Apakah masih ada cinta sejati di dunia ini?
Mengingat hidup itu tak cuma butuh modal cinta saja. Tapi juga butuh harta.
Lalu apa jadinya, jika ternyata harta justru mengalahkan rasa cinta yang telah dibangun cukup lama?
Memilih bertahan atau berpisah?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ipah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Sisa makanan
Dengan malas Doni melaksanakan sholat subuh. Setelah selesai ia mendorong Mala yang duduk di atas kursi roda menuju pelataran.
Dion menemani istrinya berjemur di bawah sinar matahari pagi. Setelah itu, keduanya menuju dapur untuk menikmati sarapan pagi bersama.
Mata Doni membulat melihat aneka menu yang enak terhidang di meja. Ia segera duduk, tanpa memperhatikan Mala.
Doni mulai menuangkan nasi ke piringnya dan mengambil beberapa menu lauk pauk, lalu segera melahapnya.
"Kamu lapar ya mas?" tanya Mala, membuat Doni menghentikan aktivitas kunyahan nya, sehingga mulutnya terlihat penuh.
"Iya sayang, maaf ya aku sampai melupakan mu." ucapnya sambil menoleh ke arah Mala.
"Tidak apa-apa mas. Kamu makan saja yang banyak, biar kuat bekerja hari ini."
"Iya sayang. Ya sudah, kamu ayo ikut makan sekalian."
Mala pun tersenyum lalu menuang makanan ke piringnya.
"Makanan masih sisa sebanyak ini buat di makan nanti siang lagi atau gimana sayang?" ucap Doni sambil bersandar di kursi karena kekenyangan.
"Nanti bisa di makan oleh asisten rumah tangga ku mas. Mereka kan jumlahnya juga banyak."
'Di makan pembantu? Kok sayang banget ya, makanan banyak dan seenak ini di makan oleh rakyat jelata. Mending aku bawa pulang saja. Nanti kan bisa di makan aku sama ibu.' batin Doni sambil mengerjapkan matanya melihat kembali hidangan yang tampak mengundang selera makan. Tapi sayangnya ia sudah benar-benar kekenyangan.
"Eh sayang, aku ini kan mau pulang. Bagaimana kalau seluruh makanan ini aku bawa pulang, biar bisa di makan ibu. Kasian dia lagi sakit parah dan belum sembuh juga. Kalau ibu harus masak, aku takut sakitnya bertambah parah."
"Oh, tentu saja boleh mas. Biar aku minta tolong bibi untuk membungkus semua makanan ini. Ibu sudah berobat belum mas?"
"Kemarin sudah berobat, tapi obatnya habi belum sembuh juga. Ini mau berobat ngga ada uang. Karena mas belum gajian. Kalau boleh mas pinjam uangmu dulu untuk biaya berobat ibu." ucap Doni dengan wajah pura-pura sendu.
"Iya mas, tentu boleh kok. Ayo dorong aku ke atas, nanti aku ambilin uangnya."
Doni pun mengangguk, lalu mendorong Mala ke kamarnya.
"Mas, maaf ternyata aku hanya punya uang segini doang." Mala memperlihatkan pada Doni lima lembar uang merah yang di ambil dari dompetnya.
Wajah Doni yang tadi ceria berharap mendapatkan uang banyak dari istrinya, kini mendadak sirna.
"Aku takut, kalau uangnya masih kurang untuk biaya ibu berobat bagaimana sayang? Soalnya kalau sudah tua itu kan penyakitnya banyak banget. Apa kamu tidak punya uang di ATM? Kan bisa transfer ke rekening ku."
"Oh iya ya mas. Kenapa aku tidak berpikir sampai kesitu. Sebentar aku transfer dulu kalau gitu."
Mala menepuk jidatnya, lalu membuka aplikasi mobile banking yang ada di handphonenya. Sekian menit Mala mengotak-atik handphonenya dengan raut wajah yang serius.
"Sepertinya aplikasi mobile banking ku rusak mas. Lihat deh, aku masukkan password nya kok ngga cocok melulu." keluh Mala sambil memperlihatkan handphonenya pada Doni.
Laki-laki itu mencoba melakukan hal yang sama, tapi tetap tidak bisa. Hingga ia mendengus kesal harus menelan kekecewaan, karena rencana untuk mendapatkan uang dari istri cacat nya tidak berhasil.
"Nanti biar aku minta Bu Ningrum untuk mengambilkan uang ku di bank. Sekarang sebaiknya kamu segera pulang mas, kasian ibu yang menunggu mu terlalu lama. Bukan kah tadi kamu bilang ibu sakit parah dan tidak memasak? Aku takut ibu kelaparan mas." ucap Mala dengan penuh perhatian pada suami dan ibu mertuanya itu.
"Iya baiklah sayang." balas Doni setelah membuang nafas.
Laki-laki itu pun keluar dari kamar istrinya, dan berjalan menghampiri bibi yang tengah menyiapkan makanannya.
"Sudah siap belum bi."
"Eh, ini mas sudah siap." balas bibi sambil menyerahkan dua rantang berisi aneka sayur dan lauk pauk.
"Hem." balas Doni singkat, lalu segera menyambar kedua rantang yang ada di atas meja, dan berlalu meninggalkan bibi tanpa mengucapkan terima kasih.
"Hem, biarpun aku ini cuma pembantu, tapi non Mala, almarhum bapak dan ibu selalu mengucapkan terima kasih padaku setiap selesai aku bantu. Tapi ini kok tidak.
Bibi heran, non Mala kok mau sama laki-laki seperti mas Doni itu. Apa gara-gara dulu mas Doni bersikap terlalu manis padanya, dan akhirnya ia terbuai dengan kata-kata gombal dari mas Doni itu.
Sebaiknya aku ceritakan pada Bu Ningrum saja. Biar ia juga memikirkan masalah non Mala." gumam bibi sambil menghirup nafas panjang.
Ia sudah lama bekerja dengan keluarga Mala, jadi apa yang majikannya rasakan, ia pun turut merasakan. Keluarga Mala adalah orang terpandang, tapi mau membaur dengan siapa pun tanpa pilih kasih.
. y.. benar si kata Mahes klo pun hamidun lg kan ada suami yg tanggung jawab,... 😀😀😀
alhmdulilah akhirnya, Doni dan Siska bisa bersatu, nie berkat mbak ipah jg Doni dan Siska menyatu... d tunggu hari bahagianya... 🥰🥰🥰👍👍👍
tebar terus kebaikanmu... Siska, bu Mirna dan Doni syng padamu, apalagi Allah yg menyukai hambanya selalu bersyukur... 😘😘😘😘
nie yg akhirnya d tunggu, masya Allah kamu benar 2 sudah beetaubat nasuha, dan kini kamu bahkan membiayai perobatan bu Mirna dan jg menjaganya... tetaplah istiqomah Siska... 👍👍👍😘😘😘