Sebuah keluarga sederhana yang penuh tawa dan kebahagiaan… hingga suatu hari, semuanya berubah.
Sebuah gigitan dari anjing liar seharusnya bukan hal besar, tapi tanpa mereka sadari, gigitan itu adalah awal dari mimpi buruk yang tak terbayangkan.
Selama enam bulan, semuanya tampak biasa saja sampai sifat sang anak mulai berubah dan menjadi sangat agresif
Apa yang sebenarnya terjadi pada sang anak? Dan penyebab sebenarnya dari perubahan sang anak?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ryn Aru, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 14
Mahen dengan santai berjalan kearah basement, dia berjalan seakan tak terjadi apapun di sekitarnya. Beberapa zombie yang mencium aroma dari Mahen pun mendekat perlahan, dengan cepat ia menaiki pagar tembok yang membatasi antara parkiran dan area luar. Para zombie itu berkerumun dan berusaha menangkapnya.
Mahen berjongkok dan menyalakan rokoknya, ia menghisap rokoknya dengan melihat zombie yang berada di bawahnya, ia dengan santai membuang abu rokok di atas para zombie. "Kasihan." Terlihat senyuman kecil di bibir Mahen, ia berdiri dan berjalan meninggalkan kerumunan itu melewati pagar tembok. "Sayangnya gue bisa ngerasain kasihan sama kalian." Lanjutnya di akhiri dengan menghisap rokok.
Saat melihat keadaan yang mulai aman, ia pun turuna dari pagar itu dan berjalan ke arah mobil warna merahnya. "Hi honey. We meet again." Mahen menepuk bagian depan mobil dengan berjalan kearah pintu pengemudi.
Mahen adalah pemilik apartemen itu, keluarga nya adalah seorang pebisnis, tak heran jika banyak yang memanfaatkan nya. Tapi berbeda dengan Gilang, walau dia sudah mengetahui semua tentang Mahen, dia terlalu malas untuk mengurus hal yang membuatnya tak nyaman.
Mahen memasuki mobil dan duduk di mobilnya, Lamborghini Aventadornya. Itu adalah mobil yang pilihan Gilang saat pertama kali ia ingin membeli mobil. "So, we can go now." Ia dengan berani menginjak pedal gas dengan kuat dan menghindari kumpulan zombie yang berada di depannya.
Saat ia perjalanan menuju ke laboratorium yang berada di Samayara, saat menaiki mobil dengan mendengarkan musik, ia melihat studio tato tempat kerja Gilang dan dirinya. Ia berhenti dan bersinggah sebentar di sana, terlihat makhluk seperti yang ia lihat di unit sebelah tadi, ia mendekat untuk melihat lebih jelas.
Saat ia mendekat tiba-tiba saja serbuk di bunga tersebut menyembur ke wajahnya. Saat bubuk itu mengenai wajahnya, Mahen sedikit menoleh karena terkejut, dia berdecak dan meraih sapu tangan yang beraaa di sakunya, ia menyapu serbuk itu dari wajahnya dan menyimpannya. "Ndra, Ndra. Gak idup gak jadi tumbuhan tetep aja rusuh." Benar saja tubuh yang terkapar itu adalah teman kerjanya, yang bukan lain adalah Chandra, pria yang telah menemani Mahen menjemput Gilang bulan lalu.
Mahen yang masih berada di dekat Chandra pun meraih pisau kecil yang berada di sakunya, ia memotong sedikit akar yang keluar pada tubuh Chandra. Saat Mahen memotong akar itu, Chandra meraung seakan kesakitan dengan apa yang Mahen lakukan, Mahen yang melihat itu tak menghiraukannya dan berusaha memotong akar yang keras itu.
Saat ia telah berhasil, Mahen menyimpan akar itu bersama dengan sebuk yang mengenai wajahnya tadi, ia yang telah selesai mengambil beberapa sampel tak segera pergi, ia memilih untuk melihat-lihat keadaan di dalam studio dan melihat bahwa Andre telah berubah seperti Gilang. "Ngeri juga." Ucap Mahen datar saat Andre ingin menyerangnya, untung saja mereka di pisahkan oleh ruangan dengan jendela kaca yang besar.
Saat Mahen fokus pada Andre, tiba-tiba terdengar suara ponsel yang berbunyi, ia meraih ponsel yang berada di meja kerja Chandra dan melihat siapa yang menelpon. "Pinjol, di waktu kayak gini?" Mahen menghela napasnya dan menerima penggilan itu. "Ya? Orangnya udah mati. Gak usah marah-marah sama gue, kirim aja rekening lo, biar gue bayar sekarang." Mahen menuliskan rekening itu pada ponselnya, ia mengirimkan uang 100 juta ke rekening itu.
Saat selesai ia dengan santai melempar ponsel Chandra kearah pemiliknya. "Itu utang, utang harus di bayar. Tenang aja gak ada bunga." Mahen yang sudah paus melihat-lihat keadaan di dalam sana pun pergi dari studio dan melanjutkan perjalanannya.
Sesampainya di laboratorium Mahen di sambut oleh beberapa orang yang masih terselamatkan dari virus itu. Mahen hanya memasang wajah datar dan memberikan kunci itu kepada salah satu orang yang berada di sana, ia dengan santai berjalan memasuki laboratorium.
Saat memasuki laboratorium dia melihat beberapa zombie yang telah di dapatkannya, mereka di letakkan pada ruangan yang terbuat dari kaca yang sulit untuk di pecahkan. Mahen berhenti di depan ruangan dengan keberadaan makhluk yang memiliki senyum lebar hingga menyentuh telinga dan kuku panjang yang terlihat seperti kristal.
Dia mendekat pada keruangan itu dan melihatnya dengan seksama. "Oh, ini yang di dalam video Gilang." Ucap Mahen dengan pelan, salah satu profesor yang berada di sampingnya terlihat kebingungan karena ucapan Mahen, ia pun bertanya apakah Mahen pernah melihat makhluk seperti ini, Mahen yang mendengar pertanyaan itu menoleh sebentar kearah profesor yang berada di sampingnya. "Teman saya. Dari mana kalian mendapatkan dia?" Ucap Mahen di akhiri dengan pertanyaan.
"Kami mendapatkannya di perbatasan Samayara dan Ubudkarta tuan." Ucap profesor yang menyuruh salah satu orang untuk mengambilkan berkas yang berada di kantornya.
Orang itu memberikan berkas kepada Mahen dan berdiri sedikit menjauh dari nya. "Bloodgrin?" Ucap Mahen dengan membaca dokumen itu dengan seksama.
Profesor yang berada di sampingnya dengan sikap menjawab dan menjelaskan. "Benar tuan, kami memberikan nya nama bloodgrin karena matanya yang merah seperti darah dan senyuman yang sangat lebar." Mahen yang mendengar itu pun hanya mengangguk dengan wajah datar.
Ia Melihat-lihat kembali monster yang telah bermutasi, tetapi tak menemukan monster yang memiliki bunga Raflesia Arnoldi pada punggungnya. "Ini." Mahen memberikan sapu tangan yang ia ambil dari sakunya.
Profesor yang menerima saku tangan itu terlihat bingung dan bertanya tentang isi dari sapu tangan yang ia bawa sekarang. "Itu monster yang gw temuin, monster nya ngeluarin serbuk kuning ke muka gue." Mendengar itu profesor yang mengikuti Mahen dari belakang pun khawatir dan mengusulkan untuk memberi suntikan pada Mahen.
Mahen hanya mengangguk, ia mengikuti yang mengantarnya ke arah ruang steril. Saat itu profesor tak ikut memasuki ruangan, karena ia membawa sebuk dan akar yang di berikan oleh Mahen tadi. Saat Mahen memasuki ruangan, ia harus melewati pembersihan tubuh dengan cairan antiseptik, terlihat di dalam sana ada seseorang yang sedang duduk dengan beberapa cairan yang sedang di telitinya.
Mahen mendekat kearahnya dan duduk di bangku yang berada di depan pria itu. "Permisi Pak Daniel." Pria yang tengah duduk itu menoleh kearah Mahen dengan sedikit terkejut.
"Oh..nak Mahen, ada yang bisa saya bantu?" Tanya pria yang di sebut Daniel tadi.
"Saya di antar kemari untuk mendapatkan suntikan anti virus." Mahen pun melepaskan jaket yang ia gunakan. Daniel mengangguk dan merah suntikan yang telah ia isi dengan vaksin yang di buat.
"Nak Mahen, obat ini hanya bekerja selama dua jam, jadi setiap jam nya harus di suntikkan." Ucap Daniel yang sudah kembali duduk di kursinya. "Kami sudah mencobanya ke beberapa karyawan yang telah mendapatkan mutasi sempurna dari virus ini, dan vaksin ini berhasil. Tapi sayangnya tak merubah kembali keadaan fisik seseorang yang telah terkena mutasi." Lanjutnya menjelaskan dengan memberikan berkas tentang obat yang telah mereka temukan.
"Bukannya ini obat rabies?" Tanya Mahen, Daniel pun menjelaskan bahwa itu memanglah obat rabies, tapi telah di naikkan dosisnya untuk melawan virus ini, Daniel juga menjelaskan bahwa virus ini menyebar dari seekor anjing dari salah satu laboratorium di kota Purwodara.
Mahen hanya mengangguk dan meminta agar obat tersebut di perbanyak. "Perbanyak obatnya, saya ingin kembali ke Ubudkarta secepatnya."
"Maaf nak Mahen. Tapi kita tidak memiliki banyak stok untuk obat rabies ini." Mahen yang mendengar itu menyandarkan tubuhnya pada bangku dan menatap Daniel dengan tatapan dingin.
Saat Mahen keluar dari ruang steril ia berjalan-jalan melihat-lihat keadaan di dalam laboratorium, terlihat salah satu ruangan yang di isi oleh satu orang yang masih terlihat baik-baik saja, Mahen berhenti di depan ruangan itu dan terlihat orang tersebut tiba-tiba saja bereaksi.
Dengan cepat salah satu karyawan menutup kaca itu dengan menekan tombol merah yang berada di depan ruangan tersebut. "Maaf tuan, monster satu ini sangat sulit untuk di pahami." Mahen hanya diam dan menunggu penjelasan dari orang yang berada di hadapannya. "Dia memiliki ciri-ciri yang sulit untuk di ketahui, dia memang terlihat layaknya manusia biasa, tetapi jika di lihat lagi dia memilik mata yang sepenuhnya berwarna hitam." Orang itu dengan segera memperlihatkan beberapa foto yang ada di dokumen nya. "Ini adalah awal dari perubahan. Tubuhnya di tumbuhi oleh banyak kristal yang menutupi tubuhnya, dengan penglihatan yang menjadi sangat sensitif, kristal itu dapat ia sembunyikan dan di keluarkan kembali lagi untuk menjadi armor nya." Lanjutnya.
Karyawan itu memberikan foto-foto progres perubahan monster di depannya. "Cuma pertahanan?" Tanyanya.
"Tidak, dia bisa menyembuhkan racun dari mulutnya. Dia menyebarkan virus dari liurnya, layaknya ular kobra yang menyemburkan racun." Jelasnya
"Lalu kenapa kamu menutup kacanya?" Mahen melirik pada pria itu, dia sedikit kesal karena dengan melihat perubahan monster ini ia dapat mengetahui celah pada monster.
"Maaf tuan, tapi para profesor setuju untuk tak memperlihatkan monster ini pada siapapun, karena dapat membahayakan banyak." Mendengar itu Mahen hanya diam dan memutar badannya ke arah ruang penelitian, Mahen dengan tenang memasuki ruangan itu dan melihat bahwa para profesor sedang mencari tau tentang akar yang Mahen bawa.
Mahen mendekat ke salah satu peneliti untuk melihat kemajuan dari apa yang mereka lakukan. Terlihat akar yang tadinya kecil telah bertumbuh menjadi besar dan serbuk yang berada di sapu tangannya sudah memiliki tunas. "Pertumbuhannya cepat." Ucap Mahen melihat tunas yang berada di sapu tangannya.
Profesor yang berada di depannya pun menoleh dan menunduk kan kepala memberi hormat. "Benar tuan, sepertinya serbuk yang anda dapatkan ini dapat tumbuh di mana saja." Ucap nya dengan memperlihatkan Meja yang tak sengaja terkena serbuk dari monster itu.
"Apa sudah di lihat apa yang sebenarnya terjadi pada virus ini?" Tanya Mahen menyentuh tumbuhan yang menempel pada meja.
"Untuk itu, kami belum bisa memberitahunya, karena belum di temukannya hal janggal di tunas ini." Mahen mendengarkan penjelasan dengan seksama dan mencabut salah satu tunas, profesor yang melihat hal itu terlihat bingung dan berusaha menahan apa yang Mahen lakukan. "Tuan itu sangat berbahaya."
"Kalo mau tau apa efek dari suatu hal, kita harus coba hal itu." Dengan santainya Mahen menempelkan tunas kecil itu pada tangannya, terlihat akar tunas itu dengan cepat tumbuh dan menempel pada tangan Mahen.
Bersambung....