Aozora Jelitha, dikhianati oleh calon suaminya yang ternyata berselingkuh dengan adiknya sendiri. Padahal hari pernikahan mereka tinggal menunggu hari.
Sudah gagal menikah, ia juga dipaksa oleh ayah dan ibu tirinya, untuk membayar utang-utang papanya dengan menikahi pria yang koma,dan kalaupun bangun dari koma bisa dipastikan akan lumpuh. Kalau dia tidak mau, perusahaan yang merupakan peninggalan almarhum mamanya akan bangkrut. Pria itu adalah Arsenio Reymond Pratama. Ia pewaris perusahaan besar yang mengalami koma dan lumpuh karena sebuah kecelakaan.Karena pria itu koma, paman atau adik dari papanya Arsenio beserta putranya yang ternyata mantan dari Aozora, berusaha untuk mengambil alih perusahaan.Ternyata rencana mereka tidak berjalan mulus, karena tiba-tiba Aozora mengambil alih kepemimpinan untuk menggantikan Arsenio suaminya yang koma. Selama memimpin perusahaan, Aozora selalu mendapatkan bantuan, yang entah dari mana asalnya.
Siapakah sosok yang membantu Aozora?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rosma Sri Dewi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kedatangan Tsania
Aozora menghampiri meja yang sebentar lagi akan menjadi meja kerjanya. Matanya seketika berkilat-kilat menahan tangis begitu melihat ada sebuah pigura photo Dimas dengan Tsania. Hatinya benar-benar seperti dicabik-cabik, bukan karena cemburu, tapi karena benar-benar merasa sudah dibodohi selama ini.
"Sebenarnya sejak kapan sih kalian berdua bermain di belakangku? Bahkan aku tidak tahu kalau kamu adalah sepupu pemilik perusahaan besar di negara ini. Semuanya kamu tutupi. Kalian berdua benar-benar brengsek! Aku benar-benar buta bisa mencintai pria freak seperti kamu, Dimas bajingan!" umpat Aozora sembari melemparkan pigura photo itu ke dalam tong sampah.
Aozora kemudian mulai membuka-buka map yang dia tahu pasti dokumen-dokumen mengenai perusahaan. Ia berniat untuk mempelajarinya, menunggu pemuda bernama Niko itu kembali.
"Sayang, bagi duit dong, aku mau shopping!"
Baru saja Aozora mendaratkan tubuhnya duduk di kursi yang jadi miliknya sekarang, tiba-tiba seseorang main masuk saja tanpa mengetuk pintu sama sekali.
"Kak Aozora? Kenapa kamu ada di sini?" tenyata yang baru saja datang itu adalah Tsania, adik sekaligus wanita yang sudah merebut semua kebahagiaannya. Mulai dari kasih sayang, papa mereka, mengambil calon suaminya bahkan juga perusahaan almarhumah mamanya.
"Kamu yang ngapain datang ke sini? kamu juga asal masuk saja. Kamu benar-benar tidak punya etika. Tidak heran sih, wanita yang melahirkanmu juga tidak punya etika, jadi tentu saja anaknya seperti itu," Aozora berbicara dengan sangat lembut namun di balik ucapannya terselip sindiran pedas.
"Jaga ucapanmu! di mana Kak Dimas? Atau jangan-jangan kamu datang ke sini mau menggodanya, berharap dia balik ke kamu lagi ya? Jangan harap!" Tsania menatap Aozora dengan tatapan merendahkan.
Aozora tersenyum smirk, berdiri dari tempat duduknya, lalu melangkah mendekat ke arah salah satu wanita yang sangat dia benci sekarang.
"Buat apa aku menggodanya? Aku ini mahal, jadi tidak pantas untuk laki-laki murahan seperti dia. Yang murahan itu pantasnya untuk yang murahan juga, seperti kamu!" lagi-lagi Aozora berbicara dengan lembut tapi sangat menusuk.
"Hei, kamu benar-benar brengsek ya! Siapa yang murahan? mahar aku mahal, tidak seperti kamu yang gratis. Kamu dinikahkan papa karena bayar utang kan? miris!"
Aozora mengepalkan tangannya dengan sangat kencang mendengar hinaan yang terlontar dari mulut wanita yang dia anggap wanita paling tidak tahu diri itu. Ingin rasanya menyumpal mulut wanita yang sama sekali tidak pernah dia anggap adiknya itu Namun, dia berusaha untuk menahan diri karena dia merasa untuk menghadapi Tsania bukan dengan kekerasan, melainkan dengan cara halus.
"Aku memang dinikahi untuk bayar utang. Tapi, jangan salah, aku tetap mahal. Buktinya setelah aku menikah, aku bisa duduk di ruangan ini dengan posisi CEO, menggantikan calon suami sampahmu itu!" Aozora berjalan ke arah sofa, duduk menyender lalu menyilangkan kakinya.
"Cih, kamu kira aku percaya? Jangan mimpi kamu bisa jadi CEO di perusahaan sebesar ini." sudut bibir Tsania sedikit naik ke atas tersenyum meremehkan.
"Aku tidak butuh kamu mau percaya atau tidak. Karena tidak akan ada pengaruhnya untukku. Yang jelas sekarang kamu bisa keluar karena mataku sakit melihatmu di sini. Lagian aku juga mau bekerja," Aozora menunjuk ke arah pintu.
"Hei, berani sekali kamu mengusirku! Aku tidak akan keluar karena aku yakin kalau kedatanganmu ke sini hanya untuk menggoda Kak Dimas lagi. Sekarang kamu kasih tahu aku, di mana ka Dimas, kamu sembunyikan? Kak Dimas, keluar Sayang!"" Tsania, mengitari seluruh ruangan sembari memanggil-memanggil nama pria itu.
Aozora berdecih, tersenyum sinis merasa bodo amat dan kembali melangkah ke kursinya kembali, memilih menganggap tidak ada orang di ruangan itu selain dirinya.
Ia pun duduk kembali sembari membuka laptop. Aozora menggertakkan giginya, ketika laptop menyala, yang menyambutnya adalah photo Tsania yang memperlihatkan tubuhnya tanpa sehelai benangpun.
"Menjijikkan!" umpat Aozora.
"Hei! kenapa kamu duduk di sana! Beraninya kamu, itu kursi Kak Dimas!" bentak Tsania, geram.
Aozora berdecak lalu mengembuskan napas sekali hentakan. " Kamu tuli ya? Bukannya aku sudah mengatakan kalau kursi ini sekarang milikku? Apa kamu kira aku lagi becanda? Sekarang kamu keluar dari ruangan ini, karena aku sudah muak melihat wajahmu!" m
tatapan Aozora semakin tajam, imbas dari photo menjijikkan yang baru saja dia lihat itu.
"Aku tidak tuli! Tapi aku sama sekali tidak percaya. Karena mustahil, kamu bisa menggantikan Kak Dimas. Emangnya siapa kamu?" Tsania menatap sinis ke arah Aozora.
"Kamu mau tahu siapa aku? Kamu bodoh atau memang sudah lupa ingatan? Bukannya aku menikah dengan laki-laki lumpuh, demi bayar utang? Apa kamu tidak tahu kalau pria itu adalah pemilik dari perusahan ini. Papamu yang bego dan mamamu yang murahan itu memang tidak kasih tahu kamu ya?"
Mata Tsania membesar sempurna, terkesiap kaget mendengar ucapan yang baru saja terlontar dari mulut kakaknya itu.
"Kamu bohong kan?" Tsania menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Sh*it, kenapa aku bisa tidak ngeh sih? Bukannya saat itu papa menyebut nama Arsenio saat meminta kak Aozora menikah? Bodoh sekali aku, tidak terlalu peduli dan hanya fokus main handphone? Tahu begitu, aku mau saja menikah dengan pria itu walaupun dia lumpuh, lalu diam-diam aku alihkan lagi perusahaan ini atas namaku. Untuk kebutuhan biologis, kan aku bisa melakukannya diam-diam dengan Kak Dimas," Tsania menggerutu, merutuki kebodohannya.
"Kenapa diam? Apa kamu sudah ingat?" Aozora tersenyum meledek.
"Aku rasa kamu sudah ingat, jadi aku tidak perlu menjelaskan lagi, kenapa aku bisa ada di ruangan ini. Aku sekarang istri dari Arsenio, pemilik perusahaan ini. Sedangkan Dimas hanya seorang pria pecundang anak dari pengusaha yang perusahaannya bangkrut karena tidak becus. Untungnya dia masih sepupu suamiku, kalau tidak dia pasti sudah jadi gembel dan aku yakin kalau kamu pasti tidak akan mau dengan dia," sambung Aozora lagi.
"Brengsek kamu! Dasar sampah!" maki Tsania.
"Ow, sampah kok teriak sampah? kamu sudah sampah, murahan lagi. Lihat ini, badan kamu aja sampai kamu ekspos seperti ini pada pria yang belum jadi suamimu. Semurah itu ternyata kamu. Benar-benar mirip sama mama kamu," Aozora, memperlihatkan photo yang ada di laptop itu.
"Sialan! Kenapa Dimas membuat photo itu wallpapernya sih?" Tsania mulai merutuki kebodohan Dimas.
"Kamu benar-benar licik, kak Zora! Kamu pasti yang meminta mertuamu untuk bisa mengambil alih kepemimpinan perusahaan ini dengan tujuan untuk menjatuhkan Kak Dimas, iya kan? Kamu benar-benar busuk!" Tsania menatap Aozora penuh kebencian.
"Terserah kamu mau mengatakan apapun, aku tidak peduli! Yang jelas, sekarang kamu tidak bisa minta uang yang banyak ke Dimas lagi untuk gaya hidupmu yang glamour itu. Terlebih perusahaan mamaku yang kalian rebut, pasti keuangannya masih goyang kan? Silakan nikmati dulu yang sekarang, karena yang terjadi sekarang ini belum seberapa dibandingkan dengan yang akan terjadi ke depannya," mata Aozora memerah penuh amarah.
Tbc
dan menjemput kebahagian masing-masing
bukan aku.
semudah itu di gertak
kalau cinta itu udah pasti di Zora.
laki-laki itu bisa menyentuh perempuan tanpa rasa yang penting puas.
yah kamu juga nya jalang Tsania.
jadi gimana enggak tergoda coba namanya laki-laki
memaki dan berteriaklah sepusamu dan gue akan bekerja dengan diam sampai membuat mulut kalian diam