"Kau hanya perlu duduk dan menghabiskan uangku, tapi satu hal yang harus kau penuhi, yakni kepuasan!" Sagara Algyn Maheswara.
"Asal kau bisa membuatku keluar dari rumah sialan itu, aku bisa memberikan apapun termasuk yang satu itu, Tuan." Laura Alynt Prameswari.
Laura menderita karena hidup dengan keluarga tirinya, ayahnya menikah lagi dan selama itu dia selalu ditindas dan diperlakukan seenaknya oleh keluarga barunya itu, membuat Laura ingin bebas.
Akhirnya, dia bertemu dengan Sagara. berawal dari sebuah ketidaksengajaan, namun siapa sangka berakhir di atas ranj*ng bersama?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sendi andriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
"Laura.." Seseorang memanggil namanya, Laura menghentikan langkahnya lalu menatap sosok yang kini berdiri tepat di hadapannya. Pria paruh baya yang berstatus sebagai ayahnya, namun perannya sudah lama hilang.
Rasa sakit yang dirasakan Laura jauh lebih besar dibandingkan rasa rindu. Ini benar-benar membuatnya benci, perasaan itu tumbuh karena perlakuan sang ayah padanya.
"Mau kemana lagi?"
"Pulang."
"Disini rumahmu, Nak."
"Ini neraka untukku, bukan rumah." Jawab Laura. Dia masih menjawab dengan nada datar, sebenci apapun Laura terhadap ayahnya, tetap saja dia takkan bisa meninggikan suaranya di hadapan pria yang dulu begitu dia sayangi. Sampai saat ini, mungkin rasa sayang itu masih ada, namun terhalang oleh kebencian karena sang ayah selalu membiarkannya sendirian.
"Laura.."
"Baby, come on.."
"Iya, Daddy."
"Daddy? Siapa dia? Kenapa kamu memanggilnya dengan panggilan seperti itu?" Tanyanya dengan kening yang berkerut.
"Maaf, aku menempuh jalan yang salah. Aku mencari tempat perlindungan, aku mencari sosok yang bisa melindungiku dan memberiku rasa aman juga nyaman."
"Laura.."
"Papa tidak bisa memberikannya, jadi aku mencarinya sendiri. Terima kasih, aku pamit dulu. Selamat berbahagia, Pa. Semoga sehat selalu dan panjang umur, mungkin setelah ini kita takkan pernah bertemu lagi." Laura berbalik dan meninggalkan pria paruh baya yang masih mematung di tempatnya.
Laura membuka pintu mobil mewah milik Sagara dan masuk, tak lupa dia menutupnya kembali. Setelah Laura masuk, barulah Sagara melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang menjauh dari rumah yang terkesan bagai penjara bagi Laura. Namun, syukurlah kali ini dia telah berhasil lolos.
"Dia ayahmu, baby?"
"Iya, namun perannya sudah lama hilang."
"It's okay, ada Daddy sekarang." Jawab Sagara sambil tersenyum kecil, dia menatap wajah Laura yang terlihat kesal. Bukan kesal karena pertemuannya dengan sang ayah, tapi dia masih ingat bagaimana ibu tirinya itu memperlakukannya disana tadi. Menyebalkan!
"Kenapa badmood hmm?"
"Kesel aja tuh sama nenek gayung."
"Kita beli es krim, mau?" Tawar Sagara. Air muka Laura seketika berubah, dia terlihat senang dan sudah dipastikan, dia akan setuju diajak jajan es krim.
"Ayo, Dad."
"Oke, sayang." Jawab Sagara. Pria itu melajukan mobilnya, bergabung dengan banyaknya kendaraan di luar sana yang tengah melaju menuju ke tujuannya masing-masing.
Sagara menghentikan laju mobilnya di sebuah kedai es krim, dari sana dia tahu kalau Laura menyukai es krim vanilla. Dia terlihat bahagia sekali, padahal hanya satu cup es krim berukuran sedang. Pria itu sudah menawarkan es krim cup besar, tapi Laura menolak dengan alasan es krimnya takkan habis.
"Makannya di mobil aja ya?"
"Iya, Daddy." Laura berjalan lebih dulu dibanding Sagara, pria itu pun menyusul setelah membayar. Keduanya pun kembali melanjutkan perjalanan.
"Suka es krimnya?"
"Suka banget, Daddy. Terima kasih.."
"Omong-omong, Daddy juga punya es krim lho."
"Hah, benarkah?"
"Iya, sayang."
"Es krim apa itu? Dimana? Pengen nyoba."
"Yakin mau nyoba?" Tanya Sagara dengan senyuman nakalnya. Laura yang masih cukup polos itu pun mengangguk cepat mengiyakan pertanyaan Sagara, tanpa tahu apa yang dimaksud es krim oleh Sagara dan es krim yang ada di otaknya saat ini adalah dua hal yang berbeda.
"Aku suka es krim."
"Oke, nanti di rumah Daddy kasih yaa.." Laura menganggukan kepalanya mengiyakan.
"Daddy mau coba?"
"Gak usah, nanti aja kamu cobain es krim Daddy, oke?"
"Siap." Jawabnya dengan senyuman manis. Laura pun memakan es krimnya dengan lahap.
Sesampainya di apart, Laura segera membersihkan tubuhnya dan menata barang yang dia bawa dari rumah itu. Ternyata, itu foto terakhir dengan sang ibu, lalu ada beberapa barang yang nampak usang namun memiliki banyak sekali kenangan bagi Laura.
Sagara sendiri tak melarang gadisnya untuk membawa barang dan meletakkannya di apart, pria itu membebaskan Laura untuk melakukan apapun yang dia inginkan, selama tidak melanggar kesepakatan yang telah mereka buat sebelumnya.
"Daddy.."
"Iya, sayang. Kenapa?" Tanya Sagara sambil mengusap rambut basahnya dengan handuk kecil, seperti biasa dia hanya mengenakan kolor selutut tanpa atasan. Baginya, sudah biasa mengumbar otot-ototnya di depan Laura, meskipun sebenarnya gadis itu masih merasa canggung dengan semua yang baru kali pertama dilihatnya itu.
"Katanya tadi punya es krim, mana?"
"Ohh, masih penasaran?"
"Iya, pengen nyobain rasanya es krim Daddy."
"Agak asin paling."
"Lho, aku belum pernah coba es krim asin. Biasanya kan manis? Penasaran ihh, mana?" Tanya Laura lagi, Sagara tersenyum puas.
"Yaudah, sini cium dulu." Pintanya sambil duduk di sofa yang ada di kamar itu.
"Harus ciuman dulu?"
"Iya, biar enak jil4tin es krimnya nanti." Jawabnya sambil tersenyum, dengan patuhnya Laura menurut dan duduk di pangkuan Sagara. Dia memeluk lehernya dan mendekatkan bibirnya pada Sagara. Pria itu tak mau menyia-nyiakan kesempatan yang ada, dia mencium bibir Laura dengan lembut awalnya, namun berubah semakin menuntut.
"Eempphhhh.."
"Sshtt, diam." Pinta Sagara, dia membuat Laura duduk menghadap ke arahnya, posisinya sangat menguntungkan bagi Sagara. Dia memeluk posesif pinggang Laura, sesekali tangannya itu merayap nakal hingga berhasil membuka tali br4 yang dikenakan oleh gadis itu.
"Dad.."
"Mau es krim, gak?"
"Mau, Daddy."
"Yaudah, diem." Bagaikan anak kecil yang diancam ibunya, Laura hanya patuh saat Sagara menyibak piyama pendeknya lalu membukanya dengan begitu mudah.
"Dingin, Dad.."
"Nanti juga panas, sayang. Masih haid?" Tanya Sagara, Laura mengangguk pelan. Pria itu mendengus, namun tak lama kemudian dia menyeringai saat melihat dada Laura yang berukuran bes4r.
Sagara menjam4hnya dengan sebelah tangan, satu tangan lagi berada di punggung, mengusapnya lembut. Dia beraksi, tentunya dengan melayangkan civman-civman yang membuat Laura melayang.
"Kamu mer4sakannya, hmm?"
"A-apa, Dad.." Laura menjawab dengan terbata, dia terkejut karena tengah menikmati sentuhan Sagara, namun pria itu malah bertanya hal yang ambigu.
"Kerasa, gak? Ger4kin pinggangnya coba, goy4ng pelan." Pinta Sagara. Lagi dan lagi, Laura menuruti intruksi yang diberikan Sagara. Dia menggerakan pingg4ngnya perlahan dan benar, dia merasakan sesuatu.
"Dad.."
"Turun dan berlututlah."
"Ngapain?"
"Es krim time, baby."
"Yeayy.." Jawab Laura, dia turun dari pangkuan Sagara dan duduk berlutut di lantai. Pria itu perlahan menurunkan cel4nanya.
"Katanya mau ngasih es krim, kok malah buk4 cel4na sih, Dad?" Tanya Laura polos.
"Mau es krim kan? Es krimnya di dalam cel4na, sayang."
"Hah.."
Sagara tersenyum nakal, lalu tiba-tiba saja membuk4 cel4nanya hingga benda itu mencuat kedepan, tepat di depan wajah Laura.
"Daddy.."
"Es krim, sayang. Rasa cookies and cream."
"Kok.."
"Mau jil4t kan? Ayo.."
"Tapi Daddy.."
Sagara menekan kepala Laura hingga wajahnya begitu dekat dengan miliknya yang sudah meneg4k sempurna.
"Daddy!"
"Di emut, sayang. Jangan sampai kena gigi."
"T-tapi, Daddy.."
lanjut Thor dobel Napa Thor...