Ayra yang cerdas, pemberani dan sekaligus pembangkang, ingin sekali menentang wasiat ayahnya yang bertujuan menjodohkannya dengan putra sahabat baiknya, tapi berhubung orang yang meminta nya adalah sang ayah yang sudah sekarat, Arya tidak bisa menolak.
Sial, di hari pernikahannya, calon mempelai pria justru kabur meninggalkannya, hingga terpaksa digantikan oleh calon adik iparnya, yang bengis, dingin dan tidak punya hati.
Seolah belum cukup menderita, Ayra harus tinggal satu atap dengan mertuanya yang jahat jelmaan monster, yang terus menyiksa dirinya, membuatnya menderita, tapi di depan orang lain akan bersikap lembut pada Ayra agar tetap dianggap mertua baik. Hingga suatu hari, sang mertua yang memang tidak menyukai keberadaan Ayra, mengingat kalau gadis itu adalah putri dari mantan suaminya, meminta putranya untuk menikah dengan wanita lain yang tidak lain adalah mantan kekasih putranya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon R.angela, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Demam Buat Khawatir
Ayra menimbang, apa dia lebih baik mengambil uang pemberian Dewa atau membiarkannya saja. Lagi pula, semua uang yang dia punya sudah diambil oleh Maya, parahnya ponsel barunya juga. Sementara ponsel lamanya sudah pecah dilempar oleh Maya saat mereka bertengkar kemarin.
"Aku ambil, anggap saja ini mengganti uangku yang diambil ibumu!" batin Ayra menyimpan uang itu ke dalam kopernya.
Kepalanya masih berat, dan badannya begitu panas dan lemas. Ayar tidak tahan, memutuskan untuk mandi air dingin saja, siapa tahu setelahnya dia akan membaik, nyatanya justru malah menggigil setelahnya.
Dia memilih merangkak kembali ke atas ranjang, menutup tubuhnya dengan selimut tebal. Perutnya sebenarnya lapar, tapi untuk turun pun dia tidak punya kekuatan lagi.
Bu Ijah buru-buru melihat keadaan Ayra setelah Maya pergi. Untuk sementara ini, Maya tidak berani mencari masalah dengan Ayra untuk saat ini. Dia harus menunggu amarah Dito surut, bahkan kalau bisa tunggu dulu suaminya itu lupa masalah pemenjaraan itu.
"Neng," ketuk Bi Ijah, tapi tetap saja tidak ada sahutan dari dalam. Ijah semakin khawatir. Sejak pagi dia menunggu Ayra turun, tapi gadis itu belum menampakkan diri, dia pikir mungkin karena memang menghindari Maya. Lalu setelah siang berlalu, tetap juga tidak ada tanda-tanda Ayra turun, Ijah akhirnya memutuskan untuk melihat gadis itu ke kamarnya.
"Neng Ay," kembali Ijah mengetuk. Tetap sama, tidak ada tanggapan, akhirnya dia memilih untuk membuka pintu dan masuk melihat Ayra.
"Ya ampun, Neng, badan Neng panas benar," ucap Ijah memegang kening Ayra. Bahkan paling parah Ayra tidak bergerak, dan napas gadis itu begitu lemah.
"Apa yang harus aku lakukan?" gumam Bi Ijah panik. "Neng, bangun dong," ulangnya berharap Ayra mendengarnya. Namun, melihat tetap tidak ada reaksi, Ijah memutuskan untuk menghubungi Dewa.
"Kenapa dia bisa sakit, Bi? Baiklah, aku akan segera pulang," ucap Dewa.
Selama menunggu Dewa datang, Bi Ijah terus menerus mengompres Ayra.
Begitu Dewa tiba, pria itu sudah mendapati dokter keluarga yang sejak dari kantor sudah dia hubungi dan meminta ke rumah sedang memeriksa Ayra.
"Bagaimanapun keadaannya, Dokter? Mengapa dia sampai tidak sadarkan diri?" tanya Dewa begitu cemas, kecemasan yang tidak pernah dia rasakan sebelumnya.
"Ayra hanya demam biasa. Daya tahan tubuhnya melemah, kurang tidur dan juga kurangnya asupan dalam tubuh membuatnya lemah. Saya sarankan agar makannya dijaga dan beristirahat cukup. Usahakan jangan kelelahan," terang sang dokter.
Dewa hanya mengangguk, mengerti setiap ucapan dokter itu. Dia menebak selama di penjara lah yang buat kesehatan Ayra melemah. Dia jadi ikut merasa bersalah walau ibunya yang melakukan hal itu pada Ayra.
"Saya pamit dulu, jangan lupa untuk memberi obat ini padanya," ucap Dokter Gerald memberi resep yang harus ditebus Dewa.
"Bibi jaga Ayra, aku ke apotik dulu," ucapnya keluar bersama dokter Gerald.
***
"Neng, makan dulu buburnya," ucap Bi Ijah yang membawakan bubur untuk Ayra, tapi rasa pahit yang dirasakan gadis itu pada lidahnya membuat Ayra menolak.
"Jangan gitu, Neng. Biar cepat sembuh," kata Bi Ijah membujuk. Setelah disuntik oleh dokter, Ayra siuman dan kini sedang dipaksa Bi Ijah untuk makan.
Ayra tetap menggeleng. Bahkan sampai Dewa datang, Ijah belum berhasil membuat Ayra mau makan.
"Dia gak mau makan, Bi?" tanya Dewa meletakkan obat itu di atas nakas, lalu mengambil tempat di kursi yang tadi di duduki oleh BI Ijah.
"Aden aja yang suap Neng Ayra, biar Bibi ambil hangat buat minum obatnya," tukas Bi Ijah mengerahkan mangkok bubur.
"Ayo makan, Ay. Biar cepat sembuh," ucapnya menyodorkan sendok berisi bubur ke depan Ayra, tapi gadis itu menutup bibirnya erat.
"Makan dong, Ay. Ini aku udah beli obat, biar kamu makan juga," bujuk Dewa lembut.
"Gak usah sok peduli, bukannya kau lebih senang kalau aku mati? Biarkan aja aku mati!" jawab Ayra dengan segala tenaga yang dia punya.
Dewa pasti mau melayani debat yang ditawarkan Ayra saat ini, dia juga kurang enak badan karena memang juga gak tidur semalaman, belum lagi lelah dan banyak pikiran soal kerjaan di kantor, dia harus membereskan perusahaan konstruksi yang sudah menipu perusahaan mereka. Namun, sesibuk dan sesakit apapun saat ini dirinya, tetap saja dia segera pulang begitu mendengar kabar dari Bi Ijah.
Namun, apa balasannya? Gadis itu sama sekali tidak menghargai usahanya. Tapi Dewa mencoba menekan emosinya.
"Kalau Lo mati sekarang, gue jadi gak ada pelampiasan buat gue siksa setiap hari," ucapnya ketus. Dewa memaksa Ayra untuk duduk dengan punggung menyandar di headboard.
Ayra menatap tajam ke arah Dewa, begitu besar kebencian nya. Pria itu tidak peduli bila harus dikutuk oleh Ayra, yang penting gadis itu harus makan. Dia tetap menyodorkan sendok itu di depan bibir Ayra hingga gadis itu mengalah. Desakan perutnya membuatnya melupakan egonya.
Satu suap masuk, lalu dua suap, akhirnya dia lupa kalau tadi tidak sudi menerima suapan dari Dewa, hingga satu mangkok bubur itu ludes seketika.
Dewa menyunggingkan senyum mengejek yang sempat dilihat oleh Ayra. Membuatnya ingin menjitak kepala pria itu.
"Ini." Dewa menyodorkan obat yang sudah ada di telapak tangannya.
Ayra segera mengambilnya, menelan dan menerima gelas dari Dewa.
"Sekarang tidurlah, setelah sehat, baru kita ribut lagi," ucapnya masuk ke kamar mandi.
Kalimat terakhir Dewa begitu lembut, tidak menyangka bisa membuat pipinya memerah. Dia menarik selimut lalu mencoba terpejam, tapi debar jantung Ayra semakin cepat, melihat perhatian Dewa. Tapi dia ingat perkataan pria itu yang memintanya untuk segera sembuh agar dia bisa menyiksa nya lagi.
"Dasar brengsek!" umpatnya memejamkan matanya. Pengaruh obat itu membuat Ayra jatuh tertidur. Dewa menatap wajah lembut gadis itu. Ada magnet yang mendorong dirinya untuk mendekat bahkan berbaring di samping Ayra.
***
"Papa dengar Ayra sakit?" tanya Dito yang mendapati Dewa baru saja turun dari kamar dan berpapasan di ambang pintu dapur.
"Iya, Pa. Tadi demamnya udah turun. Udah minum obat juga dan sekarang lagi tidur," jawab Dewa singkat. Masih tidak suka kalau Dito terlalu memberikan perhatian lebih seperti itu pada Ayra.
"Papa minta, kamu jaga dan sayangi Ayra. Papa mohon," ucapnya menepuk pundak Dewa sebelum berlalu dari sana.
Dewa hanya bisa menatap punggung ayahnya yang mulai menaiki anak tangga. Beribu tanya terbersit dalam benaknya, kenapa ayah nya begitu peduli pada Ayra. Dia tahu kalau Ayra anak dari teman ayahnya, tapi tidak sampai menganggap Ayra segalanya.
"Selamat sore, kok sepi Bi Ijah, Ayra mana?" samar Dewa mendengar suara pria yang selama ini menjadi musuh bebuyutannya.
***
salah kamar thor 🥰🥰🥰🥰
sebenarnya semua terjadi karena kurang ilmu agama menurutku.
ayra terlalu larut dg masa lalunya
dan Egi ...TDK berterus terang.
terjadilah peristiwa itu....
mungkin jodoh ay Ra sama dewa dan Egi dgn Fina.
keadaan lah yg membuatnya seperti itu.
terimakasih akibatnya
tanyakan pada dirimu ayra......
mungkin ini jodohmu.
terimakasih atas tidak terima
harus nurut PD suami.
kecuali kdrt.
4 bukan waktu yg sebentar BG seorang laki laki.
kalau dia selingkuh itu wajar
istrinya terlalu terjebak masa lalu.
kurang suka dg ayra karakternya.
jangan egois ayra ....
jalani aja biar waktu yg bicara
cinta TDK harus memiliki.
kalau bersama dewa ,Maya TDK menyukainya...
nanti timbul lagi masalah baru.
kalau dgn Egi...cinta Egi seluas samudra,ditonta baik.
kalau menurutku..
lebih baik dicintai....daripada mencintai...
kalau dapat dua duanya.
mencintai dan dicintai.
Krn ayra tidak mencintainya