NovelToon NovelToon
TERKUTUK! Rumah Tua Ini Simpan Rahasia Kematian Ibuku Yang Sebenarnya!

TERKUTUK! Rumah Tua Ini Simpan Rahasia Kematian Ibuku Yang Sebenarnya!

Status: sedang berlangsung
Genre:Misteri / Horor / Trauma masa lalu / Keluarga / Roh Supernatural / Romansa
Popularitas:37
Nilai: 5
Nama Author: Bangjoe

Setelah kematian ayahnya, Risa Adelia Putri (17) harus kembali ke rumah tua warisan mendiang ibunya yang kosong selama sepuluh tahun. Rumah itu menyimpan kenangan kelam: kematian misterius sang ibu yang tak pernah terungkap. Sejak tinggal di sana, Risa dihantui kejadian aneh dan bisikan gaib. Ia merasa arwah ibunya mencoba berkomunikasi, namun ingatannya tentang malam tragis itu sangat kabur. Dibantu Kevin Pratama, teman sekolahnya yang cerdas namun skeptis, Risa mulai menelusuri jejak masa lalu yang sengaja dikubur dalam-dalam. Setiap petunjuk yang mereka temukan justru menyeret Risa pada konflik batin yang hebat dan bahaya yang tak terduga. Siapa sebenarnya dalang di balik semua misteri ini? Apakah Bibi Lastri, wali Risa yang tampak baik hati, menyimpan rahasia gelap? Bersiaplah untuk plot twist mencengangkan yang akan menguak kebenaran pahit di balik dinding-dinding usang rumah terkutuk ini, dan saksikan bagaimana Risa harus berjuang menghadapi trauma, dan Pengkhianatan

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Bangjoe, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 7: Petunjuk Hilang, Nyawa Terancam

Udara malam terasa dingin menusuk, namun keringat dingin yang membasahi pelipis Risa tidak ada hubungannya dengan suhu. Jantungnya masih berdegup kencang di balik rusuk, seolah ingin melompat keluar. Tubuhnya bergetar hebat, sisa dari ketakutan yang mencekiknya beberapa detik lalu. Para pria itu sudah pergi, tapi kengerian mereka masih terbayang. Ia menghela napas panjang, mencoba menenangkan diri. Kevin. Kevin. Ia harus menemukan Kevin.

Dengan kaki yang masih terasa seperti jeli, Risa memaksa dirinya bangkit. Lorong gelap itu tampak lebih menyeramkan sekarang, setiap bayangan seolah menyembunyikan ancaman baru. Ia melangkah tertatih, pandangannya menyapu sekeliling, mencari sosok Kevin. Tidak ada. Kevin tidak ada di tempat ia meninggalkannya tadi. Sebuah kepanikan baru mencengkeram. Apa yang terjadi padanya? Apakah para preman itu melakukan sesuatu pada Kevin?

"Kevin? Kevin!" panggil Risa, suaranya parau. Ia mencoba terdengar kuat, tapi yang keluar hanyalah bisikan putus asa. Tidak ada jawaban. Hanya gema suaranya yang memantul di dinding bata lembap. Risa mempercepat langkah, nyaris berlari, menyusuri lorong sempit itu. Ia melewati tumpukan kardus basah, kaleng-kaleng kosong, dan bau anyir yang membuat perutnya mual. Setiap langkah adalah perjuangan, setiap bayangan adalah potensi bahaya.

Kemudian, ia melihatnya. Di sudut gelap, sedikit tersembunyi di balik tumpukan sampah, tergeletak sosok yang dikenalnya. "Kevin!" Pekikan itu keluar begitu saja. Risa menyerbu ke arahnya, menjatuhkan diri di samping tubuh Kevin yang tak bergerak. Darah. Ada noda merah kehitaman di kemeja putih Kevin, tepat di bagian samping kepalanya. Kevin tidak sadarkan diri.

"Kevin! Kevin, bangun!" Risa menepuk-nepuk pipi Kevin dengan panik, tangannya gemetar. Matanya berkaca-kaca. Wajah Kevin pucat pasi, dan napasnya terdengar berat, tersendat-sendat. Ia berusaha mencari denyut nadi Kevin di pergelangan tangannya. Lemah. Sangat lemah. Air mata mulai menetes, membasahi pipi Risa. Ini semua salahnya. Jika saja ia tidak meminta Kevin untuk membantunya, semua ini tidak akan terjadi.

Ia melihat sekeliling, mencari kotak kecil yang berisi surat dan foto ibunya. Kotak itu tidak ada. Kemana kotak itu? Apakah para preman itu mengambilnya? Apakah mereka mengambilnya dari Kevin? Risa mencari-cari di saku celana Kevin, di tanah di sekitarnya. Nihil. Kotak itu benar-benar hilang. Harapan yang tadi sempat membuncah kini meredup, digantikan oleh rasa putus asa dan kemarahan yang membakar. Mereka tidak hanya melukai Kevin, mereka juga mengambil satu-satunya petunjuk yang ia miliki.

"Kevin, lo harus bangun," bisik Risa, suaranya serak. Ia mengangkat kepala Kevin perlahan, menyandarkannya di pangkuannya. Rasa dingin dari tanah merambat ke tubuhnya, tapi Risa tidak peduli. Ia harus membawa Kevin ke rumah sakit. Tapi bagaimana? Sendirian di lorong gelap ini, tanpa uang atau ponsel. Ponselnya tadi jatuh saat ia ditarik para preman itu.

Ia melihat ke arah ujung lorong tempat penjaga keamanan tadi berteriak. Jaraknya lumayan jauh, dan Risa tahu ia tidak bisa menggendong Kevin sendirian. Kevin lumayan tinggi dan berat. Ia harus berteriak, meminta bantuan. "TOLONG! TOLONG KAMI!" teriak Risa, suaranya serak karena ketakutan dan keputusasaan. Ia berteriak lagi, lebih keras, sekuat tenaga. "TOLONG! ADA YANG TERLUKA!"

Tidak ada respon. Suasana kembali hening, kecuali suara napas berat Kevin dan detak jantungnya sendiri yang menggila. Rasa dingin menjalar di punggung Risa. Apakah penjaga keamanan itu sudah pergi? Atau tidak mendengarnya?

"Kevin, kita harus keluar dari sini," kata Risa, lebih kepada dirinya sendiri. Ia menyeka air matanya, berusaha fokus. Ia harus kuat. Demi Kevin, demi ibunya. Ia tidak boleh menyerah. Dengan susah payah, Risa mencoba menyeret tubuh Kevin. Ia menarik lengan Kevin, menggeser tubuhnya sedikit demi sedikit. Itu adalah pekerjaan yang sangat berat. Tubuh Kevin terasa lemas dan berat, seolah enggan digerakkan. Setiap sentimeter adalah perjuangan, dan rasa sakit dari lukanya sendiri mulai terasa kembali.

Ia berhasil menyeret Kevin beberapa meter, napasnya tersengal-sengal. Keringat membanjiri wajahnya. Risa berhenti sebentar, mengatur napas. Matanya kembali menatap Kevin. Kevin masih tidak bergerak. Kepalanya terkulai lemah di bahu Risa yang menopangnya. Warna kulitnya semakin pucat. Ia harus lebih cepat.

Tiba-tiba, Kevin mengerang pelan. Matanya sedikit terbuka, menatap kosong ke atas, seolah tidak melihat apa-apa. "Risa..." bisiknya, suaranya sangat lemah, nyaris tak terdengar. "Kotak..." Ia terbatuk, dan sedikit darah keluar dari sudut bibirnya.

"Kotak apa, Kevin? Kotak itu hilang, kan?" tanya Risa, matanya kembali berkaca-kaca. "Jangan khawatirkan kotak itu. Kamu harus baik-baik saja dulu. Kita harus ke rumah sakit."

Kevin menggeleng lemah. Tangannya yang dingin terangkat, menunjuk ke arah celana jeansnya. "Di... di saku... celana..." Ia terengah-engah lagi, lalu matanya terpejam. Kali ini, ia benar-benar pingsan.

Risa dengan cepat merogoh saku celana jeans Kevin. Jemarinya merasakan sesuatu yang keras. Sebuah kotak kecil. Kotak itu! Kevin menyembunyikannya di saku celananya! Dengan cepat, Risa menarik kotak itu keluar. Kotak kayu berukiran indah itu sedikit kotor, tapi utuh. Air mata lega bercampur rasa bersalah membanjiri wajah Risa. Kevin mempertaruhkan nyawanya untuk ini. Ia melindunginya.

Namun, rasa lega itu tak bertahan lama. Sebuah suara lain, kali ini lebih dekat dan dingin, terdengar dari ujung lorong. Suara langkah kaki yang menyeret, seolah seseorang sedang berjalan perlahan, menyeret sesuatu. Risa menoleh. Bayangan hitam muncul, bergerak perlahan mendekat. Bukan bayangan manusia. Terlalu tinggi, terlalu kurus, dan ia bisa merasakan hawa dingin yang menusuk tulang, jauh melebihi dinginnya malam. Hawa itu familiar. Hawa yang selalu ia rasakan di rumah tua itu.

Sesosok bayangan hitam tinggi menjulang, dengan rambut panjang terurai dan gaun putih kusam, muncul dari kegelapan. Wajahnya tidak terlihat jelas, tertutup rambut yang menjuntai, tapi Risa bisa merasakan tatapan kosongnya. Sosok itu melayang, bukan berjalan. Kakinya tidak menyentuh tanah. Aura kesedihan dan kemarahan memancar kuat darinya. Ia berhenti, hanya beberapa meter dari Risa dan Kevin yang tak berdaya. Sosok itu mengangkat tangannya perlahan, menunjuk ke arah kotak yang Risa pegang. Lalu, suara bisikan serak, seperti daun kering yang bergesekan, menusuk telinga Risa.

*“Kembalikan… milikku…”*

Rasa takut yang lebih pekat mencengkeram Risa. Ini bukan hanya tentang preman. Ini tentang sesuatu yang jauh lebih tua, lebih gelap. Sesuatu yang terhubung langsung dengan ibunya, dengan rumah itu, dan dengan rahasia yang ia coba ungkap. Ia menggenggam kotak itu erat-erat, memeluk tubuh Kevin yang tak berdaya. Sosok itu mulai bergerak lagi, lebih cepat, melayang mendekat. Risa tidak punya tempat untuk lari. Ia terjebak, sendirian, dengan Kevin yang terluka parah, dan kini berhadapan langsung dengan teror tak kasat mata.

Apa yang harus ia lakukan? Haruskah ia memberikan kotak ini? Tapi ini adalah satu-satunya petunjuk. Satu-satunya harapan. Namun, apakah nyawa Kevin juga harus menjadi taruhannya?

Sosok itu semakin dekat. Risa bisa merasakan embusan napas dinginnya. Bau tanah basah dan melati busuk menyengat hidungnya. Ia memejamkan mata, memeluk kotak itu dan Kevin erat-erat, menunggu sentuhan dingin yang pasti akan datang. Tapi sentuhan itu tidak datang. Malah, sebuah suara lain, kali ini suara yang sangat ia kenal, berbisik tepat di telinganya. Bukan bisikan gaib, tapi bisikan manusia, penuh kecemasan.

"Risa! Kamu kenapa? Kevin kenapa? Ya Tuhan!"

Risa membuka mata. Sosok bayangan hitam itu sudah tidak ada. Yang ada di depannya sekarang adalah Bibi Lastri, dengan wajah panik, senter di tangannya menyorot ke arah mereka. Namun, di balik mata panik itu, Risa melihat kilatan lain. Kilatan yang sangat cepat, nyaris tak terlihat. Kilatan penuh perhitungan.

"Bi... Bibi..." Risa tergagap, masih syok. "Kevin... dia... dia dipukul..."

Bibi Lastri berjongkok, mengamati Kevin dengan saksama. Tangannya terulur untuk memeriksa dahi Kevin, namun matanya justru melirik ke arah kotak di tangan Risa. Sebuah senyum tipis, nyaris tak terlihat, melintas di bibir Bibi Lastri sebelum kembali menampilkan ekspresi khawatir yang sempurna.

"Kita harus cepat ke rumah sakit!" Bibi Lastri berseru, suaranya tampak panik. Tapi bagi Risa, ada sesuatu yang terasa aneh dari kepanikan itu. Seperti sandiwara. Seperti sebuah pertunjukan yang sudah dilatih berulang kali.

Risa menatap Bibi Lastri, lalu menatap kotak di tangannya. Kenapa Bibi Lastri ada di sini? Bagaimana Bibi Lastri bisa menemukan mereka? Dan tatapan Bibi Lastri pada kotak itu... tatapan yang penuh minat, seolah ia sudah tahu apa isinya. Risa merasakan firasat buruk yang kuat. Firasat yang jauh lebih mengancam daripada sosok hantu tadi.

Ini bukan akhir. Ini baru permulaan dari permainan yang jauh lebih berbahaya.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!