Keberanian Dila, seorang gadis tunarungu yang menolong pria tua penuh luka, membawanya pada nasib cinta bagai Cinderella untuk seorang anak pungut sepertinya.
Tuduhan, makian, cacian pedas Ezra Qavi, CEO perusahaan jasa Architects terpandang, sang duda tampan nan angkuh yang terpaksa menikahinya. Tak serta merta menumbuhkan kebencian di hati Dilara Huwaida.
"Kapan suara itu melembut untukku?" batinnya luka meski telinga tak mendengar.
Mampukah Dila bertahan menjadi menantu mahkota? Akankah hadir sosok pria pelindung disekitarnya? Dan Apakah Dila mempunyai cerita masa lalu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mommy Qiev, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16. KEMARAHAN RUHAMA
"Assalamu'alaikum," suara Ibu pulang mengucap salam disaat Dilara hendak menjawab panggilan dari Ezra.
"Wa'alaikumussalaam," jawab Velma lirih, wajah yang semula telah pias kini makin tegang karena cemas niatan mereka diketahui oleh Ibu Ruhama.
"Ada tamu ... Nak Velma, balik lagi kesini ada apa? tolong sampaikan pada Tuan Muda bahwa Ibu ga suka diikut sertakan dalam masalah kemarin, apalagi hingga ditayangkan di tv ... Ibu malu, lihat itu, tetangga jadi pada kepo, juga Ibu ga ingin Dilara menjadi pusat perhatian ... pulanglah dan jangan kembali lagi kemari." Tegurnya ramah meski terselip nada tidak suka pada setiap kata yang ia lontarkan tadi.
"Halo, Dila....!" suara Ezra masih menunggunya.
"Dila, ponsel siapa itu? kembalikan!" bentak Ibu pada Dila.
Baru kali ini Ruhama bicara dengan nada lantang pada Dila. Dirinya pun tak dapat mengontrol emosi sejak Ezra mengetahui kondisinya. Ia hanya tidak ingin Dilara tahu dan terbebani, karena Ruhama paham sang putri pasti akan membantu bekerja siang malam demi agar ia sehat.
Ruhama berpikir harus banyak membekali Dilara kemampuan dasar atau bahkan keterampilan yang bisa membuatnya bertahan hidup secara mandiri kelak ketika dirinya harus berpulang lebih cepat.
Bukan Ibu tak mengizinkan Dila kerja, Ibu hanya tak ingin kamu dipandang sebagai orang yang tak berguna oleh masyarakat, Dila.
Dilara menyerahkan ponsel yang dia genggam kepada Velma.
"Nona, tapi belum terekam semua ini tulisan Anda ... juga tadi panggilan Tuan muda diputus sepihak," Velma cemas tak dapat melakukan tugasnya dengan baik kali ini.
"Maaf Ibu marah Kak," Dilara menulis kembali, pun meminta Velma meninggalkan kediaman mereka.
Saat Dila akan menutup pintu rumahnya, beberapa tetangga menyapa dirinya.
"Dila, kenal sama pengusaha kemarin dimana? beneran sahabat Papanya atau Ibu kamu selingkuhannya dulu? dan kamu dibuang itu cuma alasan bu-,"
Byur.
Ruhama menyiramkan satu gayung air dari ember yang sedang ia gunakan untuk menyiram tanaman, pada kedua wanita tetangganya yang sedang mengoceh.
"Jangan fitnah, inget dosa ... udah pada bau tanah bentar lagi is dead!" hardiknya marah.
"Masa laluku urusanku, Dila mau kenal dengan siapa juga urusanku ... pergi!" sentak Ruhama berkacak pinggang.
"Dasar perawan tua, gatel ... anak bisu belagak amat, modal cantik doank emang," balas mereka tak terima atas perlakuan Ruhama.
Saat Ruhama hendak melayangkan gayung yang dia pegang ke arah tetangganya, Dila mencegah sang Bunda.
"Udah Bu, ayo ma-suk...." ajaknya sedikit menarik paksa lengan Ruhama agar mengikutinya.
Velma belum beranjak jauh dari pelataran kediaman Dilara tatkala ia melihat semuanya dan langsung melaporkan pada Ezra melalui Rolex.
"Halo Pak, video barusan tentangnya, dan juga tulisan Nona Dila belum terekam saat Tuan Muda menanyakan jawabannya ... Bu Ruhama marah padaku, nampak ia tak suka kehadiran kami disekitarnya karena tetangga juga para pewarta mengejar beliau hingga menimbulkan rasa tidak nyaman ketika bekerja ... pun dengan para majikannya, keberatan atas kondisi yang terjadi," terang Velma
"Mereka berdua sepertinya akan mengurung diri setelah hari ini ... kebutuhan biaya hidup kiranya dipikirkan Pak, aku hanya prihatin ... mereka korban."
"Akan aku sampaikan, jangan meninggalkan tugasmu disana Velma, membaurlah agar tidak begitu kentara," saran Rolex dari ponselnya pada Velma.
"Baik."
Sementara didalam rumah.
Ruhama kembali diam, mengunci diri dalam kamar setelah dirinya mengembalikan gayung ke kamar mandi serta menata lauk pauk diatas meja makan.
"Bu," panggil Dilara pelan dipintu kamar sang bunda.
"Ibu lelah Dila, makanlah dulu ... jangan ganggu Ibu." Ruhama menulis pada secarik kertas lalu dia selipkan dari bawah pintu kamar agar Dila bisa membacanya.
Dila menyadari ada yang menyentuh kakinya. Pandangannya ia alihkan ke arah bawah lalu jemari itu mengambil selembar kertas bertuliskan sesuatu disana.
"Bu, maaf, Dila...." suaranya tercekat, sesak kembali datang menghimpit dadanya, kian bercokol kuat disana.
Dilara menangis, meski tanpa suara, iya yakin bundanya mendengar isakan halus dari balik pintu.
Maaf Bu, maafin Dila. Dan aku memang seharusnya berbakti pada Ibu.
...***...
EQ Building. Di dalam ruangan Ezra.
"Beraninya dia memutus panggilan ku, siapa tadi yang berteriak disana, Lex?" ujar Ezra gusar.
"Entah Bos, kukira ibunya, dan ini adalah rekaman video dari Velma serta pictures yang Anda butuhkan." Rolex mengulurkan ponsel miliknya pada Ezra.
Ezra menerima ponsel milik aspri nya itu, memutar video berdurasi pendek disana.
"Hanya tulisan Iya saja?" tanya Ezra tak puas.
"Kurasa itu sudah mewakili jawaban yang Anda minta kan, Bos?" balas Rolex.
Ezra nampak berpikir, dia mengusap wajah kasar sebelum bangkit meraih jasnya.
"Antar aku pada Yai Sa'id, Lex," ucap Ezra lagi.
"Aku siapkan cincin atau uang cash sebagai lamaran?" imbuh Rolex memastikan keinginan sang bos.
"Belikan gelang saja, karena aku ga ngerti ukuran jarinya segimana ... megang juga belum," seloroh Ezra.
"Baik, aku akan minta toko agar mengantarkan ke pin point dimana kita menunggu," balas Rolex saat akan memencet tombol pada panel lift yang akan membawa mereka ke basement khusus pimpinan.
"Hm, atur aja ... sampaikan pada Leon agar menjemput Mita dan minta dia berbusana syar'i" titah Ezra lagi pada Rolex setelah mereka berada dalam lift.
Satu jam berlalu.
Kini mereka telah siap. Mita dan Velma membawa bingkisan hantaran, sekaligus membuka jalan agar mobil mereka dapat masuk ke komplek As-salam tanpa terlalu kentara.
Setelah meminta izin pada santri penjaga gerbang pondok. Mereka diizinkan masuk dan dipersilahkan menunggu diruang tamu.
Ruangan yang sama saat klarifikasi fitnah minggu lalu.
"Assalamu'alaikum, Nak Ezra," sapa Yai Sa'id.
"Wa'alaikumussalaam," jawab semuanya.
"Ini ada apa Nak?"
"Aku sudah yakin, dan ingin melanjutkan niatan ku terhadap Dila, Yai." Ezra menjelaskan kedatangannya kali ini.
"Dila sudah tahu?" Yai said bertanya kembali.
"Nggih, sudah ... Papaku masih belum pulih, jadi aku membawa adik kandungku sebagai perwakilan anggota keluarga untuk melamar Dilara...."
"Kita langsung ke rumah Dila saja jika begitu, menemui Ibunya, mari Nak Ezra...." Yai Sa'id bangkit mengajak Ezra ke rumah Dila, ditemani dua orang santri khidmahnya.
Lima belas menit kemudian.
Tok. Tok.
Suara pintu diketuk dari luar, terdengar suara salam yang familiar bagi telinga Ruhama. Ia pun tergopoh meraih hijabnya lalu bergegas membuka pintu.
"Wa'alaikumussalaam, loh Yai? punten saya kurang enak badan jadi ga kepondokan ... ini sore-sore kemari ada apa?" sapa Ibu ramah seraya mempersilahkan tamunya masuk.
"Ini Nak Ezra, dan adiknya menemuiku mengutarakan niatnya ingin melamar Dila, mana putrimu?" ujar Yai saat mereka telah duduk diruang tamu.
Degh.
"Dila, ada ... sebentar Yai," Ruhama kembali masuk kedalam mencari Dila. Wajahnya kaku menahan kesal, marah, entah apalagi.
"Dila...."
Dilara muncul dari pintu belakang, bajunya basah terkena air saat menyiram tanaman obat.
"Sini, ikut Ibu ... Dila, kamu ngelakuin ini terpaksa kan? didepan ada Ezra melamarmu, laki-laki di TV yang kemarin diseret itu, kamu dipaksa Dila? jawab!" seru Ruhama mencengkeram lengan putrinya.
"Sa-kit Bu ... aku suka Abang," cicit Dila sembari menangis.
"Ruhama, jangan begitu, kasihan Dila...." Yai menyusul kedalam saat mendengar teriakan Ruhama.
Wanita ini tak memedulikan perkataan Yai Sa'id, ia justru memukul lengan Dila beberapa kali.
"Jujur sama Ibu ... jangan bohong kamu! orang seperti kita ga pantas Dila!!" Ruhama melampiaskan kemarahannya.
Gadis yang tengah dipukuli ibunya pun hanya pasrah, diam tak membalas hingga Ruhama melepaskannya karena di lerai oleh Velma dan Mita.
"Ibu benci Dila...!! pergi! aku tak suka pembohong!!"
.
.
...__________________________...
⭐⭐⭐⭐⭐