Haii…
Jadi gini ya, gue tuh gay. Dari lahir. Udah bawaan orok, gitu lho. Tapi tenang, ini bukan drama sinetron yang harus disembuhin segala macem.
Soalnya menurut Mama gue—yang jujur aja lebih shining daripada lampu LED 12 watt—gue ini normal. Yup, normal kaya orang lainnya. Katanya, jadi gay itu bukan penyakit, bukan kutukan, bukan pula karma gara-gara lupa buang sampah pada tempatnya.
Mama bilang, gue itu istimewa. Bukan aneh. Bukan error sistem. Tapi emang beda aja. Beda yang bukan buat dihakimi, tapi buat dirayain.
So… yaudah. Inilah gue. Yang suka cowok. Yang suka ketawa ngakak pas nonton stand-up. Yang kadang galau, tapi juga bisa sayang sepenuh hati. Gue emang beda, tapi bukan salah.
Karena beda itu bukan dosa. Beda itu warna. Dan gue? Gue pelangi di langit hidup gue sendiri.
Kalau lo ngerasa kayak gue juga, peluk jauh dari gue. Lo gak sendirian. Dan yang pasti, lo gak salah.
Lo cuma... istimewa.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zoe.vyhxx, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
pertemuan kedua
Sudah lebih dari satu jam kian terbaring diruang perawatan. Kepalanya diperban memutar, lengannya mendapat jahitan ringan, dan kakinya terkilir. Meski kondisinya cukup stabil , tubuhnya belum sepenuhnya pulih dari benturan yang begitu keras.
Di sudut ruangan, jeevan duduk tenang sambil sesekali melirik layar ponsel.
“ om. Ingat gue ga ?” Kata kian pelan.
Jeevan yang mendengar suara lirih dari orang yang berbaring di kasur mencoba mengajaknya bicara.
“ kamu jangan banyak bicara dulu. Kita tunggu hasil dari dokter” jawab jeevan tenang
Kian menoleh kearah pintu . Suara bising dari luar samar terdengar ditelinganya.
“ om tau ga? Gue tadi baru tanding lari buat ngalahin temen. Tapi malah kalah. Bukan karena larinya . Tapi karena nasib. “
“ nasib ditabrak om ganteng” tambahnya sambil meringis memaksakan senyum jahilnya
Jeevan terdiam mendengarkan celotehan anak SMA yang tanpa sengaja ia tabrak tadi. Menurutnya cukup lucu.
“ kadang nasib memang punya jalurnya sendiri” gumannya
“ om. Boleh minta nomernya ga ?”
Wtf.. jeevan terkejut seketika. Bahkan ia sempat berfikir untuk memperkirakan jawaban yang tepat untuk anak seusia orang yang ada dihadapannya ini.
“ buat apa ?”
“ emangnya om gamau tanggung jawab gitu? Kan begini juga gara gara om ngebut.”
“ oke . “ Jeevan pasrah
Kian girangnya bukan main. Dari sekian banyaknya hari. Inilah hari kemerdekaan bagi kian atas perjuangan dan kesabaran kian.
Tiba tiba saja asisten jeevan datang untuk melaporkan kondisi kian .
“ kata dokter kamu sudah boleh pulang. Semuanya aman. Kecuali kamu ngerasa ada yang aneh langsung laporin ke saya lewat nomer yang saya kasih. “ jelas jeevan
“Om… kan kaki gue sakit. Gendongin dong,”
“ biar saya saja pak” ucap asisten jeevan
“ gamau. Maunya om” rengek kian
Jevaan menuruti permintaan sang korban
Mission accepted.
Jeevan memijat pelipisnya. Baru kali ini ia menangani orang aneh seperti kian.
“ nama kamu kian ?”
“ iya om”
“ ini pertama dan terakhir saya gendong kamu”
Aura tatapan jeevan yang begitu tajam membuat kian menciut. Kalau bukan karena tanggung jawabnya. Mungkin jeevan tidak akan sudi membungkuk dihadapan orang asing.
“ tapi emangnya om gamau nikah sama gue ya. Gue kan juga oke gaada kurangnya” keluhnya
“ tubuh kian juga wangi ga bauk. Buat apa ngomong begitu”
Jeevan tidak mendengarkan penjelasan panjang lebar kian. Ia hanya ingin segera pulang dan balik kekantor.
...Brakkk!!!...
Pintu terbuka paksa.
“ rohit!! Lo kayak gaada akhlak banget”
Dengan wajah cemas, ia segera merangkul kian erat.
“ wo wo woii.. gue gabisa nafas” kian meronta.
“ lo gapapa ? “
“ lo kalah” ucap kian sambil tersenyum mengejek
“Buset… lo masih sempet mikirin menang kalah aja… ”
“ ayo balik. Kata dokter lo udah boleh balik kan?”
“ ini gue mau balik. “
“ gue ambilin kursi roda ya”
“ gausah. Om itu mau gendong gue cuma cuma”
“ eh ?”
Tanpa sadar rohit menatap tajam muka jeevan seperti ingin mengajaknya duel.
“ udah. Ngeliatnya jangan begitu. Kayak mau perang aja. “ sergah kian
.
......................
.
.
Sesampainya dirumah kian. Rohit membantu kian berdiri. Namun dicegah oleh kian dengan alasan “ biar om ganteng aja. Lo gausah ribet”
Dengan muka kesal ia segera mundur dan memberikan jalan kepada jeevan untuk mengantarkan kian sampai depan pintu rumah.
Jeevan tak mengatakan apapun. Ia hanya diam tanpa menatap sekitar. Sesekali ia menatap kian yang membasahi bibirnya karena takut.
“ tante anvita” panggil rohit.
“ iya”
“ astaga kian,, yaampun. Kamu kenapa ki?” Sorot mata anvita ketika melihat kondisi kian mendadak sedih campur marah campur bingung .
“ mohon maafkan saya bu anvita. Nanti saya jelaskan mengenai permasalahannya “ jelas asisten jeevan .
Awalnya kian ingin ikut nimbrung di ruang tamu bersama yang lain. Namun sang mama tidak memperbolehkan dengan alasan istirahat.
“Terimakasih sudah mau bertanggung jawab nak jeevan. Saya sangat berterimakasih karena kian masih bisa pulang dengan selamat” tutur bu anvita sedikit serak menahan tangis.
“ saya akan bertanggung jawab penuh terhadap kian . Dan jika ibu izinkan, saya ingin tetap membantu proses pemulihan kian. “ jawab jeevan .
Anvita senang bukan main. Ia bersyukur putranya bertemu dengan orang orang baik.
.
......................
.
...2hari setelah kejadian....
.
“Kenapa sih Ki? Kok bisa sampe kayak gini?” Anvita langsung mendekati anaknya, suaranya campur aduk antara bingung, sedih, dan marah.
“mama. santai aja deh. Cuma kecelakaan dikit, kok. Nggak perlu panik gitu,” jawab Kian santai, meskipun bibirnya kelihatan ngilu.
Anvita hanya bisa geleng-geleng, jelas-jelas dia nggak puas. “Tapi nggak bisa kayak gini terus, Ki. Nanti kalo gak sembuh, gimana?”
“doain yang bagus gitu lho. "
Rohit, yang sedari tadi udah ngeliatin kejadian ini, udah mulai nggak tahan. “Lo harus berhenti nyebelin deh, Ki. Ini serius lho, lo abis kecelakaan. Nggak cuma masalah ‘Om ganteng’, kemarin itu”
"Yaudah, nggak usah terlalu serius, bro. Gue baik-baik aja kok. Cuma butuh perhatian dari Om ganteng aja,” Kian tetep ngeyel.
Rohit yang udah nyerah, cuma mendelik tajam ke Jeevan, “Omnya ganteng banget, ya? Lo mau jadi apa sih?”
Anvita cuman ngebatin, "Ya ampun, anak-anak ini"
"Jadi pak Jeevan yang kemarin itu yang kamu maksud pangeran ?"
"Iya ma. Ganteng kan?"
Anvita dan Rohit mengingat perbincangan kemarin saat Jeevan dan asistennya akan berpamitan.
.
......Flashback on......
.
Kian yang nggak bisa nahan rasa penasaran. “Om… emangnya lo nggak tertarik sama gue beneran, ya? Gue udah coba kasih tahu, kan bisa dipertimbangin.”
Semua orang diam, termasuk Rohit yang langsung melotot kayak lagi liat film horor.
Jeevan tersenyum tipis , “saya lebih tertarik sama kenyamanan hidup saya, Kian. Lagian, kamu harusnya mikirin penyembuhan dulu baru mikirin yang lain.”
Kian tertawa ngakak, “Hah! Jadi lo nolak gue begitu aja? Gak ada penghargaan buat perjuangan gue, nih!”
Anvita cuma bisa menatap mereka berdua dengan pandangan campur aduk, tapi yang jelas anaknya ini keras kepala dan kekeh terhadap pendiriannya.
“Gue sih nggak ribet. Semua udah sempurna, kok. Gue tinggal nyantai aja,” jawab Kian sambil senyum nakal.
Rohit ngelus dada, “Gue heran deh, kenapa lo bisa terus hidup dengan mood yang kayak gitu, Ki.”
Kian hanya mengangguk pelan. “Itu semua karena Om ganteng, bro.".
“Om… beneran ya lo ga mau jadi pasangan hidup gue?”
Jeevan menoleh, wajahnya udah rada risih, tapi dia jawab dengan tegas. “saya lebih suka hidup tenang tanpa drama.”
Kian tertawa. “Tapi lo nggak bisa bilang gue nggak menarik. Gue punya potensi, kok.”
Semua yang ada di ruangan itu cuma bisa ngakak denger ocehan Kian. Anvita hanya bisa geleng-geleng sambil bingung harus ngomong apa.
Sebelum keluar dari rumah itu, Jeevan sempat melirik Kian satu kali lagi. “Kamu ini, Ki… nggak ada habisnya.”
Kian cuma nyengir, “Lo bakal terbiasa, Om ganteng.”
..... flashback off......
.
.
......................
.
...Di tempat lain. Sekolah tetangga....
.
.
“ bel. Lo suka sama kian ya ?” Tanya adip diparkiran sekolah beberapa jam lalu.
Blushh!!
“ gu gu e “
“ keliatan kok”
Sejauh mana adip tahu perasaannya. Menurut abel. Ia sudah benar benar mencoba cuek atau bodoamat ketika bersama kian.
“ lo tau kan.. kalo kian itu gay.”
“ lo bisa ga.. gausah mempermasalahin itu”
“ terus menurut lo? Lo bisa gitu deketin dia?” Tanya adip ngegas
“ gue bakalan berusaha sembuhin dia dip” lirih abel
Teman sekelas sekaligus tetangganya ini entah mendapatkan pemahaman darimana bisa ngomong seperti itu” bell.. dia gasakit” terangnya.
“ jangan paksain diri lo buat hal yang ga mungkin “ tekan adip.
“ tapi gue mau berusaha. Gue mau yang terbaik buat kian”
“ usaha? Gimana Caranya? Lo bawa dia ke psikiater? Dukun? Atau apa? Mau lo rukyah juga?"tantang adip.
“ jangan bertingkah terlalu lebar. Kalau lo banyak tingkah. Gue yang bakalan jadi pelindung kian dari lo “
Abel menggigit kuku jarinya. Sebenarnya yang dikatakan adip benar. Tapi entah mengapa hatinya masih mengatakan kalau ia bisa membuat kian bersamanya.
“ jadi pulang ga lo? Atau gue tinggal” kata adip yang selesai memakai helm.
Dengan langkah kesal abel memasang helm dan membonceng adip.
“ ciee adipp” sorak teman sekolahnya.
“ cie matamu 🖕🏼”
“ lo segitunya ga suka gue ya dip?” Tanya abel penasaran.
Jujur saja, Adip bukan tipe orang yang gampang simpati. Kecuali sejak dia bilang kesemua orang dengan ‘kalo lo baik ke kian gue juga berusaha baik sama lo. ‘
Adip memang bukan teman kecil kian. Bahkan mereka dulu pernah berantem dan berakhir kian nangis sambil menenteng sendal jepit kecil miliknya dengan kaos yang sudah robek. Siapa lagi kalo bukan berantem dengan penguasa komplek tempat tinggalnya. Setelah itu. Kian tidak pernah main lagi dengan anak anak sekitar . Takut dipukulin sama preman , katanya.
Berakhir di masa mereka smp. Kian yang tidak tahu menahu ternyata sekelas dengan adip berusaha acuh tak acuh saat berpapasan.
Awalnya adip bodoamat. Toh kalo ngajak duel ulang juga pasti adip menang . Lagipula, otot adip sekarang juga lebih besar dibanding kian.
Lama kelamaan. Rumor kian gay dimulai dari pertengahan semester di kelas 8 makin meluas. Dengan adanya rumor itu. Pembullyan berlangsung dengan kian yang selalu jadi sasaran empuk mereka.
“ woy. Berisik!!” Teriak adip saat melihat kian dibully habis habisan dibelakang sekolah.
Matanya sudah lebam dan beberapa kulitnya sudah membiru.
“ pada gila. Kalian mau ngebunuh orang?” Tanya adip mendekat.
“Loh dip. Lo temenan sama si gay ini?” Tanya salah seorang pembully yang membawa sebuah batu yang habis ia gunakan untuk memukul kian.
“ dia adik gue. Kita sodaraan. Kenapa? Masalah?”
“ berarti lo? Juga ? “
“ juga apa? Gausah ngarang cerita. Sekarang gue tanya. Lo yang gebukin dia sampai begini kan? “
Dan akhirnya. Adip berakhir berkelahi dengan 6 orang yang menjadi tukang bully kian selama ini. Jangan lupa!! adip menang tanpa luka. Mulai dari situlah adip mencoba akrab dengan kian. Ia sangat meminta maaf dengan kejadian yang pernah mereka alami dulu.
Kian sebenarnya masih ragu dengan tingkah adip yang mulai melunak. Ia masih trauma sama tangan besar adip ketika melayang tepat di pipinya dulu. namun secara perlahan. Dari mulai adip berkunjung kerumahnya dan meminta maaf secara langsung ke bu anvita. Kian jadi yakin 100000% kalau omongan adip bisa dipercaya.
Setelahnya. Adip dan kian mulai terbiasa bersama.
Didalam status persahabatan mereka. Rasa cinta yang ada di dalam diri kian bahkan menganggap adip sebagai kakak sekaligus pahlawannya. Sama dengan adip, ia pure menganggap kian sebagai adik yang lemah dan cengeng. Bahkan sampai sekarang ia masih meledek kian seperti itu.
.
.
“ turun. Udah sampai. Gue mau kerumah adek gue dulu”
Brumm brumm .. ngengg!!
“ tante” sapa adip yang melihat anvita sedang menyiram halaman karena saking panasnya matahari hari itu.
Setelah meletakkan selang air, anvita segera masuk di ikuti oleh adip. “ makan dulu. Habis itu kekamar. Kian dikamar daritadi”
“ oke tante “
Adip segera meletakkan tasnya dan mencuci tangan.
“ adip tadi disekolah ?” Tanya anvita yang mengambil air dingin dikulkas untuk diberikan ke adip.
“ iya. Pelajaran matematika. Kepala adip mumet tante. Gahafal sama rumusnya” keluhnya sambil menyendok makanan.
“ gapapa. Orang sekolah mah wajib ngebul otaknya. Itu namanya dipanasin. Kalo kian ya gitu. Bukan ngebul otaknya tapi mulutnya. Ngoomelll terus kalo sampai rumah”
“ aku denger yaa!! “ teriak kian dari dalam kamar.
“ dip. Pesenan gue udah lo beliin kan? Cilok mang udin depan sd lama “ tagih kian sedikit melongok ke bawah.
“ udah . Ditas. “ jawabnya singkat.
.
.
...****************...