NovelToon NovelToon
THE BROTHER'S SECRET DESIRE

THE BROTHER'S SECRET DESIRE

Status: sedang berlangsung
Genre:Cinta Terlarang / Obsesi / Keluarga / Romansa / Pembantu / Bercocok tanam
Popularitas:292.1k
Nilai: 5
Nama Author: Mae_jer

Area khusus Dewasa

Di mansion kediaman keluarga Corris terdapat peraturan yang melarang para pelayan bertatapan mata dengan anak majikan, tiga kakak beradik berwajah tampan.

Ansel adalah anak sulung yang mengelola perusahaan fashion terbesar di Paris, terkenal paling menakutkan di antara kedua saudaranya. Basten, putra kedua yang merupakan jaksa terkenal. Memiliki sifat pendiam dan susah di tebak. Dan Pierre, putra bungsu yang sekarang masih berstatus sebagai mahasiswa tingkat akhir. Sifatnya sombong dan suka main perempuan.

Edelleanor yang tahun ini akan memasuki usia dua puluh tahun memasuki mansion itu sebagai pelayan. Sebenarnya Edel adalah seorang gadis keturunan Indonesia yang diculik dan di jual menjadi wanita penghibur.

Beruntung Edel berhasil kabur namun ia malah kecelakaan dan hilang ingatan, lalu berakhir sebagai pembantu di rumah keluarga Corris.

Saat Edell bertatapan dengan ketiga kakak beradik tersebut, permainan terlarang pun di mulai.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mae_jer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perkara kelinci

Basten kembali ke ruang duduk dengan santai. Bergabung dengan kedua saudaranya, pangeran Xavier dan ayahnya,

"Kau habis dari mana?" Pierre bertanya menatap Basten dengan wajah curiga. Jangan kira dia tidak memperhatikan tadi. Ia diam-diam memperhatikan sang kakak menatap pelayan cantik yang juga sukses membuatnya terpesona dengan kecantikan gadis tersebut.

Menarik. Menurut Pierre menarik. Bukan hanya Ansel, juga dia. Tapi Basten juga tampak tertarik. Buktinya di ruang makan tadi, tidak hanya Ansel yang kadang mencuri-curi pandang ke Edel, tapi Basten juga. Kakak keduanya yang jauh lebih dingin dari Ansel.

"Ada urusan sebentar." jawab Basten.

"Urusan apa?" Pierre terus memancing. Meski ia tidak tahu Basten keluar ke mana. Sang kakak langsung memberikannya tatapan tajam.

"Kenapa kau peduli? Urus saja urusanmu sendiri." balas Basten datar. Pierre tertawa pelan sambil mengangkat bahunya tak acuh.

"Ansel, aku dengar pesta besok bukan hanya pesta pertemuan para bangsawan. Tapi juga upaya perjodohan yang sengaja di buat Lady Corris untukmu." pangeran Xavier angkat bicara. Ia menatapi Ansel yang sejak tadi hanya diam dan fokus dengan buku bacaan di tangannya.

Mendengar itu Ansel mengangkat wajahnya menatap pangeran Xavier.

"Kata siapa? Itu pesta keluarga, bukan pestaku." katanya.

"Benarkah? Tapi aku dengar ibumu ingin menjodohkanmu dengan putri sulung dari keluarga Valreigh. Walaupun wanita itu bukan lahir dari istri sah paman Valreigh, dia tetap memiliki status terhormat. Masih termasuk putri bangsawan. Serta adik tirinya adalah seorang putri, adik angkatku tersayang, Fiora. Wanita itu masih cocok bersanding denganmu. Lagipula Lady Corris tampak menyukainya. Walaupun aku belum pernah bertemu dengannya, aku dengar dia adalah wanita yang pintar dan terpelajar cocok denganmu." kata pangeran Xavier panjang lebar.

Ansel hanya diam. Jelas dia tidak suka dengan rencana ibunya. Bukankah sudah dia peringatkan sebelumnya? Bahwa dia tidak mau di jodohkan?

"Aku akan menikahi wanita yang aku cintai, bukan wanita pilihan orangtua." kata Ansel tegas. Tuan Hart yang ada di situ menatapnya lama.

"Pesta itu bukan perjodohan, hanya sekadar perkenalan kedua keluarga saja. Ibumu yang bilang padaku, dia tidak akan memaksa kalau kau tidak mau." kata tuan Hart.

Basten, Pierre dan pangeran Xavier saling bertukar tatap. Menurut mereka sama saja, pesta itu adalah upaya Lady Corris mau menjodohkan anak sulungnya.

Ansel tetap diam, tidak bicara apa pun. Ia berdiri dari kursi dan meninggalkan mereka semua.

Ansel melangkah ke taman keluar mansion besar tersebut untuk mencari udara segar. Langkahnya terhenti di tepi kolam air mancur, di mana gemericik air seolah mencoba meredam gejolak pikirannya. Langit bertabur bintang, namun pandangannya kosong.

Sejak kecil, ia sudah terbiasa dengan segala rencana ibunya, pesta, jamuan, pertemuan keluarga bangsawan, semuanya selalu mengandung maksud tersembunyi. Tapi kali ini, ia sudah lelah dengan semua itu.

Ansel mengusap wajahnya, menghela napas panjang.

"Wanita yang aku cintai, harus aku cari sendiri." gumamnya pelan. Satu sosok langsung terlintas di benaknya, mata teduh itu, senyum hangat yang muncul walau hanya sekilas. Bukan bangsawan, bukan pilihan keluarga, namun satu-satunya yang membuatnya ingin berjuang. Meski sulit.

Saat ia hendak berbalik masuk ke dalam, matanya menangkap sosok gadis mungil yang tengah sibuk menggali-gali tanah di bawah pohon sambil terisak.

Alis Ansel terangkat. Langkahnya terhenti, lalu ia mendekat perlahan. Gadis itu tampak mengenakan seragam kerja sederhana berwarna krem pudar, lututnya berlumur tanah.

"Edel?" panggil Ansel ragu karena posisi gadis itu membelakanginya.

Gadis itu tersentak, buru-buru berdiri dan merapikan roknya yang kotor.

"Tuan muda Ansel!"

Ansel terkejut melihat mata Edel yang bengkak. Masih ada sisa-sisa butiran air mata di sana.

"Kamu kenapa?" ia menatap gadis itu, lalu menatap ke tanah yang di gali.

"Kenapa menangis?"

"Aku ... Aku ngebunuh nyawa hwaaa ... Dia mati, aku ... Aku nggak sengaja jadi pembunuh, hwaaa!"

Ansel langsung panik melihat Edel menangis tersedu-sedu sambil menutupi wajahnya. Ia berjongkok, mencoba melihat lebih jelas ke lubang tanah di bawah pohon itu.

"Apa maksudmu membunuh? Siapa yang mati?" tanyanya cepat, khawatir kalau-kalau yang di maksud adalah seseorang.

Edel menurunkan tangannya, terisak sambil menunjuk ke tanah.

"Kelinci … kelinci yang aku kasih makan di halaman belakang kemaren. Tadi aku nemuin dia di dekat gudang … udah nggak bernyawa. Aku nggak tahu kenapa … aku kira dia masih hidup, tapi… tapi," suaranya pecah lagi, matanya memerah.

Ansel menghela napas lega.

"Kelinci…" ia menggumam pelan, lebih ke dirinya sendiri lalu mencoba menahan senyum tipis agar gadis itu tidak tersinggung.

Dia pikir siapa yang mati tadi. Ternyata seekor kelinci.

"Tuan muda, jangan-jangan kelinci itu mati kelaparan karena aku lupa kasih makan tadi pagi? Kalo gitu, dia mati gara-gara aku kan? Aku yang bikin dia mati kan? Gimana kalau nanti arwahnya datengin aku dan nuntut aku?" Edel mulai berpikir macam-macam.

Ansel yang mendengarnya mengulum senyum. Gadis ini lucu. Bisa perasaannya yang kacau mendadak hilang. Ansel lalu menggeleng pelan sambil menatap wajah Edel yang benar-benar terlihat seperti anak kecil ketakutan.

"Dengar, kematian hewan bisa terjadi karena banyak hal. Bisa karena sakit, usia, atau sebab lain. Tidak semua kematian karena kelalaianmu. Jadi jangan menyalahkan diri sendiri."

Edel menggigit bibir, masih terlihat ragu.

"Tapi… dia sendirian, nggak ada yang nemanin. Kalau dia kesepian terus mati gimana?"

Ansel menahan tawa, tapi ekspresinya tetap serius.

"Kalau begitu, dia sekarang sudah punya teman-teman di tempat yang lebih baik. Mungkin sedang melompat-lompat di padang rumput yang luas."

Edel terdiam, seolah mencoba membayangkan itu. Namun, matanya kembali berkaca-kaca.

"Tapi tetap aja … dia lucu banget kemarin. Aku bahkan mau kasih dia nama …"

Ansel menepuk lembut pundaknya.

"Kalau mau, kita bisa kuburkan dia dengan baik. Biar dia pergi dengan tenang, ya?"

Gadis itu menatapnya, lalu mengangguk pelan.

"Boleh… tapi aku nggak punya bunga buat taruh di kuburannya."

Ansel menoleh ke sekeliling taman, lalu menunjuk semak mawar yang sedang berbunga.

"Kita ambil dari sana. Tapi hati-hati durinya, jangan sampai kamu luka."

Tak lama, keduanya sudah menyiapkan lubang kecil yang rapi. Edel menurunkan tubuh kelinci yang sudah dibungkus kain bersih, sementara Ansel menutupinya dengan tanah perlahan. Setelahnya, Edel meletakkan bunga mawar putih di atas gundukan itu.

"Aku harap kamu bahagia di sana …" gumam Edel lirih.

Ansel memperhatikan ekspresi gadis itu yang tulus dan penuh rasa iba. Ada sesuatu di hatinya yang menghangat. Gadis ini begitu polos, sampai urusan seekor kelinci pun bisa membuatnya menangis seperti ini. Pria itu tertawa kecil.

1
aroem
bagus
Ita rahmawati
ayolah edek,,jgn diem aja,,lebih baik kamu cerita ke basten dn dianpasti akn membantumu
Setetes Embun💝
Jangan samakan edel sama ruby ya kak othor gak sat set menyimpan ketakutan sendirian😉
Sani Srimulyani
harusnya kamu jujur tentang wanita itu, siapa tau dia bisa memecahkan kasusmu. dia kan jaksa yang cerdas
phity
edel cerita sj ke basten klo wanita itu mau membunuhmu biar basten selidiki untukmu ya...spy kmu aman
nyaks 💜
-----
Sleepyhead
Memang Pak Jaksa ini kuar biasa yah, auranya memancarkan aura singin
Sleepyhead
Dan Basten kucing garongnya wkwkkk
Syavira Vira
lanjuy
Syavira Vira
lanjut
Mutia
Ayo Edel ngaku siapa yg ingin membunuhmu
Anonim
Edel percaya tidak percaya kamu mesti cerita sama Basten kalau mau di bunuh sama si penculik Lucinda apa ya namanya
Rita
maju kena mundur kena
Rita
good Basten jgn ksh cela tegas
Rita
😅😅😅😅😅
lestari saja💕
jujur donk....jgn suudzon sulu
lestari saja💕
tikus kone....ragane kucing garong...
nonoyy
kalian cocok tau ansel dan edel
Rina Triningtyas
sangat sangat bagus thor, lanjut
Miss Typo
berharap Edel jujur dgn Basten knpa dia sembunyi, apa blm waktunya semua terbongkar ya, apa msh lama? kasian Edel
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!