Yang baik hati boleh follow akun ig di bawah.
ig: by.uas
Tag: comedy, slice of life, sistem, Kaya raya, semi-harem.
Jadwal Update: Random—kalo mau upload aja.
Sypnosis:
Remy Baskara, pemuda sebatang kara tanpa pekerjaan, sudah lelah dengan hidupnya yang hampa. Saat hampir mengakhiri hidupnya, tiba-tiba sebuah suara menggema di kepalanya.
[Sistem "All In One" telah terikat kepada Host...]
Dengan kekuatan misterius yang bisa mengabulkan segala permintaannya, Remy bertekad mengubah nasibnya—membalas semua yang menindasnya dan menikmati hidup yang selama ini hanya ada dalam angannya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bayu Aji Saputra, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 15 - Di keroyok!!
Mereka berdua berjalan menuju lokasi terakhir tempat Alfan melihat geng itu.
Langkah Remy percaya diri, sementara Alfan dengan susah payah mengikutinya.
"Fan, lo inget wajah mereka gak?" tanya Remy sambil terus berjalan.
"Inget. Yang paling jelas, ada satu orang dengan tato naga di lehernya," jawab Alfan.
"Tato naga?" gumam Remy, matanya menyipit tajam.
Ketika mereka sampai di tempat yang dimaksud, suasana sudah sepi.
Tapi jejak darah dan barang-barang yang berserakan di tanah memberikan cukup petunjuk.
Remy membungkuk, mengambil pecahan botol yang masih berlumuran darah. "Sistem, tunjukkin mereka dimana." ucapnya dalam hati.
[376 meter ke arah selatan. Di sebuah gedung terbengkalai.]
"Mereka nggak jauh." kata Remy memberitahu Alfan, mulai berjalan menuju arah yang di tunjukkan sistem "Sini ikut gue."
Mereka bedua mulai berjalan ke selatan, seraya memperhatikan sekitar dengan waspada.
"Sistem, lo tau kekuatan gue sekarang apa gak?" tanya Remy dalam hati.
[Tentu saya tahu]
"Bisa ngalahin ratusan orang yang bawa sajam apa enggak?" tanyanya lagi.
[Tidak]
"Gitu ya," gumam Remy dalam pikiran, ingin membuat permintaan. "Kasih gue kemampuan berantem yang bisa ngalahin ratusan orang yang bawa sajam dong."
[Di mengerti. Host sekarang memiliki kemampuan bertarung yang mampu menghadapi seribu orang bersenjata sajam]
"Thanks." ucap Remy.
Setelah berjalan cukup lama, mereka berdua akhirnya sampai di depan lokasi.
Remy berhenti, menatap gedung di depan nya. Terdapat sebuah gedung tua kotor tak terurus.
"Mereka di sini." gumam nya, bergegas memasuki gedung. Di ikuti Alfan.
Ketika mereka sudah masuk ke dalam gedung, ratusan orang sudah berada di sana.
Tubuh Alfan sedikit bergetar karena ketakutan, mengepalkan telapak tangannya erat-erat.
Remy melirik Alfan, dia berkata. "Kalo takut, balik sekarang aja Fan. Gue sendirian juga bisa kok."
Seorang pria bertubuh besar, dengan rambut panjang bergaya mullet, berdiri di depan mereka, tangan terlipat di dada.
"Woi, duo cungkring, lo nggak salah jalan, ya?" suaranya berat, dengan nada meremehkan.
Remy menatap pria itu tanpa ekspresi, membuat suasana terasa dingin.
"Mau gue bacok lo?" pria itu bertanya, mendekati Remy dengan langkah lebar, matanya penuh dengan penghinaan
Dengan cepat, Remy memutar tubuhnya, dan dalam sekejap, dia melayangkan pukulan keras ke wajah pria itu.
Pukulan itu begitu cepat dan terarah, sampai pria besar itu hanya sempat mendelik sebelum terjatuh dengan keras ke lantai.
"Banyak bacot anjing," Remy berkomentar ringan, tangan kanannya memegang leher belakang.
Dia menatap yang lainnya, bertanya dengan suara dingin dan penuh kemarahan. "Lo pada taro mana kawan-kawan gue?!"
Melihat kejadian tersebut, mereka semua—ratusan orang—langsung berlari menuju Remy .
Remy berdiri tenang, mengamati ratusan orang yang berlari ke arahnya. Sementara itu, Alfan gemetaran, tapi tetap bersiap.
"Fan, jangan jauh-jauh dari gue," ujar Remy sambil melangkah ke depan, seolah-olah jumlah musuh di depannya tak ada artinya.
"Siapa takut?" Alfan mencoba terdengar berani, meski suaranya bergetar.
Gelombang pertama langsung menghampiri. Remy melompat, tubuhnya berputar di udara.
Kaki kanannya menghantam kepala salah satu lawan, sementara tangan kirinya mencengkeram leher musuh lain, melemparkannya ke arah yang ketiga.
Tubuhnya mendarat mulus, langsung melanjutkan dengan tendangan rendah yang membuat empat orang di depannya terjungkal.
"Fan! Mundur!" teriak Remy, menarik Alfan ke belakangnya.
"Lo nggak perlu ngelindungin gue terus tai!" Alfan mencoba maju, tapi langsung mundur lagi saat dua orang dengan senjata tajam mendekat.
Remy memutar badannya, menendang kedua senjata itu dari tangan musuh.
Pisau-pisau itu terlempar, memantul ke lantai. Dalam gerakan yang sama, dia menunduk untuk menghindari pukulan dan meluncur ke depan, menghantam perut lawan dengan siku.
Alfan mencoba menyerang satu lawan dengan pukulan, tapi musuhnya langsung membalas dengan tongkat kayu yang hampir menghantam kepalanya.
Sebelum tongkat itu mengenai, Remy muncul dari sisi kanan, mencengkram tongkat itu, lalu memutar tubuhnya dan menghantamkannya ke musuh.
"Fan, fokus buat nggak mati aja, ya," kata Remy dengan nada santai, meski dia terus bergerak cepat.
Tiga orang berlari bersamaan, masing-masing memegang benda tajam.
Remy melompat ke dinding, menapak dengan dua langkah akrobatik sebelum meluncur ke arah mereka, menghantam kepala salah satu dengan lutut.
Dia mendarat di atas bahu salah satu musuh lain, menjepit lehernya dengan kaki, lalu memutar tubuh hingga orang itu terjatuh keras ke lantai.
Alfan terhuyung ke belakang, dikejar oleh dua orang.
Remy menyadarinya dan berlari ke arah temannya, meluncur rendah di lantai dengan kaki terentang, menjegal lawan-lawan itu.
Mereka terjatuh dengan keras, dan Remy langsung berdiri, menendang satu di antaranya hingga terpental.
"Di bilang mundur aja anjing," kata Remy sambil melompat ke udara, menghindari serangan dari belakang.
Ratusan orang mulai menyerbu sekaligus. Remy memutar tubuhnya, tangannya mencengkram balok kayu di lantai.
Dengan senjata itu, dia menebas mundur beberapa musuh, memanfaatkan kekuatan dan kecepatannya untuk menciptakan ruang.
Tapi semakin banyak yang datang, semakin sulit bagi Remy untuk menjaga jarak.
Seorang pria besar mendekatinya dari sisi kanan, membawa linggis.
Remy melompat tinggi, mendarat di pundak pria itu, lalu menghantamkan balok kayu ke kepalanya.
Linggis itu terlepas, dan Remy memanfaatkannya, melempar senjata itu ke arah seorang musuh lain yang mencoba menyerang Alfan.
"Aduh, gue hampir aja kena tadi!" Alfan mengeluh, mencoba menghindari serangan lain.
"Apa gue bilang bangsat" balas Remy sambil melemparkan tendangan melingkar yang mengenai tiga orang sekaligus.
Seorang musuh yang membawa rantai logam menyerang Remy dengan ganas.
Remy berputar cepat, menangkap rantai itu di udara, dan menarik musuhnya dengan kekuatan penuh.
Orang itu terlempar ke depan, langsung dihantam oleh siku Remy.
Remy terus bergerak, melompat ke dinding, menendang ke arah musuh yang mencoba menyerangnya dari bawah.
Dia memanfaatkan gravitasi untuk memberikan lebih banyak kekuatan pada serangannya, membuat lawan-lawannya terpental seperti boneka kain.
Di tengah semua itu, Alfan terjebak di sudut ruangan. Dua orang mendekatinya dengan ekspresi licik.
Remy berlari cepat, tubuhnya melayang rendah, lalu menghantam mereka dengan bahunya.
Alfan, yang masih terlihat panik, hanya bisa terdiam.
"Fan, fokus napas aja. Gue urus semuanya," ucap Remy sambil berdiri tegak, menatap musuh yang terus datang.
Jumlah lawan semakin berkurang, tapi mereka yang tersisa mulai membawa senjata yang lebih berbahaya.
Remy memanfaatkan meja di ruangan itu, melompat ke atasnya, lalu meluncur turun dengan gaya parkour, menghantam lawan dengan sikunya di tengah jalan.
Empat orang dengan golok menyerbu sekaligus.
Remy bergerak cepat, menangkap tangan salah satu, memelintirnya hingga golok itu terlepas, lalu menggunakannya untuk melumpuhkan yang lain.
"Lo serius nggak capek, Rem?" Alfan bertanya, masih terengah-engah.
"Adrenalin, Fan. Gue bisa terus gini sampai pagi!" Remy tertawa kecil, meskipun tubuhnya sudah dipenuhi keringat.
Sisa-sisa lawan akhirnya ragu untuk maju. Mereka saling bertukar pandang, ketakutan mulai tampak di wajah mereka.
Namun, Remy tak memberi mereka waktu untuk berpikir.
Dia melompat maju, menghantam salah satu dari mereka dengan tendangan berputar yang membuatnya terkapar.
Dalam waktu kurang dari 15 menit, ratusan orang yang semula penuh percaya diri kini tergeletak tak berdaya di lantai.
Beberapa masih mengerang kesakitan, sementara yang lain sudah tak sadarkan diri.
Alfan, yang sejak tadi hanya menjadi beban, akhirnya duduk di lantai, terengah-engah. "Gila lo, Rem. Gue nggak tahu gimana lo bisa kayak gini."
Remy hanya mengangkat bahu, mengambil napas panjang. "Sistem yang bagus."
"Apaan tuh sistem?" tanya Alfan bingung.
Remy hanya tersenyum kecil, lalu menatap ke arah salah satu lawan yang masih sadar.
Dia mendekatinya perlahan, lalu mencengkram kerah bajunya.
"Di mana kawan-kawan gue?" tanyanya dengan nada dingin.
Pria itu hanya bisa mengangguk cepat. "Mereka... mereka ada di lantai atas... diikat..."
Remy melepaskannya, lalu berdiri. "Fan, ayo."
Alfan mengangguk, meski dengan tubuh yang masih lemas. "Gas!"