Seharusnya Marsha menikah dengan Joseph Sebastian Abraham, seorang duda dengan anak satu yang merupakan founder sekaligus CEO perusahaan kosmetik dan parfum ternama. Setidaknya, mereka saling mencintai.
Namun, takdir tak berpihak kepadanya. Ia harus menerima perjodohan dengan seorang Presdir yang merupakan rekan bisnis ayahnya.
Saat keluarga datang melamar, siapa sangka jika Giorgio Antonio Abraham adalah kakak kandung pria yang ia cintai.
Di waktu yang sama, hati Joseph hancur, karena ia terlanjur berjanji kepada putranya jika ia ingin menjadikan Marsha sebagai ibu sambungnya.
~Haaai, ini bukuku yang ke sekian, buku ini terinspirasi dengan CEO dan Presdir di dunia nyata. Meskipun begitu ini hanya cerita fiksi belaka. Baca sampai habis ya, Guys. Semoga suka dan selamat membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lintang Lia Taufik, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 11. Halu, atau Tak Tahu Malu
Senja nyaris berganti kelabu. Mobil yang dikemudikan sopir Giorgio, membawanya dan Marsha ke area gedung-gedung pencakar langit yang menjulang tinggi.
"Kita mau ke mana? Aku capek, pengen cepet pulang," cetus Marsha sambil memasang raut muram.
Giorgio menatapnya lekat-lekat, lalu menggenggam jemari Marsha, membuat gadis itu terkejut dan ingin menepis. Tetapi tangan Gio menggenggamnya sangat erat, hingga membuat gadis itu meringis menahan sakit.
"Aku lapar, besok seharian ... mungkin kita gak bisa ketemu, karena lusanya adalah hari pernikahan kita. Keluargaku pasti akan melarangku keluar, jadi temani aku makan dulu," lirih Giorgio sambil memperhatikan sopirnya.
Marsha bergeming.
Ia akhirnya memilih diam, hingga mobil melesat ke restoran milik keluarga Gio. Tak seperti sebelumnya, restoran itu tampak sangat ramai pengunjung.
Selama melangkah masuk, Giorgio menggenggam erat tangan Marsha sambil berbisik, "Jangan membuat ulah, anggap saja kamu aktris yang sedang menjalani peran."
Marsha hanya diam. Jantungnya berdegup hebat, ujung jemarinya menjadi dingin.
"Santai, kita cuma makan berdua. Ga perlu gugup," cetus Giorgio, kemudian ia meletakkan jemari Marsha yang sedang digenggamnya tepat di depan dadanya untuk memberikan efek tenang.
Kemudian, langkahnya terhenti di salah satu meja, yang sepertinya sengaja dikosongkan atas perintah Giorgio.
Meja tempat mereka makan terletak di sudut ruangan, ada kaca jendela yang menampilkan jalanan ramai.
Tangan kekar Giorgio bergerak cepat menarik salah satu kursinya. Sungguh ia selalu membuat aman dan nyaman.
Hanya sikapnya yang keras kepala saja yang mungkin bisa membuat orang lain enggan berdekatan dengannya.
"Sya, silahkan duduk!" pintanya sambil tersenyum.
Gadis itu menurut. Menit setelahnya, suara bangku terdengar berderit saat Gio menyeret kursi yang letaknya tepat di sebelah Marsha.
Gadis itu tercenung, sambil menatap menu yang sengaja di letakkan di depannya. Matanya tidak benar-benar menatap pilihan hidangan.
Pikirannya terus melayang, lebih sibuk memikirkan ajakan Giorgio yang tiba-tiba. Dan di meja yang tergolong cukup luas itu hanya mereka berdua saja yang makan.
"Marsha," panggil Giorgio dengan suara lembut.
Letak duduknya yang berada tepat di sebelah Marsha, dan jarak mereka yang terlalu berdekatan, membuat Marsha canggung dan gugup.
"Aku tahu ini mendadak, ada yang ingin kubicarakan denganmu."
Marsha langsung menoleh, dan memberanikan diri membalas tatapan mata pria itu. Giorgio, dengan setelan jas rapi, wajah yang tampak tenang, pasti membuat wanita manapun jatuh hati dibuatnya.
Tetapi mata Marsha menangkap sesuatu yang berbeda. Entah mengapa, ia merasa ada sesuatu yang pria itu sembunyikan. Dan Marsha tak suka dengan hal itu.
"Kenapa hanya kita berdua?" Marsha mendahului mengajukan pertanyaan.
Nada bicaranya penuh tekanan, suaranya terkesan tajam, lebih dari sekedar rasa ingin tahu biasa.
Giorgio tersenyum tipis. "Karena aku ingin membahas banyak hal yang tidak bisa kita bicarakan di depan banyak orang banyak, Sya."
Jantung Marsha berdegup kencang. Ia sudah menduga ini sebelumnya. Itu sebabnya ia berusaha menolak.
Giorgio tidak tampak seperti pria yang suka mempermainkan wanita. Ia bahkan tidak pernah melakukan suatu hal tanpa alasan yang jelas. Wajahnya semakin serius ketika berusaha mengikis jarak, dan Marsha tidak mungkin bisa menghindar.
"Kenapa Pak Gio membuat Pak Joseph cemburu?" Marsha yang gugup akhirnya memutuskan langsung menanyakan apapun yang melintas di benaknya.
Giorgio mengangkat sebelah alisnya. Seolah terkejut dengan pertanyaan yang dilontarkan oleh calon istrinya.
"Pertama, panggil aku Mas, karena aku bukan bosmu. Kedua, karena itu bagian dari permainan kita, Sya," jawabnya dengan santai. Seolah tak ada beban.
Tetapi Marsha menerka, pria di sampingnya itu pasti memiliki maksud lain.
"Joey dan aku mungkin berbeda, tapi aku tahu dia merasakan sesuatu padamu."
Marsha terdiam. Karena dia juga tahu, bukan hanya Joseph yang merasakan sesuatu padanya. Ia pun merasakan rasa yang sama. Meskipun ia berusaha keras untuk menerima Giorgio dengan sejuta pesonanya, tetapi hatinya tidak mampu menepis keberadaan Joseph.
Dan kini Giorgio seperti terjebak dalam kisah asmara mereka berdua.
"Aku tidak ingin kecemburuan Joey jadi masalah," kata Marsha dengan tegas, membuatnya bingung harus menyembunyikan keseriusan yang tiba-tiba muncul.
"Hubungan kita ini hanya pura-pura, Mas Gio. Dan kita berdua tahu itu!" seru Marsha yang semakin meluapkan emosi.
Giorgio menghela napas. Ia tidak menduga jika percakapan mereka akan menjadi seserius ini. Ia mencoba menegakkan posisi duduknya. Wajahnya sangat serius memperhatikan setiap kalimat yang gadis itu ucapkan.
"Aku tahu kalau kamu akan bilang begitu," katanya, matanya tidak sedikitpun melepaskan setiap pergerakan Marsha, "tapi ... aku mulai merasakan ada sesuatu yang lebih. Sesuatu yang tidak bisa aku kendalikan, apalagi aku pungkiri."
Marsha menelan ludah, ia berusaha menyembunyikan keterkejutan sekaligus kegugupannya.
"Apa itu artinya ... Mas Gio mulai suka padaku?" tanya Marsha yang kemudian mulai menjaga jarak.
Giorgio mengangguk pelan, ia bahkan tidak berusaha menutupi perasaannya.
"Ya, Sya. Aku sendiri sebelumnya tidak pernah merasa seperti ini. Ada bayangan kamu di pikiranku. Aku susah tidur malam, mikirin kamu sedang berbalas pesan dengan Joey. Aku tahu ini aneh dengan situasi kita sekarang, tapi aku gak bisa mengelak. Ada sesuatu yang membuatmu terasa berbeda dari wanita kebanyakan."
Jantung Marsha rasanya ingin mencelos dari tempatnya. Sungguh, Marsha belum siap mendengar kata-kata itu. Meskipun ia berusaha mengendalikan dirinya, perasaan tak tenang mulai campur aduk di benaknya.
Marsha sangat tahu, perasaan itu tidak bisa lebih dalam lagi. Ia sudah menandatangani kesepakatan sebelumnya. Bagaimana bisa Gio bersikap dan mengutarakan semua itu. Dan Marsha tidak bisa membiarkan perasaan menguasai logikanya.
"Kita gak bisa seperti itu, Mas Gio." Suara Marsha tiba-tiba terdengar tegas. Meskipun ada nadanya yang terdengar bergetar ketika berbicara.
"Kita sebaiknya jangan pernah melibatkan perasaan, ini bukan tujuan kita. Bagaimana Mas bisa lupa ketika mengatakan hubungan kita ini hanya pura-pura? Ini bukan tujuan kita."
Giorgio tidak langsung menjawab, ia menatap dalam ke manik mata Marsha yang bergerak-gerak. Seolah sedang mencari tahu apakah gadis itu serius dengan apa yang baru saja diucapkannya?
Giorgio menghela napas panjang, hingga akhirnya, ia berkata dengan nada yang lebih lembut. "Tetapi terkadang, perasaan kerap datang tanpa kita rencanakan, Marsha."
"Aku menghargai perasaanmu, Mas Gio. Tapi aku hanya bisa berkata jujur, kalau kesepakatan ini dibuat karena kita sama-sama saling membutuhkan. Aku ingin kondisi papaku baik-baik saja, sementara Mas ingin membuktikan kalau Mas pria normal pada keluarga Mas bukan? Jadi, aku rasa perasaanku tidak lebih."
Giorgio tersenyum pahit. Ada rasa pilu dari sorot matanya. "Baik jika itu maumu, tapi aku tidak bisa berpura-pura seperti ini selamanya, Sya."
Marsha merasa dilema. Kini ia merasa menyesali keputusan yang telah dibuatnya. Ia tidak mungkin membatalkan pernikahannya. Karena jika itu terjadi, reputasi dan kesehatan ayahnya akan memburuk.
Bersambung....