NovelToon NovelToon
Tawanan Hati Sang Presdir

Tawanan Hati Sang Presdir

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / Cinta Seiring Waktu / Identitas Tersembunyi / Wanita Karir / Office Romance
Popularitas:14.5k
Nilai: 5
Nama Author: Marthin Liem

Cindy, seorang karyawan yang tiga kali membuat kesalahan fatal di mata Jason, bosnya, sampai ia dipecat secara tidak hormat. Namun, malam itu, nasib buruk menghampiri ketika ia dijebak oleh saudara sepupunya sendiri di sebuah club dan dijual kepada seorang mucikari. Beruntung, Jason muncul tepat waktu untuk menyelamatkan. Namun, itu hanya awal dari petualangan yang lebih menegangkan.
Cindy kini menjadi tawanan pria yang telah membayarnya dengan harga yang sangat tinggi, tanpa ia tahu siapa sosok di balik image seorang pengusaha sukes dan terkenal itu.
Jason memiliki sisi gelap yang membuat semua orang tunduk padanya, siapa ia sebenarnya?
Bagaimana nasib Cindy saat berada di tangan Jason?
penasaran?
ikuti kisahnya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Marthin Liem, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

I will punish you!

Setelah usai menjalankan aksinya, Jason melepas hazmat, dan keluar dari ruangan laboratorium itu dengan langkah ringan seakan tak terjadi sesuatu apapun. Ia melepas seluruh pakaian yang terdapat noda darah, lalu melemparkan ke dalam mesin cuci. Sedangkan Cindy, yang dipenuhi trauma dan ketegangan, masih duduk memeluk lutut sambil menelungkupkan wajahnya.

Jason mendengar isakan gadis tersebut, dan Cindy pun mendengar irama langkah sepatu Jason yang semakin mendekat, jantungnya berdegup kencang.

Pria itu berlutut, menatap tubuh Cindy yang bergetar hebat. "Apa yang sedang kamu tangisi, huh?" Jason menyentuh rambut gadis itu dan mengusapnya, Cindy menggeleng, wajahnya masih tertunduk.

"Pak Jason, jangan sakiti saya, saya mohon," isaknya. Mendengar hal itu, Jason tertawa renyah.

"Hahaha... Apa kamu bilang?" ia berbisik di telinga Cindy, gadis itu memberanikan diri mengangkat kepalanya dengan wajah yang dipenuhi air mata.

Terkejut melihat wujud Jason yang dipenuhi noda darah di sekitar lengan, dada, serta wajahnya, dan mungkin sebagian sudah mengering, Cindy merasa mual.

Ia menahan hidungnya dengan telapak tangan.

"Tenang, saya tak akan mungkin menyakitimu." Jason meremas rahang gadis tersebut dan menengadahkan wajahnya, membuat gadis itu semakin menggigil, apa lagi ketika Jason membelai wajahnya menggunakan ujung belati secara hati-hati tanpa meninggalkan luka.

"Kecuali kalau kamu coba-coba kabur dari saya!" lanjutnya tegas. Cindy semakin dihadapkan dengan situasi yang tidak aman.

Gadis itu mengangguk pelan, menyadari potensi bahaya yang dihadapinya. "Dasar! Pria sakit jiwa," batin Cindy, menahan tegangnya.

Jason bangkit dari berjongkok, tatapannya masih fokus pada Cindy yang duduk di bawah lantai.

"Berdiri!" bentak Jason, dan Cindy menuruti instruksinya. "Tunggu saya di ruang makan!" lanjutnya sebelum meninggalkan Cindy.

Gadis itu terus terisak, pikirannya melayang membayangkan wajah Ayah, Ibu, dan Kakak perempuannya. "Tolong aku, aku ada dalam bahaya," batin Cindy penuh permohonan.

Langkahnya pelan menuju ruang makan sesuai instruksi yang diberikan Jason. Ia menyeret kursi, dan mendaratkan bokongnya, menanti Jason dengan penuh ketegangan.

"Aku harus kabur!" Ia bertekad, tak ingin bernasib sama seperti korban-korban sebelumnya. Cindy mengumpulkan keberaniannya meski tahu Mansion ini dilengkapi dengan sistem yang canggih dan modern. Tetapi, ia berpikir jika Jason sedang mandi, maka ia tak akan mengetahuinya.

Ia berlari kecil tanpa menggunakan alas kaki agar suaranya samar, di bawah penerangan temaram ia menyusuri lorong-lorong yang tampak tak berujung dan membuatnya bingung.

"Aduh, aku harus ambil jalur mana?" gumamnya, semakin tersesat, dan berada di ruangan yang berbeda-beda, dipenuhi oleh pilar-pilar tinggi. Jantungnya berdegup kencang, disertai keringat yang membanjiri sekujur tubuhnya, ia menatap langit-langit ruangan yang seakan mencekam dengan kekosongan yang menghantui.

"Aku harus menemukan jalan keluar!" Cindy kembali berlari kecil kesana kemari, tetapi upayanya gagal.

Sampai akhirnya ia tersandung kaki seseorang, dan terjatuh dengan wajah putus asa.

"Mau mencoba kabur, ya?" tanya Jason dengan suara bariton yang pelan, berjongkok dengan satu lutut yang menopang lengannya.

Cindy tampak pasrah kali ini, ia menggeleng. "Maafkan saya, Pak Jason, tapi saya ingin keluar dari sini," pintanya, pria itu tertawa mengejek.

"Apa? Kamu mau mencoba keluar dari istanaku? Oh, tidak bisa!" ucapnya, tangis Cindy menjadi semakin pecah.

"Asal kamu tahu, banyak di luar sana wanita yang ingin menjadi ratu di istanaku." Lagi dan lagi, Jason mencengkram rahang Cindy agar wajah gadis itu menatap ke arahnya.

"Kamu termasuk orang yang beruntung! Karena dengan kamu berada di sini, apapun yang kamu inginkan semuanya bisa terpenuhi. Hahaha... Nikmatilah surga yang terpampang di hadapanmu, Cindy!"

Cindy merasakan keputusasaan melanda. Ia terduduk di lantai, wajahnya dipenuhi oleh air mata. Jason terus menggertak, membuatnya semakin tak berdaya di hadapan kekuatan pria itu.

Ia menyeret lengan Cindy secara paksa karena gadis itu mencoba untuk terus melawannya. "Pak Jason, kamu jahat! Kamu ternyata seorang pembunuh berdarah dingin!" bentak Cindy saat Jason menuntun secara kasar.

"Diam! Hentikan ocehan mu itu! Kamu membuatku geram!" sentak Jason, Cindy semakin meronta.

Sampai akhirnya mereka kembali ke ruang makan.

"Cepat duduk!" titah Jason seakan tak ingin dibantah.

Gadis itu mengangguk, dan menuruti perintahnya dengan tubuh tegang dan gemetar.

"Apa yang ingin kamu makan? Katakanlah," tanya Jason, kali ini suaranya terdengar lembut dan sikapnya berubah manis, tetapi tetap saja Cindy masih tegang.

Gadis itu menggeleng. "Saya kehilangan selera makan karena kejadian tadi," jawab Cindy, Jason menyunggingkan sudut bibirnya.

"Tapi, kamu tidak bisa membiarkan perutmu kosong! Apa kamu sengaja ingin mati kelaparan untuk menghindariku?" Suara Jason kembali meninggi seolah tengah bermain-main dengan emosi Cindy.

Gadis itu terdiam, bangkit dari duduk dan melingkarkan kedua lengannya di antara pinggang Jason sambil terisak, air matanya menetes membasahi kimono tidur yang dikenakan pria tersebut.

"Pak, saya minta maaf, saya berjanji akan mengikuti semua ucapanmu. Tapi berjanjilah untuk tidak menyakiti saya," isaknya. Jason tersenyum mendengar pernyataan ini, karena inilah yang ia inginkan.

Jason kembali menengadahkan wajah Cindy agar menatap wajahnya. "Nah, saya senang sekali mendengarnya," kata Jason sambil mengelus pucuk rambut Cindy seperti biasa. "Duduklah lagi," titah Jason secara lembut, dan gadis itu mengangguk serta kembali ke kursinya.

"Kamu mau makan apa?" tawar Jason, Cindy tampak ragu untuk menjawab, dan jika ia menolak, khawatir pria itu akan memarahinya lagi.

"Pak, saya ingin makan buah apel saja, saya tidak mau makan makanan berat malam-malam," jawabnya sedikit canggung.

Jason tertawa dan fokus pada wajah Cindy yang polos. "Kenapa memangnya? Kamu takut gemuk? Hahaha... Bukankah itu akan terlihat lebih seksi dari pada tubuhmu kurus kering seperti ini," ejek Jason, fokusnya terhenti di kedua dada Cindy. "Apa lagi itu," tunjuknya. "Saya bisa kok membuatnya sedikit lebih besar," lanjut Jason, membuat Cindy semakin terpojok.

"Ternyata dia bisa jelalatan juga," batinnya.

Jason mengangguk, melangkah menuju lemari es, dan memilih buah apel merah yang paling segar dan besar dari dalam sana. Dengan lincah, ia melempar-lempar buah itu di telapak tangannya seperti bola. Dengan cepat, ia mengambil pisau dapur, dan ketika buah itu hendak mendarat, sudah terbelah secara sempurna.

Cindy ternganga melihat atraksi Jason. Ia merasa ingin bersorak, tetapi menahannya karena ingat akan kekejaman Jason.

"Kenapa? Jika ingin tertawa, tertawalah," kata Jason sambil kembali memotong buah apel tersebut menjadi beberapa bagian dan ia sajikan di atas piring. Jason menyajikan buah apel dengan senyum licik di wajahnya, menyadari bahwa kejutan ini membuat Cindy semakin tak berdaya.

"Silahkan, Nyonya muda," kata Jason, gadis itu terkesan. Cindy meraih satu potongan apel dan melahapnya. Jason selalu terpaku ketika gadis itu sedang mengunyah makanan, baginya Cindy terlihat luar biasa dan sangat menggemaskan.

"Dasar, anak kucing," ledek Jason, Cindy membalas ejekan itu meski sedikit ragu.

"Bapak Jerapah," balasnya. Jason tersenyum, suasana tegang kini berubah menjadi hangat.

"Pak Jason mau?" tawar Cindy, pria itu tersenyum menyeringai.

"Saya tidak mau makan apel, tapi saya ingin melahap mu malam ini," balasnya dengan tatapan yang sulit diartikan, membuat gadis itu tercengang.

"Apa? Apa artinya itu, Pak?" tanya Cindy berharap itu hanya guyonan.

"Jangan pura-pura polos! Kamu pasti paham kebutuhan pria dewasa," cetus Jason memandang Cindy sambil tersenyum nakal.

Gadis itu terpaku, kedua matanya melotot dan seakan sulit ketika menelan buah apel yang masih berada di dalam mulutnya.

"Cepat habiskan!" desak Jason, Cindy mengangguk dan memakan potongan apel berikutnya.

"Aduh, bagaimana ini?" gadis itu tampak sangat gugup.

Jason yang masih berdiri, tiba-tiba mengangkat tubuh gadis tersebut ala bridal style, Cindy menggerak-gerakkan kakinya, seakan menolak tindakan Jason.

"Pak Jason, apa yang akan kamu lakukan?" tanya Cindy, pria itu tak menjawab.

Ia membawa gadis itu ke kamar pribadinya yang lebih luas, lalu melempar tubunya yang ramping ke atas kasur king sizenya, membuat gaun yang dikenakan Cindy sedikit terangkat, memperlihatkan pahanya yang putih, bersih, dan mulus seputih kapas.

"Engh..." Cindy berupaya bangkit, tak ingin sesuatu terjadi padanya malam ini.

"Pak, jangan!" cegahnya ketika Jason membuka tali kimono tidurnya dengan seringai tajam.

"Karena kamu sudah berani kabur, maka saya akan memberikan hukuman padamu, tapi hukuman ini akan membuatmu terbang melayang," kata Jason penuh rasa percaya diri, Cindy menggeleng.

"Ja-jangan, Pak!"

Jason mengabaikan keraguan dan melanjutkan upaya untuk melepaskan kimono tidurnya di hadapan Cindy.

Gadis itu merasa kepanikan merayapi tubuhnya, namun ia tetap berusaha menahan dan menolak dengan keras.

"Pak Jason, tolong... jangan lakukan ini," desak Cindy, suaranya gemetar.

Jason hanya tertawa sinis, seakan menikmati ketegangan yang terpancar dari wajahnya.

...

Bersambung...

1
Bilqies
Hay Thor aku mampir niiih...
mampir juga yaa di karya ku /Smile/
Kim Jong Unch: Makasih ya kak
total 1 replies
Arista Itaacep22
lanjut thor
Kim Jong Unch
Semangat
anita
cindy gadis lugu..percaya aja d kibuli alvian.lugu kyak saya😁😁😁😁
Arista Itaacep22
seru thor cerita ny, tapi sayang baru sedikit sudah habis aja
Kim Jong Unch: Makasih, sudah mampir kak. ☺️
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!