"Ceraikan suamimu dan menikahlah denganku."
Sandiwara cinta di depan layar yang Naya Andriana lakukan bersama suaminya Rayyan seorang aktor, membuat orang-orang berpikir jika rumah tangga keduanya penuh bahagia. Tanpa mereka tahu, jika rumah tangga Naya tidaklah sebahagia itu. Sering kali Rayyan berbuat kasar padanya, tanpa peduli jika dirinya sedang hamil. Kehidupan rumah tangga indah di bayangan semua orang adalah kesengsaraan baginya.
Hingga, Rayyan di penjara atas penipuan investasi yang ia lakukan. Bertepatan dengan itu, Naya terpaksa harus melahirkan sebelum waktunya. Membuat bayinya harus di rawat Di NICU. Harta di sita, dan tak ada biaya sepeserpun, Naya hampir menyerah. Sampai, pria bernama Zion Axelo datang padanya dan menawarkan sebuah bantuan.
"Karena Rayyan sangat mencintaimu, Aku ingin membalas dendamku padanya, dengan merebut cintanya." ~Zion
"Anda salah Tuan, apa yang di lihat belum tentu yang sebenarnya terjadi. Kisah cinta kami, hanya lah sandiwara." ~Naya
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Karena kamu istriku
Naya terbangun dari tidurnya, ia meihat keadaan kamarnya kosong. Kepalanya terasa sakit, mungkin akibat menangis semalam. Teringat akan bayinya, Naya langsung mencarinya. Dia tak dapat menemukan keberadaan Zevan di kamarnya. Tentunya, wanita itu langsung panik dan berpikir hal yang tidak-tidak.
"Zevan ...,"
Cklek!
"Sudah bangun?" Zion masuk ke dalam kamarnya sembari membawa nampan berisikan sepiring nasi goreng dan juga susu. Melihat pria itu tersenyum padanya, Naya sedikit bingung. Tapi, ia segera sadar dan langsung menanyakan keberadaan putranya.
"Kemana Zevan?! Kamu tidak melenyapkannya bukan?! Kamu tidak berbuat sesuatu padanya kan?!" Sentak Naya dengan penuh kecurigaan.
"Zevan sedang ada bersama Kak Raisa, kamu sarapan saja dulu." Ucap Zion.
"Tidak, kamu pasti menyakiti Zevan." Naya menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya, ia berniat akan turun dari ranjang. Namun, Zion malah menahan tangannya dan mencegah dia pergi.
"Zevan benar-benar ada sama Kak Raisa! Kalau tidak percaya, lihatlah ...." Zion meletakkan nampan yang ia bawa ke atas nakas. Lalu, ia mengeluarkan ponselnya dan menunjukkan pada Naya CCTV ruang keluarga. Dimana, tampak Raisa sedang menemani Zevan bersama Zira.
"Kan? Tidak ada yang terjadi pada putramu." Ucap Zion sembari menarik kembali ponselnya.
Naya tak lagi meminta Zevan, ia tahu Raisa tak mungkin menyakiti bayi itu. Saat Zion duduk di sebelahnya, reflek Naya menghindar. Dia antisipasi, takut Zion tiba-tiba akan melukainya akibat tingkahnya semalam yang di luar kendali.
"Ada apa? Kenapa kamu menjauh seakan-akan aku belum mandi?" Heran Zion dengan keningnya yang mengerut dalam.
"Ti-tidak,"
Melihat ketakutan Naya, Zion memilih untuk mengalihkan pandangannya. "Makanlah, aku sudah minta bibi memasakkanmu nasi goreng. Biasanya keluarga ini memakan roti saat pagi hari, tapi semalam kamu tidak makan. Aku berpikir, jika perutmu sangat lapar."
"Aku tidak lapar!" Naya berbohong, dirinya sangat lapar. Tapi, melihat Zion yang akan menyuapinya, dia menolaknya dengan cara seperti itu.
"Apa kamu berpikir aku menaruh racun di makananmu huh? Aku tidak sejahat itu Naya,"
"Kalau tidak jahat kenapa kamu menahanku disini hah?!" Sentak Naya dengan kesal.
"Karena kamu istriku, jadi ... buka mulutmu."
Naya tertegun sejenak, kata istri yang dia dengar dari mulut Zion terdengar aneh. Menjadi istri seorang Zionathan Axelo? Naya seolah masih tidak percaya.
"Ck, mau aku suapi pake sendok atau mulut huh?" Desis Zion yang mana membuat Naya mel0t0tkan matanya.
"Aku bisa makan sendiri, kemarikan piringnya!"
"Enggak! Cepat buka mulutmu sebelum aku menyuapimu dengan mulutku!" Ancam Zion dan akhirnya Naya mau membuka mulutnya.
Zion sedikit lega, ia bisa menyuapi Naya nasi goreng itu secara perlahan. Paling tidak, pagi ini perut Naya terisi. Jika tidak di bujuk, bisa-bisa Naya kembali menahan lapar dan berakibat buruk untuk tubuhnya.
"Kak Raisa memintamu menghabiskan nasi goreng ini, karena setelah ini kamu harus memompa asimu." Kata Zion sembari menatap lekat wajah Naya.
"Aku akan menyusuinya secara langsung," tolak Naya.
"Tidak bisa, setelah ini kamu juga harus bertemu dengan dokter psikiater."
Naya tertegun, dirinya diam sejenak mencerna apa yang Zion katakan. Apakah Zion menuduhnya gil4?
"Tuan, aku masih waras! Apa anda berpikir aku ini gil4?" Sentak Naya dengan mata membulat sempurna.
"Siapa yang berpikir kamu gil4? Memangnya, yang berobat ke dokter psikiater hanya orang gil4 saja? Nay, jika kamu tetap ingin seperti ini ... kamu bisa menyakiti bayimu. Semalam, kamu bahkan mengabaikan Zevan yang terus menangis. Coba kamu pikir, bagaimana jika kamu tidak kunjung sembuh?"
"Tapi aku tidak gil4." Lirih Naya, nada suaranya terdengar bergetar.
Zion menghela nafas pelan, ia mengulurkan tangannya dan menyentuh pipi Naya dengan lembut. Elusan tangan Zion, membuat Naya diam tak berkutik. Entah bagaimana, dia merasa elusan tangan pria itu membuatnya sedikit tenang.
"Aku tahu, tapi tak ada salahnya memeriksakan kondisimu kan?"
"Aku ingin bebas berjalan di luar tanpa ada orang-orang yang mem4kiku." Mata Naya kini sudah terlihat berkaca-kaca menahan tangis. Dia hanya ingin keluar, menikmati kehidupannya tanpa rasa takut. Dia setres, tertekan, dan merasa dunia tak adil untuknya.
"Aku akan mengajakmu keluar,"
"Mereka akan memakiku lagi,"
"Ada aku, mereka tidak akan berani memakimu." Balas Zion kembali, meyakinkan Naya bahwa masih ada dirinya yang akan menemaninya.
Naya menatap Zion, tatapannya terlihat lekat. Semua ini berawal dari dendam Zion, membuat publik menjadi menyudutkannya. Tapi sekarang, pria itu seolah menjadi pahlawan untuknya.
"Apa kamu memiliki rencana lain untuk melancarkan balas dendam itu? Kamu yang membuat dunia membenciku, dan sekarang kamu seolah olah menjadi pahlawan. Apa yang kamu inginkan Zion? Apa tidak cukup membuatku sehancur ini? Kenapa aku harus memanggung sakit dari sesuatu yang tidak aku lakukan?"
Zion tak merespon apapun, raut wajahnya sulit Naya artikan. Pria itu hanya diam, dan menundukkan kepalanya. Lalu Zion kembali menyuapinya tanpa sepatah katapun. Naya bertanya-tanya pada hatinya, seperti apa Zion sebenarnya? Pria itu memperlakukannya dengan baik, tapi justru membuat hidupnya berantakan.
"Bersiaplah, dokter sudah menunggumu." Setelah sarapan Naya habis, Zion pun beranjak pergi meninggalkannya.
.
.
.
Zion dan Raisa menunggu Naya yang sedang mengobrol dengan dokter psikiater di dalam kamar. Keduanya tak akan mengganggu, sampai dokter keluar memberikan keterangan. Sembari menunggu, Raisa dan Zion tetap berada di ruang keluarga.
"Setelah ini, kamu masih mau menyakitinya Zion?" Tanya Raisa menatap lekat adiknya yang sedang memainkan tangan mungil Zevan yang ada di gendongannya.
Zion hanya diam, Raisa yang melihat keterdiaman adiknya itu jadi gemas sendiri. "Mau sampai mana kamu menggunakan Naya membalas sakitmu pada Rayyan hah? Mau sampai Mana Zion? Sampai Naya sakit jiwa, iya? Kamu berencana membuat Rayyan sakit jiwa tapi kenapa kamu malah melemparnya pada Naya?!" Sentak Raisa dengan penuh amarah.
Zion mengambil nafas panjang dan menghembuskannya perlahan. Dia akan mengatakan sesuatu, tapi sebelum itu, Dokter psikiater itu telah datang pada mereka dengan catatannya.
"Tuan Zion, saya perlu berbicara dengan anda." Ucap dokter wanita itu. Raisa dan Zion saling tatap dengan penuh kebingungan.
"Baiklah," putus Zion dan dia harus siap mendengarkan apa yang dokter katakan mengenai Naya.
______
Kalau up lagi, setuju gak😆
atau jgn² mama bayi kira si raisa bini orang kali ya 🤦♀️🤣