NovelToon NovelToon
Dewa Setan Perbatasan Utara

Dewa Setan Perbatasan Utara

Status: sedang berlangsung
Genre:Raja Tentara/Dewa Perang / Menyembunyikan Identitas
Popularitas:15.7k
Nilai: 5
Nama Author: Jibril Ibrahim

Muda, tampan, kaya, tidak berguna! Itulah kata yang tepat untuk menggambarkan sosok Huan Wenzhao. Namun…

Siapa sebenarnya Huan Wenzhao tak ada yang tahu.

Mau tahu identitas lain Huan Wenzhao?

Ikuti kisahnya di sini!
Hanya di: Noveltoon/Mangatoon.

~Selamat membaca~

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Jibril Ibrahim, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode¹⁶

Menurut cerita pengasuhnya, pada usia enam tahun, Huan Wenzhao tidak sengaja menguping pertengkaran ayah-ibunya. Saat itu ibunya sedang memarahi ayahnya karena terus-terusan membawa Huan Wenzhao berburu monster.

“Zhaozhao masih kecil,” kata ibunya. “Dan dia satu-satunya anak kita! Kalau terjadi sesuatu bagaimana? Siapa yang akan menjadi pewaris Huan? Monster?”

Dengan entengnya, Huan Wenzhao menyela dan menerobos ke dalam kamar orang tuanya. “Nyonya!” Katanya menirukan gaya tengil ayahnya ketika masih muda. “Kau begitu ribut setiap hari! Apa tidak merasa lelah?”

“Kau…” Ibunya meringis dan menggantung kalimatnya. Hampir saja melampiaskan kekesalannya pada Huan Wenzhao. Sebelah tangannya terkepal di sisi wajah dengan mulut terkatup menahan gemas pada ayah Huan Wenzhao.

Pengasuh Wey segera menghambur ke dalam dan berlutut. Kemudian membungkuk hingga dahinya menyentuh lantai. “Ampuni hamba yang tidak kompeten. Ini salah hamba, tidak menjaga Tuan Muda dengan baik!”

“Diam!” Di luar dugaan Huan Wenzhao menghardik pengasuhnya.

Seisi ruangan spontan terdiam.

Ibunya berdeham dan membekap mulutnya dengan jemari tangan. Wajahnya berkerut-kerut menahan tawa.

Bayangkan Huan Wenzhao kecil berkacak pinggang di ambang pintu, memarahi semua orang seperti kepala keluarga. Lebih dari itu, gayanya seperti ketua geng.

Gaya tengilnya sudah melekat sedari kecil!

“Memangnya kenapa kalau aku masih kecil?” Tanya Huan Wenzhao sembari mendongak menatap ibunya dengan sikap menantang. “Aku penerus Huan!” Selorohnya sambil menepuk dada. “Kelak memimpin puluhan ribu tentara. Mungkin juga ratusan ribu! Berburu monster hanyalah pemanasan.”

Diam-diam ayahnya mengacungkan jempol pada Huan Wenzhao secara sembunyi-sembunyi.

Tapi ibunya memergokinya dan mencubit ayahnya.

Ayahnya meringis sembari memaksakan senyum.

“Nyonya!” Huan Wenzhao menatap ibunya dengan isyarat peringatan.

Ibunya mengulum senyum. Kemudian menurunkan tangannya, melepaskan cubitannya dari lengan ayah Huan Wenzhao. Seketika amarahnya mereda.

Jangan lupa! Itu anak kecil berusia enam tahun!

“Baiklah, baiklah!” Ibunya menyerah. Raut wajahnya berubah dengan cepat. Ia menghampiri Huan Wenzhao dan berjongkok di depan anak itu. Kemudian mengusap-usap kedua bahunya. “Zhaozhao sudah besar. Sudah hebat. Kebanggaan Ibu!”

“Begitu baru benar!” Tanggap Huan Wenzhao sembari bersedekap dan mendongakkan hidungnya.

“Sekarang pergilah beristirahat!” Bujuk ibunya dengan lembut. “Zhaozhao sudah bekerja keras.”

“Kalau begitu…” Huan Wenzhao mengusap dagunya sembari bersedekap. “Kalian juga harus bekerja keras!” Ia mendikte ayah dan ibunya sambil mengacung-acungkan telunjuk ke arah keduanya seperti orang berwenang yang sedang memberi peringatan. “Lahirkan lebih banyak keturunan.”

Kedua orang tuanya spontan tersentak.

“Aku mau punya adik-adik monster!” Huan Wenzhao menambahkan.

“Nyoya—” Pengasuh Wey spontan mengangkat wajah dan gelagapan.

Ibu Huan Wenzhao menempelkan telunjuk di depan mulutnya dan mengerjap-ngerjapkan matanya, memberi isyarat supaya pengasuh itu tak mengatakan apa-apa lagi. “Tuan Muda tenang saja!” Katanya pada Huan Wenzhao sambil membungkuk menautkan kedua tangannya di depan wajah. “Kami ikut apa kata Tuan Muda!”

“Dan Anda…” Huan Wenzhao beralih pada ayahnya. “Kalau tak bisa menaklukkan monster ini…” ia menunjuk ke arah ibunya dengan ekor matanya. “Bagaimana Anda bisa menaklukkan monster yang lebih ganas?”

Berandalan kecil ini… Erang ibunya dalam hati. Kemudian melirik ayah Huan Wenzhao dengan tatapan mencela.

“Aiya!” Ayahnya berkilah dengan sikap dramatis. “Leluhur Kecil! Kau tidak tahu? Monster paling ganas di alam semesta adalah perempuan.”

“Kau—” ibunya spontan melotot sembari menjewer kuping ayahnya.

“Adadadadadah—” ayah Huan Wenzhao mengerang kesakitan. “Kau lihat itu?” Pekiknya pada Huan Wenzhao. “Semakin tua, mereka semakin ganas saja!”

“Dasar berandal tua!” Geram ibunya sambil menarik kuping ayahnya semakin keras sampai kepalanya merunduk.

“Kelak dewasa kau akan tahu!” Ayahnya menambahkan dengan suara tinggi karena sakit.

“Tutup mulutmu!” Hardik ibunya semakin mengetatkan jewerannya.

Itu hanyalah sepenggal kisah—cuplikan singkat dari drama sehari-hari di kediaman Adipati Agung yang bermartabat.

Entah karena bakatnya yang diagungkan, atau ayahnya saja yang terlalu memanjakannya, Huan Wenzhao memang diperlakukan di luar batas normal.

Satunya Berandal Kecil, satunya lagi Berandal Tua, gerutu ibunya dalam hati.

Tidak anaknya, tidak ayahnya…

Tidak ada yang normal!

.

.

.

“Diam!” Huan Wenzhao menggebrak meja di depannya. “Jawab saja pertanyaanku!” Desaknya. “Berapa lama luka lebam bisa hilang di tubuh manusia normal?”

“Menjawab, Ketua!” An Zuya membungkuk cepat-cepat sembari menautkan jemari kedua tangannya di depan wajah. Napasnya masih terengah-engah. “Umumnya luka lebam bisa hilang… paling cepat tiga hari, paling lambat satu minggu.”

“Kalau begitu, paling cepat tiga hari, paling lambat satu minggu!” Timpal Huan Wenzhao seperti sedang mengejek.

An Zuya spontan mengerjap dan mengangkat wajah. Sebelah alisnya terangkat tinggi dengan isyarat bertanya.

“Yang kumaksud adalah orang kaya di balik Xieyuanyuan!” Sembur Huan Wenzhao dengan rahang mengetat. “Siapa orang ini? Kita akan tahu setelah aku bisa kembali ke sekolah!”

“Oh!” An Zuya tersenyum kikuk sembari mengusap bagian belakang kepalanya.

“Ekspresi apa itu?” Huan Wenzhao mendesis sembari memicingkan matanya.

An Zuya mengulum senyumnya. Membuat tampangnya terlihat kocak namun sangat imut. Seperti berondong tengil yang coba merayu wanita tua.

“Cih!” Huan Wenzhao mendengus tipis sambil mendelik dan memalingkan wajah. Mencoba menyembunyikan senyuman geli.

Kucing siluman tawanan mereka mendongak mengamati keduanya bergantian. Coba lihat kedua wajah tampan itu! Seru si kucing dalam hatinya. Sungguh menggemaskan! Batinnya terpesona.

“Lihat apa?” Huan Wenzhao memelototi kucing itu dan menoyor kepalanya dengan ujung kipasnya.

Kucing itu mengkerut sembari menangkupkan kedua kaki depannya menutupi wajah.

“Ayo!” Huan Wenzhao mendesah dan beranjak dari tempat duduknya. “Masih sisa beberapa hari untuk alasan tidak sekolah. Sebaiknya manfaatkan untuk membantu di perbatasan. Siapa tahu kau rindu pada Hu Li Na?”

“Hiiy!” An Zuya bergidik.

Lalu keduanya menghilang dari kamar Huan Wenzhao, dan tahu-tahu sudah bertengger di puncak salah satu menara di gerbang pengusir iblis. Tersembunyi dalam kegelapan. Berjongkok dengan satu kaki berlutut, mengawasi situasi di bawah mereka.

Menara itu adalah tempat persembunyian An Zuya sehari-hari.

Menara itu tak lebih tinggi dari pusat kendali. Tidak berarti saat berperang. Hanya hiasan. Semacam pilar tinggi penyangga patung ksatria. Jadi jarang diperhatikan.

An Zuya melirik Huan Wenzhao dengan mata terpicing. “Anda tidak ganti seragam?” Tanyanya heran.

“Untuk apa?” Huan Wenzhao balas bertanya. “Bukankah aku masih hilang diculik monster?”

“Benar juga!” Gumam An Zuya sembari menyeringai tipis. Kemudian meluruskan kembali pandangannya ke depan.

Li Asoka, penyihir buta misterius yang sedang mematung di tepi balkon menoleh tipis menyadari kemunculan mereka.

Huan Wenzhao mengerjap dan tertunduk seraya tersenyum masam.

Meski kedua matanya buta, Huan Wenzhao tahu persis penyihir itu bisa melihat lebih banyak dibanding orang normal. Tapi entah kenapa ia merasa penyihir itu menutup mata untuk semua kecurangannya di divisi ini.

Huan Wenzhao ingin menghargainya!

Tapi harga dirinya sama tingginya.

Penyihir itu tersenyum sinis sambil memalingkan kembali wajahnya ke depan. Tangannya menggenggam erat tombak sihirnya.

Huan Wenzhao memperhatikannya dengan mata terpicing.

Burung elangnya tidak sedang bertengger di bahunya. Mungkin sedang diutus untuk memantau situasi.

Tidak benar! Pekik Huan Wenzhao dalam hatinya.

Li Asoka yang dikenalnya selama ini adalah sosok yang sangat tenang. Tak pernah tegang, tak pernah gusar, tak pernah cemas, seakan tidak ada apa pun yang bisa menakutinya.

Tapi hari ini ia mencengkram tombaknya sampai buku-buku jarinya memutih.

“Ada yang tak beres dengan Li Asoka,” bisik Huan Wenzhao.

An Zuya memicingkan matanya.

“Sesuatu terjadi pada elang malamnya!” Huan Wenzhao menyadari.

“Kalau begitu…” An Zuya menggerak-gerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan untuk meregangkan otot-otot lehernya. Kemudian memukulkan tinjunya ke telapak tangan. “Kita akan bermain sampai puas malam ini!” Geramnya penuh tekad.

“Tentu saja!” Timpal Huan Wenzhao tak kalah bertekad.

Sejurus kemudian, keduanya sudah melesat ke dalam hutan.

1
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Hancurken
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Waooow
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yuhuuuuu
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yeaaah
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Shi
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yeaaah
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Waooow
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Clink
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Waooow
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Jlebz
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yeaaah
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Jlebz
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Klik
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Iyeeeees
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Jlebz
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Waooow
Sembilαn βenuα
😂😂😂😂😂
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Hentooopz
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Waooow
@ᴛᴇᴘᴀsᴀʟɪʀᴀ ✿◉●•◦
Yuhuuuuu
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!