Tawanan Hati Sang Presdir
Siang itu di kantin perusahaan...
Jason, yang menjabat sebagai Presiden Direktur, melangkah gagah di depan para staf dan karyawan yang sedang menikmati makan siang
"Wah, Pak Jason ganteng banget!"
"Sstt... Keren, sumpah!"
"Ough, senyumannya bikin jantungku deg-degan," bisik para karyawan wanita yang duduk dalam satu meja, kehilangan selera makan saat Jason Antonio lewat.
Pria itu tampak gagah dengan kaca mata hitam yang bertengger di hidung mancungnya, rambutnya yang sedikit berantakan tapi tetap terlihat trendy, pakaian formal yang rapi. Ia memiliki tinggi tubuh 190 cm, dan otot-otot yang kekar, membuat semua mata tertuju pada pria berparas tampan dan menawan tersebut.
Terkecuali Cindy, yang tampak sibuk dengan layar ponsel sambil menggenggam gelas jus alpukat.
Tanpa sengaja, keningnya yang licin terbentur dada bidang Jason, membuatnya berhenti dan berubah kaku, tanpa di sadari gelas yang ia genggam meluber, sehingga jus itu sedikit tumpah mengenai pakaian pria tersebut.
"Hais!" Jason memekik kesal atas kecerobohan Cindy.
"Hei, kalau jalan hati-hati dong!" bentak Cindy tanpa menatap wajah lawan bicaranya, tetap fokus dan serius dengan ponsel.
Jason membuka kaca mata hitamnya dan mendongak ke bawah, memandangi wajah Cindy yang terlalu berani, membuat wanita itu langsung menengadah ke atas dan tersenyum cengo.
Sementara, di belakang terdengar backsound sorakan karyawan lain.
"Diam!" Teriak Jason menginterupsi, sesaat suasana menjadi hening, lalu fokus Jason kembali pada Cindy. "Kamu tidak tahu siapa yang kamu hadapi?" tanyanya dengan nada tinggi.
Cindy mengangguk dengan kedua mata indah yang berbinar ketika menyadari lawan bicaranya bukan sembarang orang, melainkan sosok yang sangat penting di perusahaan tersebut.
Sementara itu, dua pengawal Jason berada di belakang, menatap Cindy dengan sebelah mata.
Wanita berambut pendek sebahu itu memandang Jason dengan kaku, sambil menelan ludahnya.
"Pak Ja...Ja... Ja..." Cindy tergagap.
"Sejak kapan nama saya berubah menjadi Jaja?" bentak Jason, sementara Liam, pengawal setianya, mengelap noda bekas jus alpukat di blazer Jason dengan sangat hati-hati.
"Eh, maksud saya Pak Jason," kata Cindy mencoba menetralkan rasa gugupnya sembari menghela nafas dalam.
"Lihat apa yang sudah kamu lakukan?!" Jason menunjuk blazernya yang sedikit kotor akibat ulah Cindy. Gadis itu tersenyum manis.
"Saya minta maaf, Pak," ucapnya, gugup, sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Aduh, kok aku bisa ceroboh begini, sih?" batin Cindy.
Jason menggerakkan kedua mata sebagai isyarat agar dua pengawalnya membawa Cindy ke ruangannya.
Liam dan Rey segera menggelandang Cindy secara paksa.
"Hei, saya mau dibawa kemana?" teriak Cindy, berusaha melepaskan diri dari genggaman mereka.
Cengkraman tangan Liam dan Rey begitu erat di pergelangan Cindy, membuatnya merasa kesakitan.
"Hei, jangan kencang-kencang, bisa tidak?" bentaknya, tapi Liam dan Rey semakin geram.
"Diam!" balas Rey dengan gemas. Setelah tiba di depan ruangan Jason, kedua pria itu dengan kasar melempar tubuh Cindy hingga jatuh tepat di hadapan Jason yang sedang berdiri.
"Aww!" pekik Cindy, merasa kesakitan di bagian bokong dan pinggulnya.
"Berdiri!" bentak Jason yang berdiri dengan tegap dan gagah.
Cindy dengan susah payah mencoba bangkit sambil menahan rasa ngilu di bagian pinggul dan bokongnya di hadapan Jason dengan tatapan yang bergetar, namun tetap mencoba mempertahankan keberaniannya.
"Ssttth aahhh... " Gadis itu meringis sembari sedikit tertatih. Jason melempar senyum miring saat menatap tajam ke arahnya.
"Maafkan saya Pak Jason, saya sama sekali tak bermaksud membuat masalah," ucapnya dengan suara gemetar, gugup, dan tertunduk lemah.
Jason meraih dagu Cindy dengan satu telunjuk jari agar menatap tepat ke wajahnya, membuat gadis itu semakin gemetar tak karuan, aliran darahnya seketika terhenti, memucat dalam sekejap.
"Aish, menyebalkan!" batin Cindy, terpesona oleh keelokan paras Jason yang tak bisa di abaikan, tetapi ia merasa jengkel atas ulahnya.
"Baru kali ini menemukan perempuan yang berani padaku, hmm... tapi kalau di lihat-lihat, boleh juga," gumam Jason mengangguk, sedikit kesal tetapi merasa sangat tertantang akan keberanian gadis tersebut saat berhadapan langsung dengannya.
"Siapa nama kamu?" tanya Jason kini kembali tegak berdiri di hadapan Cindy, gadis itu kembali tertunduk, seraya menunjukan name tag yang sedari tadi ia masukan ke dalam saku kemejanya.
"Nama saya Cindy Amelia, usia 20 tahun, jabatan saya di bagian tim pemasaran, Pak," jawab Cindy dengan lantang dan tegas, tetapi tak berani menatap Jason kali ini.
Jason cukup puas mendengar keterangan dari gadis tersebut, ia kembali menunjuk noda di jasnya secara tegas.
"Lihat ini karena ulahmu!" tunjuknya. Cindy mengangguk lemah.
"Saya bisa mencucinya, Pak, sekali lagi saya minta maaf."
Jason tertawa kencang mendengar ucapan gadis itu, seolah menganggap urusan ini enteng.
"Kamu pikir ini blazer murahan? Saya tidak sembarangan mencuci blazer ini! Gajimu dalam beberapa tahun saja tidak bisa untuk membayar ganti rugi atas kecerobohanmu!" Jason tampak emosi suaranya meninggi memecah ruangan sepi, membuat degup jantung Cindy bekerja lebih cepat, dan semakin cepat, seakan berada di tepi tebing yang curam, dan tinggal sejengkal lagi ia akan jatuh, begitulah yang ia rasakan saat menghadapi pria ini.
Ia hanya bergeming tidak mampu menjawab, terancam dengan posisinya saat itu.
"Kamu dengar saya ngomong barusan?" bentak Jason tegas. Cindy mengangguk pelan, sekali lagi ia tak berani menatap wajahnya yang angkuh dan dingin.
"Dengar kok, Pak," jawabnya sambil mengelus dada. "Dia pikir aku ini budeg!" batinnya.
Jason menatap penampilan Cindy dari atas sampai bawah, membuat wanita itu semakin tegang dan terintimindasi.
"Gaya pakaianmu sangat norak, norak sekali, pasti kamu membeli kemeja dan rok murahan, ya?" komentar Jason sembari menyentuh ujung kain kemeja Cindy di bagian bahunya, membuat gadis itu semakin terjebak dalam situasi yang campur aduk.
"Aduh, selamatkan hamba, Tuhan..." keluhnya dalam hati saat Jason masih menahan di ruangannya saat ini.
Pria itu pun masih terpaku memandangnya dengan tatapan yang sulit diartikan, sementara waktu istirahat sudah habis.
"Pak, sudah pukul 1 loh, saya harus kembali bekerja," ucap Cindy, mencoba memecah situasi hening.
"Kamu lupa dengan siapa kamu berhadapan?" Jason semakin mendekat, hingga tubuh mereka nyaris tak berjarak.
"Oh, i..iya Pak, saya lupa," kata Cindy, terlihat kikuk.
Jason mengangguk dan kembali duduk di kursinya.
"Untuk saat ini, kamu saya maafkan. Tapi ingat! Jangan pernah mengulangi kesalahan kamu lagi, kalau tidak saya tidak segan-segan memperkarakan kamu! Paham?" tegasnya.
Cindy mengangguk, merasa lega setelah lolos dari situasi yang mendebarkan barusan.
"Ingat Cindy! Saat ini kamu berada dalam pengawasan saya! Dasar, karyawati ceroboh! Sana keluar!" usirnya tegas, membuat Cindy mengangguk paham dan tertunduk hormat di hadapan Jason.
"Terima kasih, Pak," ucapnya, kemudian keluar dari ruangan tersebut dengan hati yang lega.
Ketika tiba di meja kerjanya, ia mendapat tatapan tajam dari rekan-rekan sesama staf yang sedang menggunjing ria.
"Huh, emangnya enak dimarahin Pak Jason," sindir Mira menatap sinis, Cindy hanya membalas dengan senyuman aneh ke arah rekannya tersebut.
"Jangan macam-macam, tahu sendiri kan akibatnya?" cetus Dian dengan nada ketus memperingatkan Cindy, dan mengingatkan jika Jason adalah sosok yang di segani.
Cindy mendelik ke arah mereka, merasa risih dengan situasi saat itu.
Dua jam berlalu...
Cindy, tergugah untuk membalas chat kekasihnya di tengah kepadatan jam kerja. Tangannya bergerak gesit mengetik di layar ponsel, namun ketika Jason tiba-tiba muncul di belakang, ia kaget dan tanpa sengaja menjatuhkan ponsel yang sedang ia genggam ke bawah lantai.
Suara bariton Jason membuyarkan keheningan, membuat semua orang menahan tawa saat menatap ekspresi gugup Cindy.
Dengan lembut, Jason meraih ponsel Cindy yang tergeletak mengenaskan di bawah lantai, lalu memasukkan benda pipih itu ke dalam saku blazernya.
"Pak, itu handphone saya," ucap Cindy, mencoba meminta kembali ponselnya yang di rampas.
"Kamu tahu ini jam kerja, kan? Kenapa malah main handphone?" tegur Jason, menatap tajam. Cindy yang tertangkap basah, terdiam tanpa berani membantah.
Jason pergi begitu saja, meninggalkan Cindy dalam kebingungan. Gadis itu merasa kesal pada diri sendiri.
"Apes," batinnya, menghela nafas dalam.
Rina rekan sesama staf, tidak bisa menyembunyikan rasa puasnya atas kecerobohan Cindy.
"Belagu sih, udah tahu jam kerja, ini malah berani-beraninya mainin handphone, rasain!"
Cindy terdiam, merutuki diri sendiri. Meski begitu, jemarinya masih terus bergerak di atas keyboard komputer, dengan pikiran yang tidak sepenuhnya fokus pada pekerjaan.
...
Jason dengan isengnya mengambil ponsel Cindy, melihat beberapa pesan dari Alvian, kekasih Cindy, yang terpampang di layar beranda.
["Sayang, kamu ada duit kan?"]
["Aku pinjam 10 juta buat depo, please bantu aku, katanya kamu sayang sama aku."]
["Sayang, kok gak jawab sih?"]
Jason mengernyitkan dahi saat membaca pesan tersebut.
"Kok bisa ada laki-laki yang nekat meminjam uang kepada pacarnya? Benar-benar tidak tahu malu, dan tidak punya harga diri sebagai seorang laki-laki!" gumam Jason, matanya terbelalak tidak percaya saat menatap layar ponsel karyawatinya tersebut.
Di satu sisi, ia merasa iba pada Cindy yang tampaknya hanya dimanfaatkan saja oleh Alvian. "Dasar perempuan bodoh! Kenapa dia mau-maunya di peras oleh laki-laki seperti itu? Aku benar-benar tak habis pikir," lanjutnya sambil menggelengkan kepala, wajahnya memperlihatkan amarah.
Setelah cukup puas, ia meletakkan ponsel Cindy dengan kasar di atas meja, lalu kembali fokus pada pekerjaannya, sehabis mengawasi karyawan yang bekerja tadi.
Setelah jam pulang tiba...
Cindy melangkah dengan berat menuju ruangan Jason untuk meminta kembali ponselnya yang dirampas. Setelah tiba di depan pintu ruangan berlatar putih itu, ia mengetuk dengan pelan. "Permisi," serunya lirih.
Jason, yang masih sibuk dengan tumpukan pekerjaan, mendengar ketukan itu. "Silahkan masuk!" balasnya.
Cindy membuka pintu perlahan dan memasuki ruangan dengan senyum termanis yang ia miliki, namun Jason memandangnya dengan tatapan dingin, dan seringai tipis.
"Ada perlu apa kamu kemari?" tanyanya tegas.
"Maaf Pak, saya mau mengambil ponsel saya, bolehkah? Boleh ya, please!" pintanya, dengan penuh harapan.
Jason melemparkan senyum sinis. "Kemari!" titahnya singkat sembari melambaikan tangan.
Cindy mendekati meja Jason dan berdiri di seberangnya dengan gugup.
"Kamu akan mengulangi kesalahanmu lagi atau tidak?" tanya Jason dengan nada tajam, membuat Cindy menggeleng pelan.
"Tidak akan lagi, Pak, saya menyesal," jawab Cindy, mencoba memohon.
Jason menulis surat peringatan untuknya. "Ini SP 1 untukmu," ucap Jason sambil menyerahkan secarik kertas tersebut kepada Cindy. Ia memperlihatkan kertas itu tepat di hadapan wanita tersebut agar bisa membacanya dengan jelas.
Cindy memegang secarik kertas dengan mata terbelalak saat membaca detail pelanggaran dan konsekuensi yang akan ia terima jika melakukan kesalahan lagi.
Tatapan kosongnya memperlihatkan kecemasan yang mendalam, seolah-olah dunia di sekelilingnya berhenti berputar. Rintik keringat mulai menghiasi dahinya, menandakan ketegangan yang melanda.
"Kamu paham?" tanya Jason dengan suara tegas, menatap Cindy dengan penuh keputusan.
Wanita itu mengangguk pelan, merasakan aliran darahnya yang seolah-olah berhenti mengalir. Dalam hatinya, ia berdoa agar tidak sampai berbuat kesalahan yang ke tiga kalinya.
"Jangan sampai aku dipecat," batin Cindy, menahan rasa tegangnya.
Jason meraih ponsel Cindy dengan tangan yang kuat, menyerahkan benda itu kepadanya dengan gerakan tegas. "Nih, ambil handphone jadulmu! Saya tidak butuh!" ucapnya dengan nada sinis.
Kedua mata Cindy berbinar, dan ia segera mengambil ponsel itu dengan hati-hati, seolah-olah itu adalah harta yang paling berharga baginya. "Terima kasih, Pak Jason, saya berjanji tidak akan melakukan kesalahan lagi," ucapnya, mencoba menunjukkan penyesalan.
Jason hanya mengangguk singkat, tanpa ekspresi ramah di wajahnya.
"Ingat satu hal, jangan jadi wanita bodoh yang bisa dimanfaatkan oleh laki-laki!" pesan Jason dengan tajam, seperti menusuk hati Cindy. Kata-kata itu membawa ingatan yang menyakitkan tentang Alvian.
"I-iya, Pak," jawab Cindy, mengangguk pelan, sementara hatinya terasa hancur merasa ucapan Jason menunjukan sebuah fakta, ia seakan tertampar.
Setelah ponselnya kembali, Cindy berpamitan dan pulang setelah mengisi absensi pulang.
Jason berdiri tegak menghadap jendela kantornya, menatap ke bawah dengan sorotan tajam.
Di bawah, Cindy tampak berjalan menuju sebuah mobil hitam yang berhenti di drop-off perusahaan. Jason yakin bahwa mobil itu di kendarai oleh kekasih Cindy.
Raut wajah gadis itu terlihat sangat bahagia, tersenyum lebar saat masuk ke dalam mobil. Jason mengernyitkan kening, melempar senyum kecut melihat adegan itu.
Baginya, Cindy adalah wanita polos dan bodoh yang dengan mudah dimanfaatkan oleh kekasihnya tersebut.
Jason merasa seolah-olah dunia tidak adil, kenapa wanita sebaik Cindy harus terjerat dalam hubungan yang mungkin tidak sehat. Hatinya terasa kesal dan sedikit kasihan melihat gadis itu yang tampak begitu bahagia, tanpa sadar akan situasi yang sebenarnya.
...
Bersambung...
Jangan lupa tinggalkan jejak komentar jika suka dengan cerita baru Author.
Terimakasih...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Bilqies
Hay Thor aku mampir niiih...
mampir juga yaa di karya ku /Smile/
2024-05-08
1
anita
cindy gadis lugu..percaya aja d kibuli alvian.lugu kyak saya😁😁😁😁
2024-04-18
1