereka tega? Kenapa?" Ana meraung meratapi nasibnya.
Saat Ana masih meraung, Arkan malah mendapatkan panggilan dari nomor Kinan. Dia pun mengangkat, dan juga membesarkan suaranya.
"Nak, mereka telah datang kesini." ujar Kinan dari seberang.
Napas Arkan langsung memburu. Begitu juga dengan Ana menatap penuh tanya pada Arkan.
"Bagaimana dengan Ayah?" tanya Arkan.
"Ayahmu, dia ... Ingatannya kembali." terang Kinan. Suaranya seperti berat.
"Benarkah?" Arkan tersenyum menatap ibunya.
"Iya, dan dia meminta waktu untuk bertemu."
"Baiklah, aku akan kesana."
"Tidak, dia yang ingin kesana sendiri." balas Kinan.
"Jangan, lebih baik kita bertemu diluar. Aku takut jika uwak ..."
"Baiklah, tapi tolong ajak ibumu juga. Karena Ayahmu ingin bertemu kalian bertiga."
Hati Ana berdebar-debar, mungkin Sahil mengingatnya. Mungkinkah, Sahil juga mengingat romansa-romansa yang selama ini mereka bangun. Tapi, pegangan tangan Arkan membuatnya sadar. Jika dia tidak boleh berharap apapun. Ya, apapun itu, Ana akan tetap mundur. Dia akan mundur untuk kebaikan hatinya.
Karena dia bukan wanita istimewa yang rela di poligami. Dia bukan wanita dengan kesabaran seluas samudra. Dia hanya wanita biasa, yang egois dan ingin Sahil untuk dirinya sendiri. Dia tidak ingin berbagi, dan juga tidak rela berbagi.
Arkan menyuruh Kayla untuk bersiap-siap. Dia hanya mengatakan akan ke kafe bersama ibu. Tidak memberitahu jika Sahil ajak ketemu.
Kayla tidak berani membantah apapun ucapan dan perintah Arkan. Makanya dia buru-buru bersiap agar Arkan tidak menunggu terlalu lama.
Tiga puluh menit kemudian, mereka siap dan keluar dari rumah. Beruntung, Firman dan Jefri belum pulang, jadi mereka bisa keluar tanpa di ketahui oleh keduanya.
Akhirnya mereka sampai di kafe dekat alun-alun. Arkan memilih tempat itu, karena pertengahan dari tempat tinggal Sahil juga tempat tinggal mereka.
Melihat ada Sahil disana, napas Kayla memburu. Dia hendak pergi namun Arkan memegangi tangannya. Seolah tahu apa yang Kayla pikirkan.
"Ini lah, tujuan kita Kayla. Bersabar dan kuatkan hatimu." tekan Arkan melirik sekilas adiknya.
Sahil berdiri menyambut anak juga istrinya. Ah, benarkan status Ana masih istrinya? Bahkan dia tidak pernah memberikan nafkah lahir untuk Ana.
"Maaf, karena telah. Ayah udah lama?" tanya Arkan menarik kursi untuk Ibunya.
"Ayah juga baru tiba." sahut Sahil hendak menangis. Ya, dia terharu karena Arkan masih memanggilnya dengan sebutan ayah. Bahkan dia tidak pernah menjadi sosok ayah untuknya selama delapan belas tahun terakhir.
"Ini, Kayla ... Adikku ..." ujar Arkan kala melihat mata Sahil menatap Kayla dengan mata berkaca-kaca. Sedangkan Kayla sendiri lebih memilih menunduk seraya meremas jemarinya.
"Kayla ..." Sahil berdiri hendak mendekati Kayla.
"Kumohon, jangan mendekat!" larang Kayla tanpa menatap wajah ayahnya.
Karena di bayangnya masih terjelas bagaimana perlakuan Sahil pada anaknya yang lain.
"Kayla ..." Arkan menegur.
"Bang, kumohon. Mengerti lah!" seru Kayla menatap Arkan.
"Tidak apa, tidak apa." lirih Sahil mencoba memahami Kayla.
"Ana, maafkan aku ..." lanjut Sahil kemudian.
"Maafkan aku, terlalu dalam aku menyakitimu. Maafkan aku, sungguh aku menyesal. katakan apa yang bisa aku lakukan untuk menebus kesalahanku?" sesal Sahil.
"A-aku ... Ceraikan aku ..." ujar Ana kemudian.
"Bu ..." Arkan menggenggam tangan Ibunya.
"Ceraikan aku. Mungkin itu satu-satunya jalan untukku melupakan semua." lanjut Ana menatap Sahil penuh keyakinan.
"Bu ... Ini bukan sepenuhnya salah ayah. Ibu sudah tahu yang sebenarnya kan?" Arkan masih berharap jika Ibunya merubah keputusan.
"Iya ibu tahu, ibu sadar itu. Tapi ibu tidak bisa Arkan. Ibu tidak bisa hidup dengan lelaki yang telah membagi hatinya dengan perempuan lain. Ibu tidak sekuat itu." isak Ana.
"Ibu tidak bisa, dan ibu juga gak mungkin menyuruhnya untuk menceraikan isterinya yang sekarang, karena anak mereka ..." Ana tidak melanjutkan ucapannya.
"Apakah ini adil untukku? Aku juga korban Ana. Aku korban dari keegoisan abangmu." balas Sahil.
"Kamu tahu, kenapa mereka membunuhku? Karena aku tidak mau menikmati perempuan jalang yang mereka sewa. Aku mau melukaimu saat itu. Aku ingin selalu setia padamu Ana. Tapi takdir berkata lain. Aku hilang ingatan dan menikah dengan wanita lain. Apakah aku salah?" tanya Sahil membuat Ana memalingkan wajahnya.
Atas permintaan Arkan, Sahil menceritakan semua kejadian delapan belas tahun lalu.
"Tidak mungkin ..." lirih Ana tidak percaya.
"Tapi, bukankah Armina sempat hamil? Jika anak itu selamat, coba tes dna." tantang Sahil.
"Dia keguguran, dan itu saat bang Firman dan Jefri di kampung." ujar Ana percaya pada ucapan Sahil.
"Jadi, mereka lah yang menyebabkan aku tidak memiliki ayah? Mereka lah, penyebab aku tidak pernah tahu bagaimana rasa cinta pertama terhadap ayah?" lirih Kayla tersenyum. Kemudian bangkit seraya berlari keluar dari kafe.
ana yg tersakiti,Kinan yg menikmati
dan si Jefri dan firman perlu di ruqyah 😁😁