"Kaila terpaksa menukar seragam sekolahnya dengan status istri rahasia seorang CEO arogan demi sebuah wasiat. Di dalam menara kaca yang dingin, ia harus bertahan di antara aturan kaku sang suami dan ancaman para musuh bisnis yang siap menghancurkan hidupnya."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mr. Awph, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35: Ujian Sekolah dan Tekanan Rumah
Ujian sekolah dan tekanan rumah nampaknya benar benar menjadi sebuah beban yang sangat sangat berat saat Kaila dipaksa duduk di meja belajar yang sangat sangat besar dengan tumpukan buku yang sangat sangat tebal.
Pagi ini Adnan tidak mengantarnya ke gerbang sekolah melainkan justru menahan Kaila di dalam perpustakaan pribadi yang nampak sangat sangat dingin dan sangat sangat menyeramkan bagi gadis itu.
Lampu gantung kristal di atas mereka berdua terus bergetar seolah olah sedang ikut merasakan kemarahan yang masih tersisa dari kejadian konfrontasi dengan mertua kemarin malam.
"Kerjakan soal soal ini sekarang juga dan jangan pernah berpikir untuk keluar dari ruangan ini sebelum nilaimu mencapai angka sempurna," perintah Adnan tegas.
Pria itu duduk di seberang Kaila dengan sebuah laptop yang nampak sangat sangat tipis namun memancarkan cahaya biru yang sangat sangat menusuk ke dalam indra penglihatan Kaila.
Wajah Adnan nampak sangat sangat kaku dan sangat sangat perfeksionis seolah olah ia sedang memimpin sebuah rapat dewan direksi yang sangat sangat penting bagi masa depan perusahaan.
Kaila hanya bisa memegang pena dengan jemari yang sangat sangat gemetar sementara keringat dingin mulai bercucuran di pelipisnya yang nampak sangat sangat pucat sekali.
"Tuan, saya merasa sangat sangat pusing dan saya tidak bisa berkonsentrasi jika Anda terus menerus menatap saya seperti itu," keluh Kaila lirih.
Adnan tidak mengalihkan pandangannya sedikit pun melainkan justru semakin mendekatkan kursi miliknya hingga suara derit kayu terdengar sangat sangat nyaring memenuhi ruangan sunyi itu.
Ia mengambil salah satu buku teks milik Kaila lalu membantingnya ke atas meja hingga menimbulkan suara dentuman yang sangat sangat keras dan sangat sangat mengejutkan jantung.
Aura predator yang dimiliki oleh sang penguasa menara kaca kini benar benar keluar untuk menekan mental Kaila yang nampak sangat sangat rapuh dan sangat sangat kelelahan.
"Dunia bisnis jauh lebih kejam daripada ujian sekolahmu jadi belajarlah untuk tetap teguh di bawah tekanan yang sangat sangat luar biasa ini," balas Adnan.
Kaila merasa matanya mulai terasa sangat sangat panas karena air mata ingin segera jatuh jatuh membasahi kertas soal yang masih nampak sangat sangat putih dan sangat sangat bersih.
Ia meremas pinggiran rok seragamnya dengan sangat sangat kuat sampai kain tersebut menjadi sangat sangat kusut dan sangat sangat tidak beraturan lagi bentuknya saat ini.
Rasa sesak di dalam dadanya semakin menjadi jadi saat ia teringat bahwa besok adalah hari pertama ujian kelulusan yang akan menentukan masa depan hidupnya yang sangat sangat suram.
"Kenapa Anda harus sangat sangat menekan saya padahal saya sudah berusaha sangat sangat keras untuk menuruti semua aturan main Anda, tuan?" tanya Kaila sedu.
Adnan bangkit berdiri lalu berjalan mengelilingi meja belajar dengan langkah kaki yang nampak sangat sangat teratur namun memiliki irama yang sangat sangat mengancam dan sangat sangat menakutkan.
Ia berhenti tepat di belakang kursi Kaila lalu membungkukkan tubuhnya hingga napasnya yang sangat sangat hangat terasa sangat sangat jelas di permukaan kulit leher Kaila yang halus.
Sentuhan fisik yang sangat sangat tiba tiba itu membuat Kaila merasa seolah olah baru saja tersengat aliran listrik yang sangat sangat kuat dan sangat sangat mengejutkan seluruh sarafnya.
"Aku melakukan ini karena aku tidak ingin melihat istriku dipermalukan oleh siapa pun di universitas bergengsi yang akan kau masuki nanti," bisik Adnan rendah.
Meskipun kata kata Adnan terdengar seperti sebuah bentuk perhatian namun nada bicaranya masih terasa sangat sangat sedingin es dan sangat sangat tidak memiliki ruang untuk negosiasi.
Kaila mencoba kembali fokus pada barisan angka yang nampak sangat sangat rumit di depannya namun bayangan wajah ibu Adnan yang sangat sangat menghina terus saja muncul di benaknya.
Ia merasa seolah olah sedang berada di dalam sebuah penjara yang sangat sangat mewah di mana setiap gerak geriknya selalu diawasi oleh mata mata yang sangat sangat tajam.
"Apakah setelah ujian ini berakhir saya boleh mengunjungi kakek saya di rumah sakit yang sangat sangat jauh itu, tuan?" tanya Kaila penuh harap.
Adnan terdiam sejenak sambil menatap ke arah luar jendela di mana awan hitam mulai berkumpul untuk menurunkan hujan yang sangat sangat lebat dan sangat sangat mengerikan.
Ia tidak segera menjawab pertanyaan Kaila melainkan justru mengambil sebuah amplop cokelat dari dalam laci meja kerja yang nampak sangat sangat rahasia dan sangat sangat tertutup rapat.
Kaila merasa jantungnya kembali berdegup sangat sangat kencang karena ia memiliki firasat yang sangat sangat buruk mengenai isi dari amplop yang dibawa oleh suaminya tersebut.
"Kau bisa menemuinya jika kau mampu menyelesaikan tugas khusus yang akan aku berikan malam ini di depan seluruh keluarga besar," jawab Adnan misterius.
Kaila merasa dunianya seolah olah baru saja ditarik ke dalam sebuah pusaran badai yang sangat sangat besar dan sangat sangat sulit untuk ia kendalikan dengan tangan kecilnya sendiri.
Ia menyadari bahwa tekanan rumah ini nampaknya tidak akan pernah berakhir selama ia masih terikat dalam kontrak pernikahan yang sangat sangat kejam dan sangat sangat penuh tipu daya.
Namun ketenangan yang sangat sangat semu itu seketika hancur saat pintu perpustakaan didobrak dari luar oleh seorang pelayan dengan wajah yang sangat sangat pucat pasi.
"Tuan Adnan, sesuatu yang sangat sangat buruk baru saja terjadi di rumah sakit dan kakek Nyonya Kaila telah menghilang dari ruang perawatan!" teriak pelayan itu histeris.
Adnan yang dingin seperti es seketika mematung dengan sorot mata yang nampak sangat sangat tajam sementara Kaila jatuh tersungkur di atas lantai marmer karena merasa dunianya telah berakhir.