Sheila Cowles, seorang anak yatim piatu, menjalani kehidupan sederhana sebagai cleaning service di sebuah toko mainan anak-anak.
Suatu hari, karena kecerobohannya, seorang wanita hamil besar terpeleset dan Sheila menjadi tersangka dalam kejadian tersebut.
"Kau telah merenggut wanita yang kucintai. Karena itu, duniamu akan kubuat seperti di neraka," kata Leonard dengan penuh amarah.
"Dengan senang hati, aku akan menghadapi segala neraka yang kau ciptakan untukku," jawab Sheila dengan tekad yang bulat.
Bagaimana Sheila menghadapi kehidupan barunya sebagai ibu sambung bagi bayi kembar, ditambah dengan ancaman Leonard yang memendam dendam?
🌹Follow akun NT Othor : Kacan🌹
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kacan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MDHD 16 (Sebenarnya Apa yang Kau Rencanakan?)
Sheila merasakan sesuatu mengalir dari hidungnya, sontak ia meraba sesuatu yang mengalir itu.
“Darah?” gumam Sheila seraya menatap telapak tangannya yang ternodai dengan cairan berwarna merah.
Leonard menatap wajah Sheila dengan wajah tak terbaca. Sesaat ia terdiam, lalu detik berikutnya melenggang pergi entah ke mana.
Wajah Sheila berubah panik saat darah yang keluar dari hidungnya tidak kunjung berhenti. Sangking paniknya, ia tidak menyadari kepergian Leonard.
“Kenapa tidak mau berhenti ya? Duh kepalaku kenapa jadi pusing seperti ini.” Sheila menahan darah yang mengalir dari lubang hidungnya dengan menggunakan telapak tangan.
“Duduk!” titah Leonard yang berjalan mendekati Sheila dengan membawa sebuah kotak putih di tangannya.
Tubuh Sheila tersentak, dirinya mengira pria bermulut pedas itu sudah pergi mengantarkan Ariana.
Melihat Sheila yang diam saja, membuat Leonard berdecak. Ia lantas menekan kedua pundak Sheila hingga wanita itu terduduk di atas kursi yang ada di dekat meja makan.
“Nih!” Leonard meletakkan kotak obat ke atas meja makan dengan kasar. “Bersihkan dirimu! Aku yang akan membawa baby twins ke kamar, kau segeralah menyusul karena aku harus segera pergi!” ucapnya ketus.
Sheila menengadahkan kepala, ditatapnya Leonard dengan kesal.
“Iya singa cerewet,” sahut Sheila.
Dahi Leonard mengernyit, kedua bibirnya terkatup rapat. Dengan ringan ia mendaratkan jitakan di puncak kepala sang istri.
Dug!
“Aduh … sakit tau! Kalau aku amnesia gimana?” protes Sheila dengan wajah semakin tertekuk.
Leonard memutar tubuhnya, ia mendekati kereta dorong si kembar seraya menyahuti ucapan bernada protes Sheila, “Aku tidak akan membiarkanmu mengalami hal itu.”
Seketika Sheila terperangah mendengar jawaban yang dilontarkan Leonard, dengan tangan masih menahan hidung bagian bawahnya Sheila merasa napasnya semakin berat.
Apakah singa bermulut pedas itu mendapat pencerahan sehingga dalam waktu singkat berubah peduli? Pikir Sheila.
“Karena kau tidak boleh lupa dengan kejahatan yang telah kau perbuat,” tambah Leonard tanpa melihat ke arah Sheila, ia membawa salah satu putri kembarnya ke dalam gendongannya.
Pria itu melenggang pergi menaiki tangga, meninggalkan Sheila yang terdiam di ruang makan.
Gigi Sheila saling beradu, menciptakan bunyi gemeletuk yang nyaring. Otot wajahnya mengeras, sementara hidungnya yang berdenyut bergerak kembang kempis.
Beberapa saat kemudian, Leonard kembali dan mendekati Viona untuk menyusul Viola yang sudah lebih dulu dibawanya ke dalam kamar.
“Sudah berhenti? Jika sudah cepat naik ke atas, lalu ganti bajumu dengan baju tidur warna merah yang sudah aku letakkan di atas ranjang!” titah Leonard tiba-tiba.
Sontak Sheila berdiri, matanya menyipit, wajahnya menunjukkan kebingungan yang begitu mendalam.
Tanpa memperdulikan tatapan penuh kebingungan sang istri, Leonard kembali bersuara, “Jangan tidur sebelum aku pulang!”
Mendengar itu, kebingungan Sheila semakin bertambah.
Sialnya! Leonard malah pergi meninggalkannya begitu saja tanpa penjelasan dengan membawa Viona.
“Tunggu!” Sheila berlari menyusul suaminya.
Seakan tuli, Leonard tetap melanjutkan langkah sehingga Sheila terus mengikutinya dari belakang.
Hingga sampailah mereka di dalam kamar si kembar. Leonard meletakkan putri kecilnya ke dalam baby box dengan penuh kehati-hatian.
Sementara Sheila, masih setia berdiri di belakang Leonard untuk meminta penjelasan.
Ketika Leonard membalik tubuh, Sheila mengambil kesempatan itu untuk bertanya.
“Sebenarnya apa yang sedang kau rencanakan, ha?” Kepala Sheila mendengak, sorot matanya menujukkan kecurigaan yang besar terhadap Leonard.
Bukannya menjawab rasa penasaran Sheila, Leonard malah mengeluarkan ancaman yang membuat Sheila mati kutu.
“Lakukan saja apa yang aku perintahkan, atau … aku akan menggunakan kekuasaanku untuk membuatmu dibenci oleh seluruh orang di kota ini!”
Mata Sheila membelalak, mulutnya menganga dengan suara yang tercekat di tenggorokan.
Salah satu sudut bibir Leonard terangkat tinggi saat melihat Sheila tidak berdaya, ia merasa puas atas hal itu, dan akan semakin puas saat rencananya dalam membuat Sheila menderita terlaksana sebentar lagi.
Dengan mengangkat tinggi dagu serta menegakkan punggungnya, Leonard berjalan melewati Sheila begitu saja.
Sheila tergagu, kakinya seakan terpaku pada lantai sehingga tidak dapat digerakkan.
Rasa yang awalnya bingung, kini berubah menjadi sebuah ketakutan dan kekhawatiran.
*
*
*
Dua puluh menit berlalu, Sheila dengan memakai baju tidur tipis bewarna merah tengah mondar-mandir di dalam kamar yang dipenuhi oleh foto-foto Zora.
Wanita bertubuh ramping itu menggigiti ujung kukunya, keringat dingin sebesar biji jagung mengalir di ujung pelipis disertai dengan gemetar di sekujur tubuhnya yang tak kunjung berhenti.
Perasaan Sheila sangat tidak tenang, apalagi saat sesuatu yang mirip dengan jaring penangkap ikan melekat di tubuh rampingnya. Ia tidak bodoh, tentu ia mengetahui baju seperti apa yang tengah digunakannya saat ini.
Di tengah rasa takutnya yang nyaris tidak terbendung, tiba-tiba pintu dibuka oleh seseorang yang tak lain dan tak bukan ialah Leonard.
Sosok pria tinggi tersebut masuk, lalu mengunci pintu kamar tanpa menimbulkan suara berisik.
"Are you ready?" Suara yang terdengar berat membuat Sheila tersentak.
Sheila menoleh, matanya membeliak lebar kala Leonard berjalan mendekatinya sambil melepas kancing kaus teratas pria itu.
“A-apa yang kau lakukan?” Sheila mengangkat tangan kanannya dengan memasang sikap waspada.
Bersambung ….
Apa yang direncanakan oleh Leonard? Bukankah singa bermulut pedas itu tidak sudi menyentuh tubuh Sheila?
Besok Othor double up ya zeyengku 🥰🥰😍😍
di tunggu kelanjutan ya