Memiliki saudara kembar nyatanya membuat Kinara tetap mendapat perlakuan berbeda. Kedua orang tuanya hanya memprioritaskan Kinanti, sang kakak saja. Menuruti semua keinginan Kinanti. Berbeda dengan dirinya yang harus menuruti keinginan kedua orang tuanya. Termasuk menikah dengan seorang pria kaya raya.
Kinara sangat membenci semua yang terjadi. Namun, rasa bakti terhadap kedua orang tuanya membuat Kinara tidak mampu membenci mereka.
Setelah pernikahan paksa itu terjadi. Hidup Kinara berubah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rita Tatha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 06
"Ara ... apakah dia ...." Kinanti memberi kode kepada adiknya.
Paham akan kode dari sang kakak, Kinara pun terkekeh. "Bukan, Kak. Ini Pak Yanto, sopir pribadi Mas Rico."
"Ohh, kakak pikir. Habisnya kamu tidak mengirim foto pernikahan kamu kepada kakak, sih. Jadi, kakak tidak tahu wajah suami kamu," kata Kinanti sambil merangkul adiknya.
"Maaf, Kak. Ponselku entah jatuh di mana, jadi aku tidak bisa berfoto-foto." Kinara kali ini beralih memeluk sang mama. "Ma, ini ada bingkisan dari Mas Rico. Dia minta maaf karena tidak bisa datang ke sini. Urusan di kantor sedang sangat sibuk."
"Tidak apa, Sayang. Nanti katakan pada suami kamu, terima kasih banyak. Tidak perlu repot-repot." Mama Yayuk memeluk putrinya untuk melepaskan kerinduan. "Dia memperlakukan kamu dengan baik, 'kan?"
"Mama tenang saja. Mas Rico justru memperlakukan aku dengan sangat baik."
Pada akhirnya, ketiga wanita itu pun mengobrol. Kinara ingin sekali menginap, tetapi ia tidak diperbolehkan suaminya. Walaupun berat, ia akhirnya berpamitan. Ingin sekali Kinara melihat Papa Soni, tetapi pria itu tidak pulang-pulang, sedangkan Kinara tidak bisa menunggu lebih lama lagi.
Tak lupa, Kinara mengajak Kinanti untuk berkunjung ke rumah Rico, tetapi karena besok pagi buta Kinanti harus sudah berangkat lagi ke luar negeri, akhirnya Kinara hanya memberi alamat dan berharap sang kakak akan datang ke rumahnya suatu saat nanti.
"Pak, bolehkah saya mampir ke restoran sebentar?" tanya Kinara.
"Nyonya lapar?" tanya Pak Yanto lembut. Kinara mengangguk. Pak Yanto pun mengiyakan. Ia menurut saja saat Kinara mengajaknya menuju ke restoran di mana Danu bekerja.
Setibanya di restoran itu, Kinara pun segera turun. Ia memesan makanan untuk dirinya dan Pak Yanto. Sejak tadi, gadis itu duduk dengan gelisah dan mengedarkan pandangan ke sekeliling. Namun, ia sama sekali tidak melihat keberadaan Danu.
Apakah Danu tidak bekerja? Batin Kinara.
Sampai akhirnya, pesanan mereka tiba.
"Ini makanan kalian, selamat menikmati."
Kinara menoleh. "Arman?"
Lelaki itu terkejut. "Loh, Ara?" Ia menatap Kinara dan Pak Yanto bergantian. "Aku tidak menyangka kamu datang ke sini."
"Ya, aku sangat lapar. Jadi, aku mampir ke sini. Ngomong-ngomong, di mana Danu?" tanyanya pelan.
"Dia di lantai atas. Biar aku panggilkan untukmu." Arman hendak pergi, tetapi Kinara menahan lengan pria itu.
"Jangan. Aku tidak mau mengganggunya. Aku titip salam saja. Sekarang aku mau makan dulu," kata Kinara. Padahal gadis itu ingin sekali bertemu dengan Danu.
Arman mengangguk mengiyakan. Lalu meninggalkan mereka. Kinara pun mnyuruh Pak Yanto untuk segera makan dan mereka harus pulang setelah ini. Jika terlalu malam, Kinara khawatir Rico akan marah padanya.
"Nyonya, saya makan di meja sana saja." Pak Yanto hendak membawa makanannya, tetapi dilarang oleh Kinara.
"Memang kenapa, Pak?"
"Saya tidak mau mengganggu Nyonya makan. Lagi pula, tidak pantas saya makan satu meja dengan Nyonya," sahut Pak Yanto lirih.
"Kata siapa, Pak? Saya justru tidak bisa kalau makan sendiri. Rasanya tidak nikmat sekali. Lagi pula, tidak ada perbedaan di antara kita, Pak. Lebih baik sekarang kita makan." Kinara tersenyum simpul sambil melahap makanan itu.
Sampai selesai makan dan membayar, Danu tidak kunjung kelihatan. Kinara pun hanya bisa menghela napas panjang. Mungkin memang lelaki itu tidak mau menemuinya lagi. Tidak mungkin jika Arman tidak mengatakan kalau ia datang ke restoran itu.
Namun, ketika Kinara baru saja keluar dari restoran. Seseorang memeluknya dari belakang. Pelukan yang sangat erat sekali. Pak Yanto hendak maju, tetapi Kinara justru berbalik dan membalas pelukan tersebut.
"Danu ... aku sangat merindukanmu." Kinara menahan air mata. Entah mengapa, ia merasa menjadi secengeng ini.
"Kamu tahu ini aku? Kupikir kamu sudah tidak mengenalku lagi," kata Danu. Melepaskan pelukan itu dan menatap wajah sahabatnya secara lekat.
"Jangan bercanda, bahkan bau parfummu dari jarak sepuluh meter pun, aku masih sangat mengenali," seloroh Kinara. Keduanya pun terkekeh. "Danu, maaf. Aku harus pulang sekarang. Tidak bisa mengobrol lama denganmu."
"Kenapa? Aku masih sangat merindukanmu." Danu tampak kecewa.
"Lain kali aku akan datang ke sini lagi. Ada beberapa hal yang akan aku ceritakan padamu," kata Kinara.
"Ceritakan sekarang saja." Danu tidak sabar.
"Jangan. Terlalu panjang kalau diceritakan sekarang."
"Kalau begitu, berikan aku nomor ponselmu yang baru. Kita bisa mengobrol lewat pesan," cetus Danu. Namun, Kinara menggeleng cepat.
"Aku belum ada ponsel. Kalau nanti aku sudah punya ponsel, aku pasti akan menghubungimu."
Danu mengangguk. Lalu mengambil pulpen dan menuliskan nomor ponselnya di telapak tangan Kinara. Meminta gadis itu agar segera menghubunginya. Kinara hanya mengangguk lalu berpamitan. Tak lupa, mereka kembali berpelukan meski hanya sesaat.
Tidak ada yang tahu, di seberang jalan sana. Ada sepasang mata yang mengamati mereka dari dalam mobil. Lelaki itu merem*s setir kemudi dengan sangat kuat bahkan seperti hendak mematahkannya. Namun, ia berusaha untuk menahan diri.
***
"Nyonya, sebelumnya saya minta maaf kalau saya lancang. Tapi saya harap Nyonya tidak melakukan hal seperti tadi lagi. Jangan berpelukan dengan lelaki mana pun. Kalau sampai Tuan tahu, saya tidak yakin kalau Nyonya akan baik-baik saja." Pak Yanto terlihat cemas.
"Tapi dia sahabat saya, Pak."
"Saya tahu, Nyonya. Tapi terkadang tuan tidak menerima alasan apa pun. Jadi, sebelum menjadi masalah, lebih baik Nyonya menjaga diri dan sikap," nasehat Pak Yanto. Berpuluh tahun berkerja dengan Rico, membuat lelaki itu sangat paham bagaimana sifat Rico.
"Baik, Pak. Terima kasih sudah memperingatkan."
Suasana di mobil pun kembali hening. Namun, tiba-tiba mobil itu berhenti mendadak. Pak Yanto terkejut ketika ada mobil yang memotong jalan dan langsung berhenti di depannya. Ketika melihat mobil itu, seketika tubuh Pak Yanto gemetar.
"Pak, hati-hati." Kinara mengusap dada karena masih terkejut.
"Nyonya yang hati-hati. I-itu mobil tuan, Nyonya," sahut Pak Yanto dengan terbata karena takut.
Begitu juga dengan Kinara yang tampak gelisah. Apalagi saat melihat Rico keluar dari mobil tersebut. Wajah pria itu tampak datar dan penuh amarah. Pak Yanto segera keluar dari mobil dan menyuruh Kinara tetap di dalam.
"Tu-tuan ...."
Rico tidak menyahut. Ia membuka pintu belakang dan menarik tangan Kinara dengan kencang.
"Terima kasih sudah membuat aku kecewa, Pak," kata Rico sebelum meninggalkan Pak Yanto yang bergeming di tempatnya.
"Tuan, saya mohon jangan apa-apakan Nyonya Kinara. Ini tidak sepenuhnya salah ...."
"Diam, Pak. Nanti malam jam dua belas, bapak jelaskan di ruang kerjaku."
Rico pun melangkah lebar menuju ke mobilnya. Memaksa Kinara agar masuk ke sana lalu melajukan mobil itu dengan kecepatan kencang.
Sialan!
Umpat pria itu kesal.
jangan² nanti minta anak kakaknya diurus oleh ara kalau iya otw bakar rumahnya
kinara masih bisa sabar dan berbaik hati jangan kalian ngelunjak dan memanfaatkan kebaikan kinara jika gk bertaubat takut nya bom waktu kinara meledak dan itu akan hancurkan kalian berkeping" 😏😂