Sebuah rasa yang sudah ada sejak lama. Yang menjadikan rasa itu kini ada di dalam satu ikatan. Ikatan sah pernikahan. Namun sayang, entah apa masalahnya, kini, orang yang dulu begitu memperhatikan dirinya malah menjadi jauh dari pandangan nya. Jauh dari hatinya.
Alika Giska Anugrah, wanita cantik berusia 25 tahun, wanita yang mandiri yang sudah memiliki usaha sendiri itu harus mau di jodohkan dengan Malik, anak dari sahabat orangtuanya. Lagipun, Giska pun sudah memiliki rasa yang bisa di sebut cinta. Dari itulah, Giska sangat setuju dan mau untuk menikah dengan Malik.
Tapi, siapa sangka, Malik yang dulu selalu mengalah padanya. Kini, malah berbanding terbalik. Setelah menjadi suami dari Giska, Malik malah jadi orang yang pendiam dan bahkan tak mau menyentuh Giska.
Kira-kira, apakah alasan Malik? Sampai menjadi pria yang dingin dan tak tersentuh?! Yuk baca! 😁
Kisah anak dari Anugrah dan Keanu--> (Ketika Dua Anu Jatuh Cinta)
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuli Fitria, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16
Mika jelas sangat kesal begitu melihat kepergian sang kakak. Jika sudah seperti ini, mau di apakan cilok yang sedang ia masak itu? Awalnya ia memang merasa tidak perlu perduli pada perempuan yang bernama Sarah itu, tapi ... mengingat bagaimana cerita sang kakak semalam, ada sedikit rasa iba di hatinya. Bagiamana pun ia tahu, rasanya di benci keluarga di saat-saat membutuhakan dukungan.
Akhirnya, Mika meminta bantuan temannya untuk mengurus kedai. Dan dirinya lantas pergi ke puskesmas, di mana Sarah berada.
Ia kembali ragu, saat sudah sampai di depan ruang bersalin. Bagaimana tidak ragu, ia akan menemani wanita melahirkan yang bukan istrinya! Ini benar-benar sudah gi la.
"Maaf, Mas. Ada yang bisa saya bantu," Mika di kejutkan dengan suara halus dari belakangnya. Ia lantas menoleh, "ah, ya Sus. Saya mau menemui pasien yang bernama Sarah," jawabnya.
"Oh, mari, silakan masuk." ujar perempuan berpakaian putih-putih, khas perawat di sana.
Mika lantas membuntuti perawat tersebut, ia masuk dan di sana, ia bisa melihat dengan jelas Sarah tengah meringis kesakitan.
"Bagaimana, Bu, sudah sering, mulas nya?" tanya suster pada Sarah.
Sarah yang melihat ada lelaki di belakang suster pun mengernyitkan dahi heran, ia hanya menjawab dengan gelengan kepala. "Masih, jarang Sus, tapi kenapa sakit sekali ya?" tanyanya.
Mika yang melihat Sarah tengah duduk sembari mengusap pinggangnya, merasa sangat kasihan. Terlihat sekali kalau kini Sarah tengah kesakitan.
"Kita periksa dalam lagi ya, Bu. Kita lihat, sudah nambah apa belum, pembukaan nya," ucap Suster lagi.
Sarah hanya bisa mengangguk. Namun sedetik kemudian, "tapi, maaf Sus, saya malu kalau ada orang lain di sini," ucapnya lagi.
Suster itu pun menoleh ke arah belakangnya, "loh Mas, saya pikir anda suaminya," ujar sang suster.
Mika menelan ludahnya kasar, lantas menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Mmm ... saya bukan suaminya, saya hanya menemani saja, takutnya ada yang perlu saya urus. Kalau gitu, saya tunggu di luar saja." Mika lantas membalik arah dan keluar dari sana.
Menunggu di depan ruang bersalin yang Mika yakin tidak hanya satu orang di sana, karena di sebelah ranjang Sarah yang hanya terhalang gorden hitam ada suara orang tengah mendesis kesakitan. Seketika ia merinding, 'belum keluar bayinya saja, mereka sudah kesakitan, apalagi kalau keluar ya?' tanya Mika dalam hatinya.
Lama, Mika duduk di lorong puskesmas. Di depan ruang bersalin. Suster yang tadi masuk belum juga keluar. Ia jadi bingung. Jika seperti ini, lalu ia harus apa? Harus masuk kah? Mengusap punggung Sarah?
Tidak. Mika menggeleng kan kepalanya. "Ogah ah. Nanti aku di kira suaminya. Aku 'kan masih perjaka," ucapnya sembari mengedikan bahu.
..._-_-_-_-_...
Sampai sore tiba, tanda-tanda Sarah akan melahirkan belum juga ada. Suster bahkan mengatakan jika sampai besok pagi pembukaan Sarah tidak nambah, maka, operasi caesar harus di lakukan. Mika semakin bingung, lantaran harus ada yang menandatangani berkas-berkas persetujuan.
Kini dirinya tengah menemani Sarah di dalam. Melihat Sarah yang bolak-balik meringis, mendesis kesakitan. Bahkan untuk bertanya saja, Mika jadi takut.
"Maaf, ya, Mas. Jadi merepotkan." Mika menatap wajah cantik Sarah yang terlihat pucat.
"Kamu, tahu siapa saya?" tanya Mika.
Sarah mengangguk, "Malik pernah cerita kalau dia punya adik yang sangat mirip. Dan, kamu sangat mirip dengannya, jadi tanpa kamu mengatakan pun, saya sudah tahu."
Mika mengangguk, "Mas Malik lagi ngejar cinta istrinya," ucap Mika, sedikit menekan kata 'istrinya' agar Sarah paham. Padahal, Sarah tidak masalah jika kini Malik tengah bersama istri sahnya. Justru ia akan sangat merasa bersalah, jika Malik ada di sana, menemaninya.
"Istrinya kabur. Gara-gara melihat suaminya memiliki perempuan lain," sambung Mika akhirnya. Entah kenapa, saat mengingat itu ia menjadi kesal dan tidak bisa mengendalikan emosi nya.
Sarah menunduk, "maaf. Karena saya, Malik jadi bertengkar dengan istrinya." ujar Sarah tak enak hati.
"Minta maafnya jangan sama saya, sama Giska. Harusnya kalian mengatakan segalanya dari awal, jangan ngumpet-ngumpet baru ketahuan." percayalah, Mika semakin geram. Sampai lupa tengah berbicara pada perempuan yang tengah mengalami kontraksi tanpa penambahan pembukaan.
"Sebenarnya, saya juga tidak mau, Mas. Tapi, tidak ada orang lain lagi yang mau menolong saya selain Malik. Malik juga terpaksa kok, akan ini, Mas. Dia murni hanya membantu saya, nanti jika sudah jelas, dan pasti, ini anaknya atau bukan, ia pasti akan menjelaskan segalanya pada istrinya." begitu tutur Sarah.
"Ya, tapi salah kalian karena tidak jujur pada kita. Harusnya kalian jujur, jadi Giska tidak akan tersakiti seperti sekarang. Kalau sudah seperti ini, apa yang akan kalian lakukan? Membiarkan Giska memberikan surat cinta untuk mas Malik?" pertanyaan Mika membuat perut Sarah semakin sakit.
Bayangan betapa hancurnya Malik saat harus berpisah dari istri sahnya tentu akan sangat menyakitkan. Terlihat bagaimana selama ini Malik begitu menyedihkan saat menceritakan bagiamana susahnya saat berhadapan dengan orang yang ia cintai, namun harus berpura-pura membenci.
"Maaf ya, Mbak Sarah. Saya jadi ngomong kayak gini. Karena jujur saja, saya masih tidak terima Giska kalian perlakukan seperti itu. Harusnya dari awal Mbak juga tegas, jangan asal menurut saja. Secara, mas Malik itu orangnya tidak tega-han." lanjut Mika, tanpa perasaan.
Jujur saja, semakin di pancing dia untuk bicara. Segala unek-unek nya akhirnya keluar begitu saja, seperti air yang mengalir dari bendungan yang bocor.
Mika baru akan mengucapkan kata-kata pedas berikutnya, namun urung saat melihat Sarah mengusap perutnya dan meringis kesakitan. Bahkan keringat dingin membasahi dahinya.
"Loh, Mbak, kenapa?" tanyanya yang lantas khawatir.
Sarah tidak menjawab, ia hanya menggeleng sembari menarik napas dan mengeluarkan perlahan. Sampai Mika membuka kelopak matanya lebar-lebar saat melihat rok yang Sarah kenakan basah. "Ya, Allah ... mbak, kamu ngompol?" tanyanya konyol.
"Tolong, jangan marah-marah, panggilkan bidan saja!" perintah nya dengan kesal. Ketubannya sudah pecah dan Mika malah sempat-sempatnya mengatai dirinya ngompol.
Mika mengangguk, lantas berlari memanggil bidan jaga. Setelah bidan datang, ia lantas kembali menunggu di luar. Dadanya naik turun, ia sekarang jadi takut dan menyesal. Akibat mulutnya yang suka lepas kendali, Sarah menjadi seperti itu, pikirnya.
Ia lantas duduk dengan tidak tenang. Seperti seorang ayah yang tengah menunggu lahirnya sang anak. Ia bolak-balik duduk dan berdiri, jalan ke arah kanan balik ke arah kiri, begitu terus. Sampai beberapa puluh menit kemudian ia merasakan lega saat sudah mendengar tangisan bayi dari dalam sana.
Tanpa di sadari, Mika justru menitikan air mata.
giska boleh nampak effort kamu tu untuk selesaikan masalah
nolong orang justru menyusahkan diri sendiri dan menyakiti keluarga.... hedeeee