Meski sudah menikah, Liam Arkand Damien menolak untuk melihat wajah istrinya karena takut jatuh cinta. Pernikahan mereka tidak lebih dari sekedar formalitas di hadapan Publik.
Trauma dari masa lalu nya lah yang membuatnya sangat dingin terhadap wanita bahkan pada istrinya sendiri. Alina Zafirah Al-Mu'tasim, wanita bercadar yang shalihah, menjadi korban dari sikap arogan suaminya yang tak pernah ia pahami.
Ikuti kisah mereka dalam membangun rasa dan cinta di balik cadar Alina🥀
💠Follow fb-ig @pearlysea
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pearlysea, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Meminta Pernyataan
...•Luxe Haven, pukul 17:30•...
Liam dan beberapa orang pria terlibat pembicaraan serius di sebuah cafe mewah, di meja yang ekslusif dan privasi, mereka tengah membahas skandal manipulasi saham yang melibatkan Liam.
Liam menatap serius ke arah berkas-berkas di meja, wajahnya tetap tenang meskipun kasus manipulasi saham yang melibatkan namanya terus menjadi sorotan.
"Aku perlu tahu sejauh mana kasus ini berkembang," suaranya dalam dan tegas, penuh kontrol.
Informan yang duduk di sampingnya mulai bicara,
"Mereka mencoba menyeret namamu dengan bukti palsu. Ada transaksi yang dibuat seolah-olah atas perintahmu."
"Kami sudah melacak beberapa saksi kunci. Ternyata, sebagian dari mereka mungkin telah disuap." ucap detektif itu menambahkan.
Liam mengangguk, matanya menajam seolah menimbang langkah yang harus diambil.
"Kalau begitu, kita harus fokus membuktikan ketidakterlibatanku, dan temukan siapa dalang sebenarnya," katanya sambil menatap pengacaranya.
Pengacaranya mengangguk mantap,
"Kita akan cari celah untuk menjatuhkan tuntutan balik. Tidak akan ada yang berani menyeret namamu tanpa bukti kuat."
Senja semakin meredup, tapi keteguhan mereka jelas, mereka siap melawan, melindungi reputasi dan kehormatan Liam dari jebakan kasus ini.
Di tengah percakapan yang semakin mendalam, Liam meneguk kopinya perlahan, mencoba mencerna setiap informasi yang disampaikan. Tatapannya beralih pada detektif yang duduk tepat di seberangnya.
"Kau bilang ada saksi yang sudah disuap?" tanyanya, nada suaranya rendah namun penuh tekanan.
Detektif itu mengangguk, ekspresinya tegas.
"Benar. Salah satunya adalah seorang broker saham. Dia tampaknya diiming-imingi imbalan besar untuk memberikan kesaksian palsu yang menempatkanmu di posisi buruk."
Liam menghela napas, menahan amarah yang bergejolak.
"Jika mereka bisa disuap, itu berarti ada celah bagi kita juga. Temukan mereka. Aku ingin mengetahui siapa yang berdiri di belakang ini semua."
Informan itu segera menyela,
"Liam, ini lebih dari sekadar permainan saham biasa. Ada kemungkinan besar mereka ingin menghancurkan bisnis dan reputasimu sepenuhnya."
Liam tersenyum sinis,
"Kalau begitu, mari kita persiapkan strategi yang tidak bisa dipatahkan," ujarnya, kini menatap pengacaranya.
"Siapkan segala bukti yang bisa mendukung pembelaan kita. Cari setiap jejak yang mereka tinggalkan."
"Kami bisa membalikkan tuduhan dan menjadikannya kasus pencemaran nama baik. Tapi, Liam... kita butuh rencana yang sangat matang." sahut sang pengacara.
Liam menatap mereka semua dengan sorot mata tegas..
"Tidak ada ruang untuk kesalahan. Ini tentang reputasi kita, nama kita, dan keadilan. Mulai sekarang, kita akan bekerja lebih keras dari mereka."
"Aku sudah cukup sabar melalui semua ini, hampir separuh kekayaanku sudah ku korban untuk menyelesaikan kasus ini, tapi ternyata semuanya sia sia. Kalau hal ini terus berlarut larut, bukan hanya namaku yang akan hancur tapi bisnis ku juga." kata Liam, dengan nada rendah namun tajam. sementara mereka hanya mengangguk pelan.
Percakapan mereka terhenti sejenak ketika pelayan mendekat untuk mengambil pesanan. Semua orang kembali tenang, meski ketegangan terasa kuat. Liam melipat tangannya di atas meja, menatap satu per satu orang di depannya.
"Ingat, siapa pun yang bermain kotor akan menanggung akibatnya," katanya dingin.
"Liam, dengar, netizen masih mencurigai pernikahan kalian. Mereka berpikir ini cuma strategi untuk memperbaiki citra. Kalau Alina bisa muncul besok di konferensi pers, ini bisa mengubah persepsi mereka." ujar pengacara.
Liam mendengus kecil, menatap berkas-berkas di depannya tanpa benar-benar memperhatikan.
"Alina sedang di rumah sakit. Dia digigit ular. Aku sudah memperingatkannya untuk tidak bermain-main di taman belakang. Sekarang kondisinya belum stabil. Bagaimana aku bisa membawanya ke konferensi?"
Informan menyela hati-hati,
"Liam, ini memang situasi sulit. Tapi Alina adalah sosok yang dipercaya publik, orang-orang mengagumi moralnya. Kalau dia berdiri di sampingmu, ini bisa memberi kita sedikit ruang untuk bergerak. Citra ini bisa membantu menjawab spekulasi soal pernikahan kalian."
Liam mengusap wajahnya dengan tangan, menahan rasa frustrasi yang sejak tadi dipendamnya.
"Aku tahu dia bisa membantu, tapi...," ia terdiam sejenak, sebelum akhirnya melanjutkan,
"Kau tahu, kalau saja dia mau mendengarkan, kejadian seperti ini tidak perlu terjadi. Sekarang aku di sini, harus mempertimbangkan mengajaknya tampil di depan publik, padahal dia terbaring di rumah sakit."
Pengacara menatap Liam dengan tegas namun penuh empati.
"Liam, yang kita minta hanyalah pernyataannya, bahkan jika itu singkat. Cukup baginya untuk menegaskan bahwa dia percaya dan mendukungmu. Satu kalimat saja dari Alina bisa menjadi titik balik untuk meredam semua tuduhan ini, Kau harus mengambil simpati dari masyarakat, setelah itu kita akan mengungkap satu persatu dalang yang mencoreng namamu."
Kedua rekannya mengangguk, menyetujui usulan pengacara.
Liam memandangi ketiga rekannya, tampak berat untuk mengambil keputusan. Dia tahu betapa berharganya Alina dalam situasi ini, dan bagaimana satu kehadiran bisa menjadi game-changer. Tapi rasa khawatir dan kesalnya bercampur jadi satu, membuatnya sulit berpikir jernih.
Akhirnya, dia menghela napas dalam dan berkata dengan nada pelan,
"Baiklah. Aku akan coba bicara dengan Alina."
...[•••]...
Hari berganti Malam. Setelah Liam menghabiskan waktu bersama rekannya hingga matahari terbenam, saat itu pukul 19:30 Liam meluncurkan kendaraanya menuju rumah sakit tempat dimana Alina di rawat. •Brightwell Health Institute•
Begitu sampai dan memarkirkan mobilnya, ia masuk ke gedung rumah sakit modern itu dengan langkah tegas, tatapannya datar dan fokus, pikirannya hanya satu yaitu meminta Alina untuk mendampinginya di konferensi pers.
Sementara itu, di ruang ICU Alina tengah melaksanakan sholat isya di atas brankarnya tanpa menggunakan mukenah, akan tetapi baju gamis dan hijabnya sudah terganti dan cadar terpasang di wajahnya.
Alina sholat sambil duduk dengan gerakan pelan dan lembut, hingga sholat itu berakhir dengan gerakan kepala Alina yang menoleh ke kanan dan kiri.
Sehabis sholat Alina berdizikir menggunakan jari jarinya, lalu setelah itu mengangkat kedua tangannya ke dada, dan mulai memanjatkan do'a dengan mata tertutup.
Suara derit pintu yang memecah sunyi tak lantas membuatnya berhenti mengadu pada Tuhan atas segala yang ia rasakan. Liam menatap Alina yang tengah berdo'a, tubuhnya membeku beberapa detik, sebelum akhirnya ia melangkah lebih dekat dan duduk di hadapan istrinya, menatapnya dengan ekspresi datar.
...[•••]...
...Bersambung........
ayo la firaun, ad yg halal gk usah lgi mikiri msa lalu yg gitu2 az. mncoba mengenal alina psti sangt menyenangkn krna dy wanita yg cerdas. semakin k sini alina akn mnunjukn sikp humoris ny dn liam akn mnunjukkn sikap lembut walau pn msih datar.
haaa, liam dengar tu ap kta raka. smga raka, kau memg sahabt yg tulus y raka. cuci trus otak liam biar dia meroboh degn sendiriny benteng tinggi yg ud dy bangun.
doble up kk😄
gitu dong alina, gk usah sikit2 nangis
sok cuek, sok perhatian. liam liam, awas kau y 😏
lanjut thor.