Enzio Alexander Pratama, pria 28 tahun dengan kekayaan dan status yang membuat iri banyak orang, ternyata menyimpan rahasia kelam—ia impoten.
Sebuah kecelakaan tragis di masa lalu merampas kehidupan normalnya, dan kini, tuntutan kedua orangtuanya untuk segera menikah membuat lelaki itu semakin tertekan.
Di tengah kebencian Enzio terhadap gadis-gadis miskin yang dianggapnya kampungan, muncul lah sosok Anna seorang anak pelayan yang berpenampilan dekil, ceroboh, dan jauh dari kata elegan.
Namun, kehadirannya yang tak terduga berhasil menggoyahkan tembok dingin yang dibangun Enzio apalagi setelah tahu kalau Anna adalah bagian dari masa lalunya dulu.
Bahkan, Anna adalah satu-satunya yang mampu membangkitkan gairah yang lama hilang dalam dirinya.
Apakah ini hanya kebetulan, atau takdir tengah memainkan perannya? Ketika ego, harga diri, dan cinta bertabrakan, mampukah Enzio menerima kenyataan bahwa cinta sejati sering kali datang dari tempat yang tak terduga?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. Limabelas
Suasana di depan kamar Enzio semakin panas. Viona berdiri dengan tangan terkepal, matanya menatap tajam ke arah Anna yang baru saja keluar dari kamar kekasihnya dengan mengenakan kemeja kebesaran milik pria itu.
Wajah Viona merah padam, dadanya naik turun menahan amarah yang hampir meledak. Sementara itu, Anna berdiri diam, tubuhnya masih menegang karena terkejut. Ia tidak menyangka akan bertemu langsung dengan Viona dalam situasi seperti ini.
“Apa-apaan kamu?” suara Viona melengking marah. “Kenapa kamu bisa keluar dari kamar Zio?”
Anna membuka mulut, berusaha menjelaskan, tapi sebelum sempat mengeluarkan satu kata pun, Theo dengan cepat memotong, "Kakak yang memintanya."
Viona menoleh tajam ke arah Theo, matanya menyipit. “Apa?!”
Theo hanya mengangkat bahu, memasang ekspresi santai meskipun dalam hatinya ia menahan tawa melihat wajah kesal Viona. “Kakak meminta Anna mengantarkan sarapan, dan mungkin saja pakaiannya terkena tumpahan sup panas.”
Ujung bibir Theo terangkat, menikmati bagaimana ekspresi Viona semakin memerah. Dia tahu Viona tidak akan percaya begitu saja, dan memang itu yang dia harapkan. Semakin Viona marah, semakin besar kemungkinan dia akan melakukan kesalahan yang bisa membuatnya terdepak dari hidup Enzio.
“Menyebalkan!” Dalam hitungan detik, Viona melangkah cepat ke arah Anna, dan tanpa peringatan menarik rambutnya dengan kasar.
“Hei!!” Theo membelalak, tidak menyangka Viona akan bertindak sebar-bar ini.
Namun, sebelum Theo sempat bertindak, sesuatu yang lebih mengejutkan terjadi.
Anna tidak diam saja. Ia menepis tangan Viona dengan kuat, lalu mendorong tubuhnya ke belakang hingga Viona hampir kehilangan keseimbangan.
Viona terkejut bukan main. Ia tidak pernah mengira bahwa Anna, yang selama ini selalu terlihat lembut dan diam berani melawan.
Anna, yang kini berdiri tegak dengan wajah dingin, menatap Viona dengan sorot mata penuh kemarahan. “Cukup!” ucapnya pelan, tapi tajam seperti pisau.
Viona masih belum bisa menerima. Dia kembali maju, kali ini dengan niat mendorong Anna. Tapi sebelum tangannya menyentuh tubuh Anna, gadis itu lebih dulu menangkap pergelangan tangan Viona dengan kuat.
“Lepaskan aku!” Viona meronta, tapi cengkeraman Anna begitu kuat hingga dia tidak bisa bergerak.
“Kenapa?” Anna bertanya dengan nada datar, tapi penuh tekanan. “Kenapa anda selalu merasa berhak memperlakukan saya seperti sampah?”
Theo, yang berdiri di samping, menatap adegan itu dengan mata berbinar. Ini baru menarik.
Viona mendengus marah. “Kamu menggoda pacarku, dasar murahan! Aku tahu sejak awal kamu tidak lebih dari–”
PLAK!
Viona terhuyung ke belakang, tangannya terangkat menyentuh pipinya yang kini terasa panas akibat tamparan keras dari Anna.
Theo membulatkan matanya.
“Apa tadi anda bilang?” suara Anna terdengar tajam.
Viona masih shock. Tidak pernah dalam hidupnya ada yang berani menyentuhnya seperti itu.
Anna melangkah mendekat, menatap langsung ke mata Viona.
“Saya sudah muak diperlakukan semena-mena,” kata Anna dengan nada rendah. “Anda pikir hanya karena anda pacar tuan Enzio, anda bisa memperlakukan orang lain sesuka hati? Anda pikir saya akan diam saja?”
Viona terdiam, tidak tahu harus berkata apa.
“Dengar baik-baik, Nona Viona. Saya bukan gadis lemah yang bisa anda injak-injak. Dan saya juga bukan perempuan murahan seperti yang anda tuduhkan tadi.” Mata Anna menyala dengan kemarahan yang selama ini ia pendam. “Kalau anda tidak bisa mempercayai pacar anda sendiri, itu bukan masalah saya. Tapi masalah anda!”
Viona mengepalkan tangannya, ingin membalas, tapi sorot mata tajam Anna membuatnya ragu.
Theo, yang dari tadi menonton dengan penuh antusias, akhirnya membuka mulut, “Yah, sepertinya ini pertama kalinya kamu merasakan bagaimana rasanya diperlakukan seperti itu, ya, Viona?”
Viona menoleh ke Theo dengan tatapan menusuk. “Diam, Theo!”
Theo hanya mengangkat tangan seolah menyerah. “Baiklah, baiklah. Tapi menurutku, Anna benar. Kamu selalu bersikap seolah dunia ini milikmu, dan orang lain hanya figuran di dalamnya.”
Viona terdiam.
Pintu kamar Enzio tiba-tiba terbuka, dan pria itu muncul dengan rambut masih sedikit basah. Wajahnya menegang saat melihat suasana yang begitu panas di luar.
“Ada apa ini?” tanya Enzio dengan dingin.
Viona langsung menoleh dengan mata berkaca-kaca, mencoba memainkan peran sebagai korban. “Zio! Lihat apa yang dia lakukan padaku! Dia menamparku!”
Anna hanya melipat tangannya di dada, tidak ada rasa takut sedikitpun di wajahnya. Enzio menatap Anna, lalu kembali menatap Viona yang masih memegang pipinya yang memerah.
Theo menyilangkan tangannya, menyeringai. “Mungkin kamu lupa menyebutkan bagian di mana kamu menarik rambut Anna lebih dulu?”
Enzio menghela napas panjang, matanya menunjukkan kekecewaan. Ia melangkah ke depan, berdiri di antara Anna dan Viona.
“Aku sudah sering mengatakan ini padamu, tapi sepertinya kamu tidak pernah mendengar.”
Viona menatapnya dengan bingung. “Maksudmu apa, Zio?”
Enzio menatapnya tanpa ekspresi. “Aku muak dengan drama yang selalu kamu buat.”
Wajah Viona memerah karena malu. Ia tidak pernah dipermalukan seperti ini sebelumnya, di depan Enzio, Theo, dan terlebih lagi di depan Anna!
Rasa marahnya membuncah, tapi ia tahu tidak ada gunanya melawan sekarang. Ia tidak bisa menahan gengsinya lebih lama, jadi dengan tatapan penuh kebencian, ia mendengus dan berbalik pergi.
“Brengsek! Awas kamu, Anna!” kutuknya dalam hati.
Niat awalnya untuk mengajak Enzio membeli cincin dan mencoba gaun di butik hancur berantakan. Bukannya momen romantis dengan calon tunangannya, ia malah mendapat penghinaan yang tidak pernah ia bayangkan sebelumnya.
Viona mengepalkan tangannya saat melangkah pergi.
Begitu Viona pergi, Enzio akhirnya bisa mengalihkan perhatiannya ke Anna. Gadis itu masih berdiri di tempatnya, wajahnya terlihat tenang tapi jelas ada kilatan emosi dalam matanya.
Tanpa ragu, Enzio melangkah mendekat dan mengulurkan tangannya untuk menyentuh wajah Anna. Ia melihat rambutnya sedikit berantakan karena insiden tadi, jadi dengan lembut, ia merapikannya.
“Mana yang sakit?” tanyanya pelan.
Anna menatapnya tanpa ekspresi selama beberapa detik. Lalu, tanpa mengatakan apa pun, ia menyingkirkan tangan Enzio dari wajahnya dan berbalik pergi begitu saja.
Enzio terdiam, ekspresinya sulit ditebak.
Sementara itu, Theo yang masih berada di sana hanya mengangkat bahunya dengan santai. “Ya ampun, kakak. Sepertinya kali ini bukan hanya Viona yang marah padamu,” katanya dengan nada bercanda sebelum ia berjalan turun, mengejar Anna.
Enzio mengusap wajahnya dengan kasar. “Sial…” gumamnya frustasi.
Kenapa situasinya jadi berantakan seperti ini?
kasih vote buat babang Zio biar dia semangat ngejar cinta Anna 😍🥰❤️