S 3
Jangan boom like/lompat baca /nabung bab
Diusahakan baca setiap kali update. 🙏🙏🙏
_________________________________________
Kehadiranmu dalam Takdirku adalah bagian dari skenario Tuhan. Aku tidak marah atau bahkan balas dendam kepadamu. Sebab aku tahu betul sebelum hari ini kau pernah menjadi penyebab bahagiaku. Sekarang mungkin waktunya saja yang telah usai. Perihal lukaku ini biar menjadi tanggung jawabku sendiri, sebab dari awal aku yang terlalu dalam menempatkanmu di hatiku. Doaku semoga hari-harimu bahagia tanpa aku. Dengan siapapun kamu semoga dia adalah wanita yang bisa memahamimu, menyayangimu dan membuatmu bahagia lebih dari apa yang pernah aku berikan untukmu." ~ Elmira...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon syitahfadilah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 13. ANDAI KAU TAHU
"Mas," Bella langsung berdiri menghampiri Ramon, begitu suaminya itu keluar dari ruang rawat Elmira. Sedang Ramon mengarahkan tatapannya kearah Farzan yang sedang memainkan ponsel. Sorot matanya begitu tajam.
Farzan yang tidak menyadari keberadaan Ramon, dibuat terkejut ketika tiba-tiba saja satu pukulan keras mendarat di pipinya. Pria itu jatuh tersungkur ke lantai bersama dengan ponselnya yang seketika berhambur pecah.
"Dasar tidak tahu diri! Pasti kau yang sudah menghasut Mira untuk meminta cerai dariku? Dan aku sudah menalaknya, puas kau sekarang, huh!?" Nafas Ramon memburu. Pria itu menunjuk tepat didepan wajah rivalnya.
Farzan tersenyum. Ia berdiri sambil mengusap sudut bibirnya yang berdarah. Tadinya ia ingin membalas, namun mendengar ucapan Ramon ia mengurungkan niatnya itu.
"Yah aku memang menawarkan diri untuk membantunya lepas dari pria brengsek sepertimu. Dan ternyata El mendengar perkataan ku bahkan dia sendiri yang langsung meminta cerai darimu. Dan apa katamu tadi, kau sudah menalaknya? Wah Ramon, terimakasih banyak karena sudah mengembalikan El padaku." Farzan tersenyum senang, dan itu terlihat seperti ejekan dimata Ramon.
Kedua tangan Ramon mengepal erat, jika tidak ingin peringatan satpam beberapa saat lalu. Ia pasti sudah menghajar habis-habisan pria didepannya itu.
"Silahkan kau ambil dia, tapi aku pastikan kau tidak akan pernah bahagia hidup bersamanya. Mira itu adalah wanita yang tidak berguna!"
Bugh...
Dan kali ini giliran Ramon yang tersungkur ke lantai akibat pukulan dari Farzan. Pria itu benar-benar marah mendengar Elmira dihina.
"Sekali lagi aku mendengar kau mengatakan hal yang tidak tidak tentang El, aku pastikan kau tidak akan mempunyai muka lagi didepan publik!" Tukas Farzan kemudian berlalu dari hadapan Ramon yang masih terduduk dilantai.
Setelah Farzan telah masuk kedalam ruang rawat Elmira. Dengan cepat Bella menghampiri suaminya dan membantunya berdiri. "Mas tidak apa-apa kan?" Tanyanya.
Ramon hanya menggeleng. Tatapannya terus tertuju pada pintu ruangan yang baru saja dilalui Farzan. Pria itu pasti telah merasa menang bisa mendapatkan Elmira, namun hidupnya pasti tidak akan bahagia bersama Elmira. Ramon sangat meyakini itu. Ia yakin suatu saat nanti Farzan juga pasti akan mencampakkan Elmira karena tidak bisa memberinya keturunan.
"Apa benar Mas Ramon sudah menalak Mira?" Tanya Bella memastikan.
"Iya. Berani sekali dia mengancam akan memenjarakan aku. Dia pikir dia itu siapa. Tidak berguna saja masih belagu." Hardik Ramon sambil berdecih. Ia memang masih mencintai Elmira, namun ia tidak bisa menerima perlakuan wanita yang sebentar lagi akan menjadi mantan istrinya itu.
"Ya ampun Mas, ternyata Mira itu tidak selugu yang aku kira. Bagus Mas sudah menalaknya." Bella memasang ekspresi tidak menyangka, namun dalam hatinya bersorak senang. Kini Ramon hanya miliknya seorang diri.
"Iya, dan hari ini juga aku akan ke pengadilan agama untuk mendaftar perceraian kami. Tapi aku pastikan Mira akan menyesal. Lihat saja nanti, dia sendiri yang akan datang padaku mengemis meminta kembali, karena diluar sana tidak akan ada yang mau menerima wanita tidak berguna sepertinya." Ramon menggenggam tangan Bella kemudian mengajak wanita itu meninggalkan rumah sakit. Ia akan mengantarkan Bella pulang dan setelah itu ia akan mendatangi kantor pengadilan agama.
.
.
.
Elmira menangis tersedu-sedu diatas ranjang pasien dengan posisi berbaring miring membelakangi pintu. Selimut yang menutupi sebagian tubuhnya ia cengkeraman dengan erat. Ia tidak menyadari kehadiran Farzan yang telah berada dibelakangnya.
Farzan sudah beberapa menit duduk menyaksikan tangisan pilu wanita yang dicintainya itu. Hatinya juga merasa sakit melihat Elmira terpuruk. Ingin sekali ia merengkuh tubuh itu dan memberinya kekuatan. Namun, ia tidak mempunyai hak untuk melakukan sejauh itu. Mungkin ia sudah menang dari Ramon, tapi ia masih bukan siapa-siapa bagi Elmira.
"Menangislah El, keluarkan semua kepedihan melalui air matamu. Tapi aku harap kau tidak akan pernah menangis lagi setelah itu. Kau harus tunjukkan, kalau kau juga bisa bahagia tanpanya." Ujar Farzan, tatapannya begitu sendu menatap punggung Elmira yang bergetar.
Mendengar suara yang sangat dikenalinya itu, Elmira lekas mengusap air matanya lalu berbalik.
"Pak," Elmira berusaha tersenyum meski hatinya tersayat perih.
Farzan pun ikut tersenyum melihatnya. Ia pikir hanya wanita yang melahirkannya lah yang paling terhebat, tapi ternyata Elmira tak kalah hebat. Disaat hatinya sedang rapuh bahkan mungkin sudah hancur, tapi dia masih bisa tersenyum.
"Jika ada yang menyakiti dan menghinamu dan kamu tidak mampu membalasnya, maka dinginkan hati dan pikiranmu, karena sesungguhnya alam sedang menyiapkan seseorang untuk membalaskan sakit hatimu bahkan tanpa kamu memintanya." Ujar Farzan.
'Dan orang itu adalah aku, El. Aku akan membuat orang-orang yang menyakitimu akan merasakan sakit yang lebih dari apa yang mereka berikan padamu.' Lanjutnya dalam hati.
"Aku tidak pernah berniat untuk membalas perbuatan Mas Ramon. Apa yang terjadi sekarang, aku anggap tugasku sudah selesai untuknya." Ujar Elmira terlihat santai. Ia berusaha untuk tetap tenang meskipun perasaannya sedang tidak baik-baik saja.
Sesaat kemudian Elmira membawa pandangannya menatap langit-langit ruangan yang bernuansa putih, sudut bibirnya tertarik tersenyum kecut. "Aku tidak menyangka jika kisahku dan Mas Ramon akan berakhir seperti ini. Mengingat bagaimana dulu dia selalu memperlakukan aku dengan begitu istimewa, aku sangat merasa bahagia. Mas Ramon itu selalu saja melakukan sesuatu yang membuat aku senang. Mas Ramon pernah memberikan aku sebuah kalung berbandul setengah hati. Aku merasa sangat senang meskipun itu konyol sebenarnya, karena saat itu kami masih anak-anak tapi dia sudah bertingkah seperti orang dewasa yang memberikan hadiah ulangtahun untuk pacarnya."
'Andai kau tahu El, kalung itu adalah pemberianku yang dirampas oleh Ramon.' Ucap Farzan dalam hati.
"Aku pikir kisah kami akan kekal hingga maut memisahkan, tapi ternyata aku salah." Elmira menghela nafasnya.
"Sudahlah, tidak usah membicarakan hal yang tidak penting lagi. Aku tahu akan terasa sulit bagimu, tapi kau harus bangkit dan melupakan semuanya. Teruslah melangkah ke depan dan jangan menoleh lagi ke belakang." Ujar Farzan.
Elmira mengangguk pelan, "Bapak benar." Ujarnya.
"Sekarang istirahatlah El, agar kau cepat pulih."
'Kau harus pulih untuk terluka sekali lagi, El. Karena setelah aku mengatakan kebenarannya, kau pasti akan merasa sakit karena selama ini Ramon sudah membohongimu. Selama ini dia selalu melakukan cara curang untuk mendapatkan perhatianmu. Dia tidak pernah melakukan usaha apapun. Akulah yang selalu memberikan hal-hal istimewa untukmu, tapi dia yang selalu berada didepan dan merebut semua upayaku.' Batin Farzan. Sebelah tangannya terkepal erat.
"Iya Pak, kepalaku sedikit pusing. Aku ingin tidur. Jika Bapak ingin pulang, pulang saja. Tidak apa-apa aku disini sendirian." Ujar Elmira.
"Tidurlah El, aku akan tetap disini menemanimu."
"Tapi Pak,"
"Shut, jangan membantah. Ini perintah Bos!"
Jika sudah menyangkut perintah, Elmira tentu tidak bisa membantah. Iapun memejamkan mata, kejadian yang dialaminya benar-benar menguras seluruh energinya. Hingga tak lama kemudian iapun akhirnya tertidur.
"El, hingga saat ini aku bingung harus memanggilmu apa. Terlalu ramah jika kusebut teman. Terlalu bahaya jika kusebut kekasih karena detik ini kau masih berstatus istri orang. Dan aku sendiripun merasa ragu untuk menyebutmu masa depan. Kalaupun kau sudah resmi bercerai dengan Ramon. Belum tentu aku bisa memilikimu. Karena tidak akan muda bagimu untuk membuka hati kembali setelah disakiti tanpa ampun. Jadi, kusebut kau sebuah ketidak pastian yang selalu aku semogakan." Gumam Farzan sambil menatap wajah lelap Elmira.