No time for love.
Tidak ada cinta dalam hidupnya. Itu yang ditetapkan oleh Karen selama ini. Ia tidak ingin jatuh cinta untuk kedua kalinya, cukup ia merasakan sakitnya jatuh cinta sekali saja dalam hidupnya. Karen tidak ingin kembali merasakan perasaan yang sudah susah payah ia kubur dalam-dalam.
Namun, semuanya berjalan tidak sesuai keinginannya. Ketika Eros yang awalnya tidak pernah meliriknya sama sekali menjadi agresif selalu mengganggu hari-harinya yang tenang. Cowok itu datang dengan sejuta rahasia yang membuat Karen merasa ini bukan pertanda baik. Eros mengatakan jika cowok itu menyukainya, memaksanya untuk menjadi kekasih cowok itu. Tetapi, karena prinsip Karen yang tidak ingin jatuh cinta lagi. Karen dengan keras menolaknya, bahkan tidak segan untuk mengucapkan kata-kata hinaan untuk Eros.
Eros tidal nyerah juga, cowok itu tetap memaksa Karen untuk menjadi pacarnya. Apakah Karen menerima Eros? Atau justru terus-menerus menolak Eros? Lalu, apa yang terjadi pada masa lalu
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dezzweet, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 016 KEMURKAAN DAREN
Teman? Setahunya, jarang sekali ada yang membawa mobil di antara anggota Ravegaz. Tapi, tunggu ia ingat Gara. Ya, hanya Gara yang sering membawa mobil ke sekolah dibandingkan yang lainnya lebih suka menggunakan motor yang lebih mudah untuk menyalip kendaraan.
Langkah Daren berbalik, kembali menuruni tangga ke lantai dua untuk menemui Karen. Persetan jika nanti dirinya akan kembali ribut dengan adiknya.
Ia tidak peduli. Yang terpenting, ada hubungan apa Karen dengan Gara. Panjang umur, adiknya baru saja keluar dari kamarnya dan berniat menuruni tangga untuk ke bawah. Dengan langkah lebar ia mendekatinya, dan menarik kasar tangan adiknya. Membuat gadis itu memekik terkejut.
"Abis dari mana?" Pertanyaan dingin Daren membuat Karen terkejut. Yang dilakukan oleh gadis itu hanya diam dengan kedua tangan yang saling memilin.
"Abis dari mana sampai pulang telat?" ulang Daren lebih jelas. Karen mendadak gugup, Kakaknya tahu? Padahal ia sudah menyuruh Pak satpam dan beberapa penjaga yang berada di depan untuk tutup mulut. Tapi, kenapa Kakaknya bisa tahu kalau dirinya pulang telat.
"Jawab, Karen!" perintah Daren menatap sang adik dengan tajam.
"Gue...." Karen menggigit bibir bawahnya ketakutan, ia takut melihat Kakaknya marah seperti ini.
"Gue?" Daren semakin menatap Karen lekat, menunggu jawaban adiknya yang lama.
"Gue ada ekskul," jawab Karen cepat.
Daren terkekeh, sesuai dugaannya Karen berbohong padanya.
"Ekskul apa? Bukannya selama ini lo gak pernah tertarik buat ikut ekskul di sekolah?" Karen semakin gugup, saat melihat Kakaknya yang terlihat tenang seperti ini. "Selain berani ngelawan, sekarang lo berani bohong sama gue?"
"Jawab, Karen!" Nada bicara Daren semakin tinggi, membuat Gretta yang baru saja pulang dari acara arisan di rumah teman sosialitanya bersama Darell. Langsung berlari menuju lantai dua mendengar suara Daren yang tinggi.
Kedua mata gadis itu berkaca-kaca, Karen semakin takut melihat tatapan tajam Kakaknya. Terlebih nada tinggi yang keluar dari mulut Kakaknya itu.
"Gue gak bohong, gue tertarik buat ikut eksul musik," bantah Karen menahan tangis.
Ia tidak berbohong, ia pulang telat karena mengikuti eksul musik. Ia baru saja mendaftar pas waktu istirahat, ia mendapatkan rekomendasi dari teman sekelasnya yang mengajaknya untuk ikut ekskul musik.
Daren melengos, cowok itu tidak percaya dengan penjelasan adiknya.
"Siapa yang nganter lo pulang?" Lagi, Daren kembali bertanya pada Karen dengan nada dingin.
"Gue pulang sendiri pake mobil." Terpaksa Karen berbohong pada Kakaknya.
"Mobil lo baru aja nyampe di depan rumah. Sekarang lo berani bohong sama gue. Kemana lo pergi sebenarnya? Udah berani jadi pembangkang? Hah?!"
Dari mana kakaknya tahu? Karen tidak tahu ingin menjawab apa. Ia tidak mungkin menjawab jujur, bahwa tadi sore ia pulang bersama Eros. Dan mobilnya baru saja diantar oleh orang suruhan Eros. Tidak, ia tidak mau melihat kemarahan Kakaknya.
"Gak bisa jawab?" Daren mendekat pada adiknya yang sudah ketakutan melihat kemarahannya. "Gue bakal laporin tingkah lo yang semakin pembangkang sama Papi. Dan gue gak segan buat minta sama Papi kirim lo ke Bandung."
Kedua tangan Karen terkepal. Ancaman Kakaknya tidak pernah main-main. Ia mendongak membalas tatapan Kakaknya tak kalah tajam.
"Gue bukan anak kecil lagi, mau gue pulang telat, pulang sama siapa. Itu semua bukan urusan lo!" teriak Karen dengan kedua mata berair.
Gretta yang baru saja sampai di lantai dua, langsung menghampiri putrinya yang sudah berjongkok sambil terisak.
"Sayang," panggil Gretta panik menghampiri putrinya. Karen semakin terisak, menyembunyikan wajahnya dilipatan lututnya yang menekuk.
Wanita yang baru saja memasuki umur empat puluh tahunan, menatap putra pertamanya dengan tajam.
"Apa yang terjadi?" Daren memalingkan wajahnya melihat tatapan menuntut sang Ibu. Ia sangat marah pada Karen, sifat adiknya semakin menjadi-jadi setiap harinya.
"Mami tanya saja, sama putri kesayangan Mami itu." Setelah itu Daren berbalik pergi, dengan segala gejolak emosi yang terus meronta di dadanya. Ia butuh pelampiasaan amarahnya, tetapi bukan pada Karen dan Mami-nya. Ia masih waras untuk menjaga emosinya agar tidak menyakiti Karen.
"Kalo adik kamu salah tolong jangan marahin dia. Kamu udah membuat Karen takut." Gretta melirik sekilas Karen yang sedang ditenangkan oleh Darell. "Darell, bawa adik kamu ke kamar."
Darell menuruti perintah Gretta, ia merangkul adiknya membawa gadis itu menuju kamarnya yang hanya beberapa langkah saja. Setelah pintu kamar Karen tertutup Gretta melangkah, berdiri di hadapan putranya yang masih diliputi amarah.
"Jangan terlalu keras sama Karen. Kalo dia salah kamu gak mesti marahin dia sampai ketakutan kaya gitu," kata Gretta yang tidak suka melihat cara Daren yang memarahi Karen sampai membentaknya seperti tadi. Ia tidak habis fikir dengan Daren yang sangat menuruni sifat keras dari Kenan, ia yang sudah mengandungnya selama sembilan bulan lebih. Tapi, kenapa Daren sangat menuruni sifat keras Kenan?
"Aku gak bisa diem aja liat Karen yang semakin memberontak, Mi. Mami lihat sendiri kemaren, dia udah bikin teman sekolahnya sampai dilarikan ke rumah sakit. Bukan cuma itu, malam ini dia pulang telat tanpa ngabarin orang rumah."
Masalah itu lagi, Gretta sudah bosan mendengar suaminya yang selalu membahas permasalah Karen yang membuat teman sekolahnya dilarikan ke rumah sakit. Dan sekarang ia mendengarnya lagi dari mulut putra pertamanya.
"Itu wajar, selama ini kamu buat ulah tapi Mami cuma diem aja. Kamu gak beda jauh sama Papi kamu. Sama-sama keras perlakuin Karen," kata Gretta dengan raut wajah lelah.
"Mami?" tanya Daren tak percaya. "Kalo Mami terus memaklumi semua tindakan Karen, bukannya dia bakal terus kaya gini?" lanjut Daren membuat Gretta pusing.
"Mami minta pembahasan ini cukup sampai di sini. Berhenti batasin gerak Karen, jangan buat dia terkekang!"
mampir juga ya ke novel pertamaku, mari kita saling mendukung sesama penulis baru🤗🌷