Sang Dewi Nemesis Hukum Nolite, yang jutek harus berkelahi dengan berondong teknik yang Playboy itu. Iyuuuuh .. nggak banget!!!!!
Tapi bagaimana kalau takdir berkata lain, pertemuan dan kebersamaan keduanya yag seolah sengaja di atur oleh semesta.
"Mau lo sebenernya apa sih? Gue ini bukan pacar lo Cakra, kita udah nggak ada hubungan apa-apa!" Teriak Aluna tertahan karena mereka ada di perpustakaan.
Pria itu hanya tersenyum, menatap wajah cantik Aluna dengan lamat. Seolah mengabadikan tiap lekuk wajah, tapi helai rambut dan tarikan nafas Aluna yang terlihat sangat indah dan sayang untuk dilewatkan.
"Gue bukan pacar lo dan nggak akan pernah jadi pacar lo. Cakra!" Pekik Aluna sambil menghentakkan kakinya di lantai.
"Tapi kan waktu itu Kakak setuju mau jadi pacar aku," pria itu memasang ajah polos dengn mata berkedip imut.
"Kalau lo nggak nekat manjat tiang bendera dan nggak mau turun sebelum gue nuritin keinginan gila lo itu!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Realrf, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Gatel?
Ujung kuku cantik dengan nail art bertema ombak itu mengetuk pelan, dengan ritme yang pasti. Sementara tangan Aluna yang lain menopang dagu. Gadis cantik itu sedang dilanda kebimbangan yang luar biasa. Ego dan hatinya sedang bertarung, berkali-kali Aluna berdecak, tatapannya tak lepas dari layar ponsel yang ia letakkan di meja dalam keadaan menyala dan masih membuka aplikasi pesan dengan ruang chatnya dengan Cakra terakhir kali.
Riuhnya kantin Fakultas teknik tidak sebanding dengan riuhnya isi kepala Aluna. Aluna benar-benar khawatir dengan pacar kecilnya, ralat mantan pacar. Tapi disisi lain, dia enggan membuka blokiran Cakra, apalagi bertanya pada orang lain, mau di kemanakan harga dirinya.
"Hayolo, mikirin apa!" seru Willona yang baru saja datang.
Tangan Aluna dengan cepat menekan tombol off. Willona duduk di kursi yang ada di depan Aluna, matanya memicing menatap Aluna dengan penuh selidik.
"Kenapa tiba-tiba dimatiin ponselnya?" Willona menumpukan dagu pada kedua jemari tangannya yang saling bertaut.
"Nggak ada tuh," elak Aluna, gadis bermayang panjang itu melemparkan pandangannya sembarangan menghindari tatapan Willona.
Willona terkekeh kecil melihat reaksi Aluna yang terlihat gugup.
"Willi belum dateng?" tanya Willona setelah mengeluarkan ponselnya dari saku.
"Belum, dari tadi gue nunggu sendirian di sini. Kenapa nggak janjian di kantin FH aja sih," keluh Aluna dengan bibir manyun tapi tetap cantik.
"Napasih, kayak nggak mau banget gitu ke kantin gue sini, kan udah sering juga di kantin FH, atau jangan-jangan ada sesuatu yang membuat sang dewi nemesis ini enggan menginjakan kaki di fakultas teknik kah, gara-gara si Brondong ya ..." ledek Willona, Aluna menghela nafas panjang, merotasikan matanya malas.
"Mana ada, Gue cuma males aja Ona. dari gedung C ke gedung A tuh jaraknya nggak deket, dari ujung ke ujung, lo mau gue gempor," ketus Aluna menutupi rasa cemasnya.
"Lha kan impas, gue kalau nyamperin lo juga jauh tau," sahut Willona tidak terima.
"Iya deh Iya, cepet pesen makan gih. Gue udah laper!"
"Mau makan apa?"
"Apa aja yang enak."
"Oseng paku mau?'
"Boleh, tapi gue jadi Suzzana dulu," sahut Aluna tanpa menoleh, jari dan tatapannya sibuk tertuju pada layar ponsel.
"Sedeng lo."
"Makanya gue temenan sama Lo."
Willona tertawa mendengar jawaban Aluna. Baru saja gadis bermata sipit itu akan bangkit dari kursi saat seorang laki-laki menghampiri meja mereka dengan menentang paperbag berwarna coklat di tangannya.
"Benar dengan Kakak Cantik Aluna?" tanya laki-laki itu dengan raut wajah bimbang dan ragu.
Willona dan Aluna saling menatap sesaat, mereka berdua tidak mengenal laki-laki ini. Willona kembali duduk dengan tatapan aneh pada pria di depannya.
"Lo siapa?" bukan Aluna tapi Willona yang bertanya.
"Oh perkenalkan saya, Bahran. Mahasiswa di sini juga, saya juga ojol kak," bisiknya di akhir kalimat, membuat Aluna semakin heran.
"Iya gue Aluna, ada perlu apa ya?"
Bahran tersenyum lalu mengangsurkan paperbag yang ia bawa pada Aluna. Kening gadis itu berkerut dengan alis menukik hampir menyatu heran.
"Apa ini?" tanya Aluna tanpa berminat menerima benda itu.
Bahran berdehem, lalu mulai membaca sesuatu dari layar ponselnya.
"Hai Kaka Cantiknya Cakra, tolong di terima ya Kakak cantik, makan yang banyak dan jangan khawatirin aku. Aku nggak apa-apa kok, Pacarnya Kakak Cantik ini kuat dan tampan, nggak akan tumbang walau di terpa demam. Mam yang banyak Kakak Cantikku, Love you banyak -banyak." Barhan merapatkan bibir setelah membaca note dari sang konsumen.
"Ih~ sweet banget sih Lun," ujar Willona sambil menghentakan kakinya gemas.
Aluna berdecak pura-pura kesal. Memalingkan wajahnya bersemu merah, perut Aluna juga terasa aneh seperti ada sesuatu yang menggelitik.
"Kak ini kalau nggak di terima juga saya di suruh baca lebih keras," ucap Barhan lirih, membaca note itu saja sudah membuat Bahran malu, apalagi kalau disuruh baca keras-keras. Mau di taruh dimana wajah Bahran nanti, tapi demi cuan gass aja nggak sih.
"Dibayar berapa lo, mau-maunya disuruh kayak gitu," sarkas Aluna menutupi rasa malunya.
"Seratus ribu kak, lumayan banget kan buat anak kos macam saya. Kalau baca lebih kenceng di kasih dua ratus, saya baca lagi ya Kak biar saya dapat dua ratus ribu."
"Eh, nggak!" potong Aluna sebelum laki-laki berambut keriting itu mulai membuka mulutnya lagi.
"Taruh aja di meja, terima kasih."
"Baiklah, terima kasih Kak." Bahran meletakan paperbag di meja dengan sedikit kecewa, lumayan lho dua ratus ribu nahan malu dikit. Tapi sayangnya sang costumer menolak.
"Lo sekelas sama Cakra?" tanya Aluna tiba-tiba.
Bahran menghentikan langkahnya lalu mengangguk kecil.
"Sekedar info ya Kak, dia nggak masuk hari ini."
Setelah mengucapkan itu Bahran pun pergi meninggalkan Aluna. Mata Aluna berkedip cepat, raut wajah gelisah tak bisa lagi ia sembunyikan.
"Voilah, manis banget. Brondong lo ngirimin bento secantik ini," ucap Willona yang membuka paperbag berwarna coklat itu.
Aluna tidak menjawab, gadis itu mengigit bibirnya. Perasaan cemas menghantam dinding egonya.
"Gue pergi dulu ya."
"Mau ke-"
Byur
Mata Willona membeliak, mulutnya terbuka lebar terkejut melihat tubuh Aluna yang tiba-tiba basah kuyup. Seorang gadis berambut pirang datang bersama kedua temannya dan menyiramkan sebotol minuman soda berwarna merah dari belakang Aluna.
Aluna yang tidak tahu adan tidak sempat mengelak hanya bisa membiarkan cairan manis berwarna merah itu membasahi rambut dan kemeja yang ia kenakan, dan tentub saja hal itu membuat tiga gadis itu tertawa puas.
"Apa-apan lo!" Willona mengebrak meja.
Aluna mengarahkan jarinya pada Willona mengisyaratkan sang sahabat untuk diam dan kembali duduk. Willona mengdengus dan menghentakkan kakinya kesal.
"Kenapa takut ya?" salah satu gadis tidak jelas itu terdengar meledek Willona yang tidak jadi berdiri.
Aluna menyeringai. Perlahan dia bangkit lalu membalikan badannya, menatap tajam ketiga gadis yang sama sekali tidak ia kenal.
"Ada masalah apa lo?" Aluna melipat tangannya di dada, suaranya terdengar tenang tapi menekan.
"Gue cuma mau lo sadar dan berhenti gatel sama cowok gue," sarkas gadis bermbut pirang itu, sementara kedua gadis yang berdiri di belakangnya sedikit menunduk dan mengalihkan pandangannya menghindar dari mata tajam Aluna.
"Cowok Lo? Siapa, gue bahkan nggak tau cowok yang lo maksud," tukas Aluna berusaha tenang, walau dalam hati dia ingin sekali menjambak rambut yang gadis tidak tahu diri itu.
"Halah, jangan pura-pura bodoh. Kalau nggak laku pasrah aja sih Kak, emang lo udah tua juga beda sama gue. Nggak usah lo caper-caper lagi sama Cakra, kami tuh udah mau tunangan, dari mending lo cari mangsa lain deh." Gadis berambut pirang itu mengibaskan tangan seolah mengusir lalat di depannya.
Satu alis Aluna menukik, Cakra? Cakra punya hubungan apa dengan gadis ini? Apa yang dikatakan gadis ini benar? Kuman ini benar-benar menyebalkan. Lihat saja, Aluna akan benar-benar memberi pelajaran yang sepadan untuk Cakra.
"Lo tau kelakuan nggak jelas lo ini bisa buat lo semua nginep di hotel prodeo? ya senggaknya bisalah setahun," ujar Aluna penuh penekanan.
Willona yang sudah sangat gemas, rasanya ingin sekali memaki kasar gadis yang kurang ajar itu. Tapi Willona tahu Aluna punya cara untuk menghadapinya dan Willona tidak boleh ikut campur.
Wajah gadis itu berubah pias. Semua yang ada di kantian hanya melihat tanpa berani mendekat, tapi banyak dari mereka yang dengan jelas bergumam tentang kelakuan adik kelas itu. Mereka juga memuji Aluna yang tetap tenang bahkan di situasi seperti itu, tentu saja tenangnya Aluna bukanlah untuk mengalah.
"Gue nggak takut!" tegasnya, berbeda sekali dengan raut wajah yang terlihat ketakutan. Bahkan kedua temannya hanya menunduk diam dan mengambil langkah mundur tanpa gadis itu sadari.
"Dengan lo berbuat seperti ini, nujukin kalau lo insecure sama gue. Kenapa hem? Sadar ya kalau gue lebih cantik, lebih pinter dan lebih bisa di banggain. Asal lo tau, gue nggak perlu berbuat apapun tapi Cakra udah kejar-kejar gue. Tapi lo, loyang ngaku mau tunangan sama dia tapi masih kayak gini. Jadi yang sebenarnya gatel itu lo atau gue, rendahan ...
"Coba deh lo pikirin, kalau lo emang tunangannya, kenapa lo harus capek-capek datang ke gue? Oh... Jangan-jangan Cakra malah lebih tertarik sama gue? Pantes aja lo segini paniknya, kalah saing kan lo," pukas Aluna dengan senyum mengejek.
"Lo-
Gadis itu mengangkat tinggi tangannya yang masih memegang botol soda yang terbuat dari kaca itu.
Bugh
Pyar
ini juga kenapa pada Ngeliatin Aluna kaya coba.
apalagi dia yang setatusnya sebagai orang tua Cakra. kenapa gak di laporin aja kepolisi si.
Nyatanya mau Cakra tw Om Hail pun sama² keras kepala dalam mempertahankan rasa cinta mereka buat seseorang yg spesial di hati mereka,,,
Apa ini??bakalan ada Drama apalagi yg akan Luna liat???
padahal anak gak tau apa", masa ibunya kecelakaan dan meninggal kesalahan nya harus di tanggung sang anak sampai dewasa?? emang kecelakaan itu disengaja?? salut sama Cakra yg bisa kuat menjalani kehidupan yg keras tanpa kasih sayang orang tua..
padahal anak ny Cakra tapi lebih pro ke Miranda, pasti perkara uang lagi 😒😒