NovelToon NovelToon
Cinta Yang Tertunda

Cinta Yang Tertunda

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Diam-Diam Cinta / Cinta Seiring Waktu / Persahabatan / Romansa / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:3.5k
Nilai: 5
Nama Author: winsmoon

Di sebuah taman kecil di sudut kota, Sierra dan Arka pertama kali bertemu. Dari obrolan sederhana, tumbuhlah persahabatan yang hangat. Setiap momen di taman itu menjadi kenangan, mempererat hubungan mereka seiring waktu berjalan. Namun, saat mereka beranjak remaja, Sierra mulai merasakan sesuatu yang berbeda. Perasaan cemburu tak terduga muncul setiap kali Arka terlihat akrab dengan gadis lain. Akankah persahabatan mereka tetap utuh, ataukah perasaan yang tumbuh diam-diam akan mengubah segalanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon winsmoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 16

Siera melirik jam di pergelangan tangannya. Jarum pendek menunjukkan pukul 18.15, menandakan 45 menit lagi waktu makan malam yang telah Bundanya sampaikan. Tanpa membuang waktu, Siera bergegas ke belakang untuk bersiap-siap.

Setelah selesai beberes, kini Siera berdiri di depan cermin, memandangi refleksi dirinya yang terlihat begitu elegan dan mempesona.

“Cantik,” gumamnya dengan penuh percaya diri, bibirnya melengkung membentuk senyum indah.

“Sesuai permintaan Bunda Ratu, harus terlihat cantik malam ini. Sekali-sekali membuat orang tua senang,” ucapnya pada dirinya sendiri, disertai anggukan kecil.

Siera merapikan rambutnya untuk terakhir kali sebelum mengambil tas kecil di atas meja. Setelah memastikan semuanya sempurna, ia melangkah keluar dengan anggun. Malam ini, penampilannya benar-benar memukau.

“Wah, cantik banget, Bu Bos!” seru salah satu pegawainya sambil tersenyum kagum.

“Ah, kamu bisa aja,” balas Siera sambil tertawa kecil, menanggapi dengan santai.

“Acaranya kayak spesial banget, ya, Kak Sie?” tanya Tiwi penasaran.

“Cuma makan malam biasa, kok. Ini semua permintaan Bunda, makanya aku dandan kayak gini,” jawab Siera sambil tersenyum tipis.

Tiwi dan beberapa pegawai lain hanya mengangguk sambil terus menatap takjub. Penampilan bos mereka malam ini benar-benar berbeda dari biasanya, lebih anggun, elegan, dan bersinar.

“Ya udah, aku duluan ya,” pamit Siera sambil melambaikan tangan kecil kepada mereka. “Oh iya, Wi, kalau nanti pas closingan aku nggak sempat balik, tolong kamu aja yang handle ya.”

“Siap, Kak Sie!” jawab Tiwi semangat, sambil memberi hormat kecil dengan senyum lebar.

Siera melangkah keluar dengan penuh percaya diri, meninggalkan timnya yang masih terkesan oleh pesonanya.

Setelah terjebak dalam kemacetan yang cukup melelahkan, Siera akhirnya tiba di restoran tersebut, meskipun terlambat lima menit dari waktu yang dijanjikan. Sebelumnya, Bundanya sempat mengirimkan pesan, menanyakan keberadaannya dan menyampaikan bahwa Ayah, Bunda, serta teman Bundanya sudah tiba lebih dulu.

Siera menarik napas panjang sebelum memasuki restoran, memastikan dirinya tetap tenang dan anggun. Malam itu, ia mengenakan dress simpel selutut berwarna beige yang membalut tubuhnya dengan sempurna. Potongan A-line pada gaunnya memberikan kesan elegan tanpa berlebihan, menonjolkan sisi lembut dan anggun dari penampilannya.

Rambut hitam panjangnya terurai cantik, bergelombang lembut seperti sutra yang tertiup angin. Sebuah jepit kecil berhiaskan mutiara menghiasi sisi rambutnya, menambahkan sentuhan klasik yang semakin memperkuat kesan anggun.

Riasannya terlihat sederhana namun tetap memukau. Eyeshadow bernuansa cokelat champagne menghiasi kelopak matanya, eyeliner tipis mempertegas garis matanya, pipinya dihiasi blush on coral yang lembut, dan bibirnya dipulas lipstik glossy dengan sentuhan nude peach yang segar. Penampilannya benar-benar membuatnya terlihat memesona tanpa terkesan berlebihan.

Saat melangkah memasuki restoran, suara langkah hak sepatunya yang berwarna nude terdengar pelan. Pandangannya segera tertuju ke meja tempat Ayah dan Bundanya duduk. Siera tersenyum tipis, berusaha menyembunyikan sedikit rasa canggung akibat keterlambatannya.

Namun, langkahnya sedikit terhenti ketika melihat ada tiga orang tamu di meja tersebut, seorang wanita dan dua pria. Betapa terkejutnya Siera saat ketiganya menoleh ke arahnya. Ternyata mereka adalah Tante Arumi, Paman Bima, dan anak tunggal mereka, Arkana. Lagi dan lagi, Siera harus berhadapan dengan Arka.

Berusaha menguasai dirinya, Siera sedikit memaksakan senyum sebelum melangkah mendekat. Ia terlebih dahulu menyapa dan memeluk Tante Arumi dengan penuh kehangatan.

“Ya ampun, anak gadis Tante sekarang sudah dewasa banget, ya! Tante rindu banget loh,” ujar Arumi sambil memeluknya erat.

“Sama Tante, aku juga rindu banget sama Tante Arumi,” balas Siera dengan senyum tulus.

Setelah melepas pelukan itu, Siera tidak lupa menyapa Paman Bima dengan sopan sebelum akhirnya beralih ke Arka. Wajahnya mencoba tetap tenang meski hatinya sedikit bergejolak.

“Hai,” ucap Siera singkat, suaranya nyaris tertahan.

“Hai, Sie,” balas Arka dengan senyum yang khas, membuat tatapan matanya semakin sulit diabaikan.

Sebelum suasana menjadi canggung, Tante Arumi langsung memecah keheningan. “Duduk dulu, sayang. Kita ngobrol-ngobrol dulu sebelum makan.”

Siera mengangguk pelan, kemudian mengambil tempat duduk di samping Bundanya dan berhadapan langsung dengan Arka. Ia melirik pria itu sekilas, mencoba membaca ekspresinya yang tampak lebih santai dibandingkan dirinya.

“Duh, cantik banget sih, Sie. Sampai pangling, loh, Tante,” puji Arumi dengan senyum hangat.

“Bisa aja, Tante,” balas Siera sambil tersenyum tipis, meskipun hatinya masih menyimpan rasa canggung.

“Oh ya, Sie. Maafin Tante yang jarang ngabarin kamu selama ini,” ucap Arumi penuh penyesalan.

“Nggak apa-apa kok, Tan. Yang penting Tante masih tetap ngabarin dan nanya kabar Siera. Nggak kayak orang lain yang sekalinya pergi, udah nggak ada kabar lagi,” sindir Siera sambil melirik tajam ke arah Arka.

Arka hanya tersenyum kecil, seolah tidak terpengaruh oleh sindiran itu. Ia malah menatap Siera dengan tatapan yang sulit diartikan, mencampurkan rasa bersalah dan kesan santai.

Arumi, yang tahu betul arah sindiran Siera, hanya bisa tersenyum tipis. Dalam hatinya, ia berpikir, biarlah urusan muda-mudi ini mereka sendiri yang menyelesaikannya.

Sementara itu, Bunda Siera mencoba mencairkan suasana dengan menanyakan kabar keluarga Arumi. Namun, sesekali, Siera dan Arka saling bertukar pandang diam-diam, seolah ada percakapan tak terdengar yang berlangsung di antara mereka.

Percakapan di meja makan berjalan dengan santai. Papa Bima, Ayah Dimasta, dan Arka sibuk membahas pekerjaan serta proyek-proyek yang mereka tangani. Sementara itu, Mama Arumi, Bunda Anin, dan Siera lebih memilih membahas kegiatan sehari-hari mereka. Suasana terasa nyaman meski ada beberapa obrolan ringan yang bergulir.

Namun, setelah makan selesai, suasana mulai menjadi lebih tenang. Keheningan itu pecah ketika suara Bunda Anin terdengar memecah kesunyian. Ucapan yang akan disampaikan mungkin sedikit mengejutkan anak-anak mereka.

“Hmm, jadi begini,” ujar Bunda Anin, sambil menatap Siera dengan tatapan penuh arti. “Sebenarnya, tujuan dinner kita selain untuk menyambut Tante Arumi dan keluarganya, ada hal lain yang ingin Tante Arumi dan Bunda sampaikan.”

Siera hanya mengangguk dan menyimak dengan seksama. Meski sedikit tegang, ia berusaha untuk tetap terlihat santai dan tidak menunjukkan kekhawatirannya.

“Sie, sayang,” lanjut Arumi. “Sie kan sudah lama kenal Arka, dan kalian berteman sejak kecil, kan?”

“Iya, Tante. Kami berteman waktu kecil,” jawab Siera, sedikit menekan kata ‘berteman’, mencoba untuk menunjukkan bahwa hubungan mereka hanya sebatas itu.

“Jadi gini,” Arumi melanjutkan, “waktu kecil kan, Sie selalu bilang kalau besar nanti maunya nikah sama Arka aja...”

Siera merasakan jantungnya berdegup lebih kencang, dan tubuhnya semakin menegang. Ia mulai bisa menebak arah pembicaraan ini. Sementara Ayah Dimasta dan Papa Bima hanya diam dan menyimak, Arka tetap terlihat santai, bahkan senyumnya tampak sedikit tipis.

“Tante dan Bunda kamu waktu itu sudah janji untuk mewujudkan itu, kan?” ujar Arumi, mencoba melanjutkan dengan lembut. “Jadi, kami pikir mungkin sekarang adalah waktu yang tepat.”

Siera terdiam sejenak, terkejut dengan pengungkapan ini. Ia mencoba mencerna kata-kata Arumi dan Bunda Anin, merasa seolah-olah dunia sekitarnya berhenti sejenak. Bagaimana bisa perjodohan yang pernah dia minta saat kecil tiba-tiba menjadi pembahasan serius malam ini?

1
Nasriah
up
jenny ayu
kereen̈n👍👍👍
Nasriah
ceritanya kereeeen... up.. up... up
Mưa buồn
Gemesin!
Sol Ronconi
Gak bisa dijelaskan dengan kata-kata betapa keren penulisan cerita ini, continue the good work!
winsmoon: Terima kasih dukungannya✨
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!