NovelToon NovelToon
Where Are You?

Where Are You?

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen School/College / Cinta Seiring Waktu / Kehidupan di Sekolah/Kampus / Keluarga / Persahabatan / Bullying dan Balas Dendam
Popularitas:2.2k
Nilai: 5
Nama Author: Agnettasybilla

Kalea Ludovica—murid paling keras kepala seantro SMA Bintang dan salah satu murid yang masuk dalam daftar jajaran murid paling disegani disekolah. Masa lalunya yang buruk karena sering dikucilkan keluarga sampai kematian sang adik membuatnya diusir dari rumah ketika masih berusia tujuh tahun.
Tuduhan yang ia terima membuat dirinya begitu sangat dibenci ibunya sendiri. Hingga suatu ketika, seseorang yang menjadi pemimpin sebuah geng terkenal di sekolahnya mendadak menyatakan perasaan padanya, namun tidak berlangsung lama ia justru kembali dikecewakan.

Pahitnya hidup dan selalu bertarung dengan sebuah rasa sakit membuat sebuah dendam tumbuh dalam hatinya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Agnettasybilla, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 16

Sepulang sekolah, Kalea pulang diantar Letta dan Ana bukan bersama Zion seperti biasanya. Padahal jelas-jelas Zion sudah menunggu gadis itu sejam lalu bersama teman-temannya di parkiran sekolah.

Tampaknya masalah tadi pagi masih membuat Kalea kesal melihat kakaknya. Keberadaan mereka juga sama sekali tidak digubris Kalea dan langsung saja masuk ke mobil Letta.

Setibanya dirumah pun Kalea langsung menaiki tangga menuju kamarnya. Begitu juga dengan Zion tiba dengan memasang wajah datarnya. Hari-hari sebelumnya, suasana rumah tidak sesepi sekarang ini. Kerap keduanya saling berteriak sampai mengganggu pekerjaan mama mereka.

"Kalian berdua kemari dan duduk dihadapan Papa," seru Bagas tanpa menoleh pada kedua anaknya.

Kalea dan Zion spontan berhenti. Kalea yang sudah berada di tangga paling atas menoleh ke arah Zion di tangga kedua.

"Mampus gue kalau papa lihat muka gue kayak gini," lanjut Kalea dalam hati.

"Mau sampai kapan kalian diam-diaman seperti ini? Papa dengar kalian berdua tidak pulang sama, kenapa? ada yang bisa jelasin ke papa apa yang terjadi?" tutur Bagas bersandar lalu melipat tangan depan dada.

Keduanya sudah duduk di sofa, di hadapan Bahas tanpa saling pandang.

"Gak papa kok Pa. Kebetulan kakak tadi ada kerjaan di kelas, jadinya Kalea lebih dulu pulang diantar teman-temannya," ucap Zion.

Ia berusaha manahan rasa gugupnya, walau ia tau kalau berbohong pada Papanya tidak akan menyelesaikan masalah.

"Kamu yakin tidak berbohong sama Papa? Tadi papa sudah menghubungi wali kelasmu dan katanya anak kelas duabelas lebih dulu pulang dari adik kelasnya."

Kalea menarik napas dalam kemudian melirik kakaknya yang tampak menunduk di hadapan Bagas. "Lea lagi berantem sama kakak karena tadi pagi kak Zion bentak Lea. Kalau bukan karena Papa diamin Lea, Lea gak akan ribut sama kakak," jelas Kalea dengan tegas membuat kedua laki-laki yang berharga di hidupnya menatap kearahnya.

"Papa sama sekali tidak mendiamkan mu Kalea. Papa tau mana yang terbaik untukmu dan keluarga kita. Sudah sangat sering papa ingatkan untuk menjaga diri dengan baik. Papa hanya ingin kamu menyadari kesalahanmu..."

"Dan kamu Zion, jangan mencoba membela adikmu kalau salah. Papa tidak senang kamu mengambil sikap seperti itu. Jika salah, ingatkan, kalau pun benar jangan terlalu sering disanjung..."

Zion mengangguk paham. Tatapan Bahas pun beralih mengamati Kalea yang tampak asing hari ini.

"Apa apa dengan wajahmu? Apa itu memar?" tanya Bagas.

Kalea menyentuh pipinya. "Ah.. I-ini.. Kalea berantam sama Clara di kantin pas Lea masuk sekolah. Dia gak suka kalau Lea dekat-dekat sama teman-teman kak Zion."

"Waktu itu Lea hanya melawan tanpa main fisik, Pa. Kalau hari ini Lea minta maaf, kalau bukan karena dia duluan menarik seragam Lea, Lea gak bakalan mukul dia."

"Bagaimana denganmu?" tanyanya pada Zion membuat laki-laki itu spontan meneguk salivanya kasar.

"Zion gak tau Pa masalah Kalea berantam di sekolah. Zion datang buat ngelerai doang, itu ajah Pa."

Sepeninggal Kalea menuju kamarnya, Zion berakhir mengobrol dengan Papanya di ruang kerja.

"Papa ingatin kamu sekali lagi untuk menjaga sikap di depan adikmu. Dia satu-satunya orang yang harus kamu jaga dari orang-orang yang mungkin mencoba menyakiti adikmu. Kalea sangat sensitif untuk hal kekerasan, dia punya trauma..."

"Maafin Zion Pa. Lain kali Zion bakalan lebih menjaga Kalea."

***

Setelah Bibi Ima mengobati luka di wajah Kalea, Kalea mulai bermalas-malasan diatas tempat tidurnya dengan kaki dan kepala bukan pada posisi yang seharusnya.

Kaos berwarna pink polos juga celana pendek ia kenakan disiang yang cerah ini sampai suara ketukan pintu mengalihkan kegiatannya.

"Eh, ada, Kak Zion. Loh, kepalanya kok dibawah sih," receh Kalea membuat Zion masuk dan membuang wajahnya kesembarang arah.

"Bangun. Jangan bermalas-malasan," tutur Zion menarik kedua kaki Kalea sampai membuat gadis itu terjatuh di atas karpet. Kalea langsung memasang wajah kesal.

"Apaan sih kak, datang-datang ganggu orang ajah," ucapnya jengkel. "Enak gak kena ceramah Papa?"

"Gue gak diceramahi. Gue cuman diingatin buat ngejaga lo," kata Zion membuat Kalea hanya ber oh ria saja.

"Jadi sekarang, Kakak ngapain ke sini? tumben-tumbenan pula. Biasanya juga cuman nongol terus pergi?" tanya duduk disebelah Zion. Keduanya duduk menghadap objek di depan sana dari balkon kamar.

"Kakak boleh tanya sesuatu?" kata Zion menyandarkan kepalanya pada tembok.

Pandangannya masih lurus ke depan dan Kalea sibuk memperhatikan wajah Zion dari samping.

"Pertanyaannya tentang apa baru Lea jawab..."

"Sedikit sensitif tapi kakak cuman nanya ajah. Kalo lo gak suka gak perlu dijawab."

"Bilang ajah, Lea gak masalah kok.. Lea pasti jawab."

"Lo punya adik waktu kecil?" Zion mengatakan pertanyaannya sembari menoleh pada Kalea. Kedua bola mata adiknya itu bergerak tidak tentu arah. Seakan ia kaget dengan pertanyaannya barusan.

"Buat apa kakak nanya masa lalu Kalea? Semua itu udah Lea lupain kak, semuanya udah hancur. Kalea gak mau lagi ingat semua itu," jawabnya dingin.

Zion langsung bergerak lebih dekat pada Kalea. Merangkul pundak adiknya itu lalu mengusapnya perlahan.

"Papa berniat nolongin kamu. Papa udah tau semua tentang apa yang terjadi sama kamu sepuluh tahun lalu. Papa gak mungkin bodoh membiarkan semua itu berlalu begitu ajah. Mungkin kamu bilang, kamu bisa lupain semuanya, tapi hati dan mata kamu gak bisa bohong dek."

"Papa tahu kecelakaan itu ulah orang yang saat ini kamu benci."

Kalea tidak kaget dengan hal itu, justru ia sudah tahu siapa pelaku dibalik kecelakaan adiknya.

***

Matanya yang berkaca-kaca saat itu sempat melihat sosok di balik kaca mobil tersenyum kearahnya, seolah apa yang terjadi saat itu benar-benar bukan salahnya.

Parahnya Kalea tidak berani mengatakan sebenarnya pada Ayahnya. Sampai akhirnya ia diusir dan diadopsi keluarga Adiwijaya.

"Kalea punya dua adik, Chika dan Anggita. Chika anak angkat dikeluarga kita, dia gadis manja, pemarah dan semua kebutuhannya harus dipenuhi. Kalau tidak terpenuhi, ia bakalan hancurin semua barang yang ada dirumah. Sikapnya yang cari muka terus membuat Lea dan Anggita selalu disalahkan oleh mama sampai Papa dengan teganya memilih Chika dibanding kita berdua."

Dimas langsung merengkuh tubuh Kalea, menguatkan gadis itu untuk tidak terlalu memikirkan apa yang sudah terjadi sebelumnya. Kalea gadis yang kuat. Gadis yang dipaksa tumbuh dengan lingkungan yang keras juga toxic.

***

"Mama tadi dapat surat peringatan dari sekolah," kata Audrey setelah mereka selesai dengan acara makan malam. "Kamu buat masalah apa di sekolah?"

"Bu Sinta terlalu curiga kalau Zion ikut nyontek sama Haris saat ujian hari ini padahal sebenarnya gak sama sekali. Zion gak ikutan dihukum cuman Gabriel, Adit sama Bobby ajah Ma," katanya berharap Papanya tidak menanyakan hal yang sama.

"Bu Sinta guru Kimia itu yah?" timpal Bagas bergabung dengan topik mereka saat ini.

"Iya, Pah. Guru yang gak tau kapan pensiunnya..."

"Bu Sinta memang selalu begitu, dulu juga Papa pernah dihukum sama beliau. Makin tua makin galak," ujar Bagas jika mengingat masa SMA nya.

"Mama harap jangan diulangi lagi," kata Audrey mengingatkan.

Sebelum Kalea beranjak, Bagas membawa P3K membuat Kalea duduk kembali dengan tenang di kursinua.

Perlahan Papanya mengobati sudut bibirnya. Merasakan suasana seperti ini, ia jadi merindukan Ayahnya—Anggoro Bramanto.

"Lain kali kalau berantam itu jangan nanggung. Masa dia menang dua poin dan anak perempuan Papa satu ajah."

"Maksud Papa," kata Kalea bingung.

"Kalau kamu ditampar, tampar balik lagi. Apalagi kalau kamu sama sekali tidak salah, Papa bakalan kasih dukungan selama perbuatanmu benar."

"Papa ngajarin Kalea jadi anak nakal ya? Okey, lain kali kalau Kalea di pukul sama orang, Lea bakal balas balik."

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!