Dia adalah pria yang sangat tampan, namun hidupnya tak bahagia meski memiliki istri berparas cantik karena sejatinya dia adalah pria miskin yang dianggap menumpang hidup pada keluarga sang istri.
Edwin berjuang keras dan membuktikan bila dirinya bisa menjadi orang kaya hingga diusia pernikahan ke-8 tahun dia berhasil menjadi pengusaha kaya, tapi sayangnya semua itu tak merubah apapun yang terjadi.
Edwin bertemu dengan seorang gadis yang ingin menjual kesuciannya demi membiayai pengobatan sang ibu. Karena kasihan Edwin pun menolongnya.
"Bagaimana saya membalas kebaikan anda, Pak?" Andini.
"Jadilah simpananku." Edwin.
Akankah menjadikan Andini simpanan mampu membuat Edwin berpaling dari sang istri?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tri Haryani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB. 16 Belanja
"Kita langsung masuk saja," kata Andini pada Edwin lalu berjalan lebih dulu masuk kedalam kantor.
Edwin tak menyahut, dia menatap Angga sebentar. "Terima kasih sudah mengantar saya," ucapnya lalu melangkah mengikuti Andini yang masuk kedalam kantor. Angga kebingungan bercampur penasaran dengan sosok pria yang baru saja mengikuti Andini, dia pun melangkah masuk kekantor juga.
Di kantor, Angga menemui seorang dosen untuk membahas sesuatu dimana satu semester ini dia menjadi asisten dosen tersebut. Sementara Andini dan Edwin menuju ruangan lain menghampiri dosen yang akan membimbing Andini saat berkuliah dikampus ini.
"Andini tidak bisa melanjutkan kuliahnya karena dia sudah lebih dari satu tahun berhenti tanpa klarifikasi apapun," kata Dosen bernama Jasmine. Beliau berbicara pada Edwin selaku wali dari Andini.
"Tapi dia masih bisa kuliah kan, Bu?" tanya Edwin.
"Tentu saja bisa tapi Andini harus mengulang dari semester satu bila dia ingin berkuliah lagi, Pak," jawab Ibu Jasmine.
Edwin mengangguk mengerti, pantas saja Andini memintanya menyusul kekantor ternyata ada masalah. Dia lalu menoleh pada Andini yang duduk disebelahnya.
"Tidak masalah kan kamu mengulang dari semester satu?" tanya Edwin pada Andini. Dia ingin tahu bagaimana pendapat gadis itu.
"Tidak masalah, Om, yang penting saya bisa kuliah lagi," kata Andini membuat Edwin tersenyum geli. Geli karena mendengar Andini memanggilnya 'Om'.
Sebelumnya Andini telah memperkenalkan Edwin pada Bu Jasmine sebagai Om-nya jadilah dia sekarang memanggil Om dan Edwin tak mempermasalahkannya.
Andini mengisi formulir pendaftaran mahasiswi baru yang Bu Jasmine berikan padanya. Setelah selesai Edwin membayar seluruh biaya kuliah Andini pada bagian administrasi. Uang yang Andini tarik semalam masih utuh tak terpakai karena Edwin yang membayar kuliahnya.
Mereka keluar dari kantor bersamaan lalu berjalan menuju parkiran dimana mobil Edwin terparkir disana. Edwin ingin bertanya mengenai mahasiswa yang tadi menyapa Andini tapi dia urungkan karena merasa waktunya tidak tepat.
"An." Andini menghentikan langkah kakinya saat mendengar Angga memanggilnya. Dia lalu menoleh pada Angga yang sudah berada didekatnya. Andini jadi bingung antara hendak masuk ke dalam mobil Edwin atau berbicara dengan Angga.
"Saya tunggu dimobil," kata Edwin lalu membuka pintu mobil dan masuk kedalam. Didalam mobil Edwin langsung menghidupkan AC merasa gerah karena cuaca sedang panas ditambah ada lelaki yang mendekati simpanannya membuat Edwin semakin kegerahan saja.
Edwin memperhatikan Andini dan Angga yang sedang berbicara sembari duduk dibangku tak jauh dari mobilnya berada.
"Kenapa, Ga?" tanya Andini menoleh pada Angga.
"Aku senang kamu kuliah lagi, An, ya walaupun tidak seangkatan dan aku jadi kating kamu tapi itu tidak maslah karena kita bisa sama-sama lagi," kata Angga dengan riang.
"Iya, Ga, aku juga senang akhirnya bisa kuliah lagi."
Angga mengganggukkan kepala. "BTW, pria yang tadi sama kamu itu siapa?" tanyanya.
"Dia Om aku," jawab Andini.
"Oh, Om kamu. Aku kira siapa tadi."
"Kalau tidak ada lagi yang ingin kamu bicarakan aku pulang, Ga," kata Andini terdengar buru-buru. Sungguh Andini tak enak pada Edwin karena sudah menunggunya. Dia bahkan sudah bangkit dari duduknya.
"Eh tunggu sebentar, An, aku minta alamat kontrakan kamu dong," kata Angga.
Andini bingung dia tak mungkin memberitahu Angga alamat kontrakannya karena sudah pasti lelaki itu akan mendatanginya.
"Aku tidak ingat, Ga, lain kali saja ya."
"Oh ya sudah tidak apa-apa, An."
Andini mengangguk kemudian pamit pada Angga untuk segera pulang karena dia harus berangkat bekerja. Angga tentu saja tak mencegahnya karena dia tahu Andini gadis tangguh dan pekerja keras. Angga tidak tahu saja bila pekerjaan Andini sekarang ini menjadi sugar baby pria beristri yang sedang bersamanya.
Andini masuk ke dalam mobil langsung melirik Edwin yang masih menatap Angga dari balik kemudi. Andini benar-benar merasa tidak enak pada Edwin.
"Dia teman saya, Pak," kata Andini berusaha menjelaskan.
"Sepertinya dia menyukai kamu," ucap Edwin masih menatap Angga.
"Saya tidak tahu, Pak, yang jelas kami hanya berteman."
Edwin mengangguk pelan membuat Andini bernafas lega. Andini sadar dia hanya simpanan Edwin tapi baginya dia tetap harus menjelaskan hubungannya dengan Angga agar Edwin tidak salah paham.
Edwin mulai mengemudikan mobilnya meninggalkan parkiran kampus.
"Kita belanja sekalian," kata Edwin yang melihat Andini kebingungan karena jalan yang dilaluinya bukan menuju rumah kontrakan ataupun apartementnya.
"Anda pengertian sekali, Pak, tadinya saya juga mau mengajak anda ke mall, beli buku, laptop dan lain-lain."
"Ya, nanti belilah apapun yang kamu mau," kata Edwin.
"Yeay! Terima kasih, Pak, akhirnya saya akan merasakan belanja sepuasnya tanpa perlu memikirkan tidak bisa bayar. Hehe."
Edwin tertawa seiring Andini yang tertawa kesenangan. Sungguh tawa Andini itu menular padanya membuat dirinya merasa semakin nyaman bersama Andini. Andini benar-benar mampu menjadi obat untuknya, mengobati luka disaat istrinya mengabaikannya.
Tak pernah Edwin merasakan seperti ini saat bersama Mona tertawa bersama dan bercanda bersama. Andai saja Mona memiliki kepribadian seperti Andini sudah dipastikan dia bahagia bersamannya tapi sayangnya Mona tetaplah Mona kepribadian wanita itu sangat bertolak belakang dengan Andini.
Tak lama mereka tiba disebuah mall, Edwin memarkirkan mobilnya di basement. Mereka masuk kedalam mall bersamaan. Edwin menggandeng tangan Andini mengajaknya berkeliling Mall untuk melihat-lihat lebih dulu setelah merasa puas barulah mereka berhenti disebuah counter laptop.
Edwin menyebutkan spesifikasi laptop yang sedang dia cari lalu karyawan counter tersebut memberikannya.
"Ya ampun, Pak, ini harganya 20 juta," bisik Andini di telinga Edwin. Andini terkejut saat melihat harga laptop yang tertera disana.
"Tak apa, harga sesuai kualitas," kata Edwin santai.
"Tapi ini kemahalan, Pak, cari saja yang kisaran harga 5 sampai 8 juta saja," bisik Andini lagi."
Edwin geleng-geleng. Mungkin bila gadis lain yang menjadi sugar babby-nya mereka akan meminta barang-barang mahal pada Edwin, tapi Andini dibelikan laptop dengan harga 20 juta justru meminta barang yang lebih murah.
Edwin tak mengherani perkataan Andini, dia langsung membayar laptop yang tadi di tunjuknya membuat Andini menggigit bibir bawahnya dan mendengus pasrah.
Setelah laptop itu dikemas dan diserahkan padanya, Edwin mengajak Andini menuju counter ponsel, disana dia meminta Andini untuk memilih ponsel yang gadis itu inginkan tapi Andini menolaknya.
"Bukannya tadi kamu ingin membeli apapun yang kamu inginkan?" tanya Edwin karena Andini menolak membeli ponsel.
"Iya, Pak, tapi saya tidak ingin membeli ponsel," kata Andini.
"Jangan bohong, saya tahu kamu ingin beli ponsel baru karena ponsel kamu android tipe lama."
"Tidak, Pak."
"Ah, sudahlah." Edwin tak menyuruh Andini lagi dia memilih sendiri ponsel untuk gadis itu. Iphone keluaran terbaru Edwin pilih tanpa perduli bila harganya setara dengan laptop yang dia beli.
"Nih untukmu." Edwin memberikan ponsel itu pada Andini.