aku berdiri kaku di atas pelaminan, masih mengenakan jas pengantin yang kini terasa lebih berat dari sebelumnya. tamu-tamu mulai berbisik, musik pernikahan yang semula mengiringi momen bahagia kini terdengar hampa bahkan justru menyakitkan. semua mata tertuju padaku, seolah menegaskan 'pengantin pria yang ditinggalkan di hari paling sakral dalam hidupnya'
'calon istriku,,,,, kabur' batinku seraya menelan kenyataan pahit ini dalam-dalam.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sablah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
rahasia dibalik pertemuan
Setelah menempuh perjalanan beberapa menit, akhirnya Rama dan Alda tiba di sebuah kafe kecil yang terletak di sudut kota. kafe itu memiliki suasana hangat, dengan lampu kuning temaram yang memancarkan kesan nyaman. dari luar, mereka bisa melihat sebagian besar meja sudah terisi, tetapi tidak terlalu ramai sehingga suasananya tetap tenang.
Rama memarkir mobilnya dengan hati-hati, lalu mematikan mesin. ia melirik Alda yang duduk di kursi penumpang. wanita itu masih terlihat sedikit murung, tetapi setidaknya sudah lebih baik dibandingkan tadi.
"ayo, Da" ujar Rama lembut. "mereka pasti sudah menunggu di dalam."
Alda mengangguk pelan, lalu membuka pintu dan turun dari mobil. rambutnya yang terurai sedikit bergerak tertiup angin, tetapi ia tidak terlalu peduli. langkahnya masih agak pelan, tetapi setidaknya ia tetap berjalan di samping Rama tanpa perlu didorong-dorong.
begitu mereka memasuki kafe, aroma kopi dan makanan yang baru disajikan langsung menyambut mereka. suasananya terasa nyaman, dengan beberapa pengunjung yang tengah mengobrol santai atau sibuk dengan ponsel mereka.
Rama mengedarkan pandangannya, mencari sosok yang mereka tuju. tidak butuh waktu lama sebelum ia melihat Arya dan Laras duduk di sebuah meja dekat jendela. keduanya langsung melambai saat melihat rama dan Alda masuk.
"Rama! Alda!" seru Laras dengan senyum cerah.
Alda yang awalnya tampak biasa saja, tiba-tiba tersenyum lebar. matanya berbinar saat melihat Laras, dan tanpa ragu ia langsung berjalan cepat menghampiri sahabatnya itu.
"Laras!" Alda hampir berlari sebelum akhirnya memeluk Laras dengan erat.
Laras tertawa kecil sambil membalas pelukan Alda dengan hangat. "aku kangen banget sama kamu, Da. kamu baik-baik aja, kan?"
Alda mengangguk cepat. "aku juga demikian, Ras. dan aku juga baik-baik saja"
melihat itu, Rama dan Arya hanya saling pandang dan tersenyum kecil. Rama tahu bahwa ini adalah kebiasaan para wanita jika sudah berkumpul seperti ini.
setelah Alda dan Laras akhirnya melepas pelukan mereka, mereka semua duduk di kursi masing-masing. pelayan pun datang untuk mengantarkan pesanan yang ternyata sudah dipesan sebelumnya oleh Arya dan Laras.
namun, ketika makanan mulai berdatangan, Rama dan Alda mulai menyadari sesuatu yang aneh.
di meja mereka kini ada beberapa piring berisi berbagai macam makanan, mulai dari lalapan, nasi goreng, olahan mie, dan beberapa camilan seperti kentang goreng, roti bakar, hingga dua teko minuman segar. porsinya jelas lebih dari cukup untuk empat orang.
Rama mengernyit. "apa kalian tidak salah pesan? kita hanya empat orang"
Alda juga menatap meja dengan ekspresi bingung. "iya, apa ini tidak terlalu berlebihan, Ar? Ras?"
Arya tersenyum misterius. ia menyandarkan punggungnya ke kursi, lalu melirik ke arah pintu kafe dengan ekspresi puas.
"tenang, sebentar lagi mereka pasti datang."
Rama dan Alda saling bertukar pandang, masih belum mengerti apa maksudnya.
Arya lalu melanjutkan, "kejuatan yang aku maksud tadi itu tentang Ayu dan Gani. mereka juga akan bergabung dengan kita di sini. aku yang menyuruh mereka datang."
Alda terbelalak kaget, matanya langsung berbinar. "serius?! Ayu dan Gani juga datang?"
Arya mengangguk mantap. "iya, aku pikir ini kesempatan bagus buat kita kumpul. kebetulan pekerjaan mereka juga lagi senggang, jadi kita bisa menghabiskan waktu lebih lama bareng-bareng di sini."
Rama hanya bisa menghela napas dan tersenyum kecil. "jadi itu alasanmu pesan makanan sebanyak ini?"
"tepat sekali," jawab Arya dengan santai.
tak lama setelah itu, suara pintu kafe kembali terbuka, dan dua sosok yang mereka tunggu akhirnya muncul, Ayu dan Gani.
Ayu yang pertama kali melihat mereka langsung melambai dengan ceria. "hei! kalian udah mulai makan tanpa kami?"
Alda yang masih diliputi rasa senang langsung berdiri dari kursinya dan berlari kecil ke arah ayu. "Ayu!" serunya sebelum memeluk sahabatnya itu erat.
sementara itu, Gani berjalan santai menuju meja mereka. ia menyalami Arya dan Rama dengan tenang. "maaf telat sedikit, jalanan agak macet."
Rama mengangguk. "tidak masalah. yang penting kalian sampai dengan selamat."
setelah semua berkumpul, mereka mulai menikmati makanan yang sudah dipesan. suasana semakin cair meskipun ada ketegangan yang tak terlihat dengan jelas. semua sibuk dengan makanan, dan obrolan santai mengalir begitu saja.
namun, di tengah percakapan ringan itu, Arya dengan tiba-tiba melemparkan candaan
"heh, Ram," Arya berkata sambil tersenyum nakal, "ngomong-ngomong soal malam pertama... gimana, lancar kan?" tertawanya terdengar sedikit menggoda, seperti ingin memancing reaksi dari Rama.
Alda terdiam sejenak, kemudian mendengar pertanyaan itu, dan tanpa sengaja, ia langsung tersedak.
"uhuk... huk..!" Alda seketika batuk-batuk, dan suasana menjadi sedikit tegang. semua orang terdiam sejenak.
sebelum ada yang sempat bergerak, dengan sangat cepat, dua tangan terulur hampir bersamaan. Gani dan Rama, keduanya bergerak serentak untuk memberikan minuman kepada Alda.
kecanggungan muncul dalam momen yang begitu cepat itu, dan meskipun semuanya bergerak dalam niat baik, situasi tetap terasa janggal. namun, Rama yang merasa sedikit canggung tetap berusaha berpikir positif. ia dengan cepat mengurungkan niatnya untuk memberikan Alda minuman, Rama memilih untuk membiarkan Gani yang sudah lebih dulu mengulurkan gelasnya.
"minum, Alda," kata Gani dengan cepat, suaranya agak cemas, tapi matanya tetap datar, mencoba menyembunyikan sesuatu yang tak terucapkan.
akhirnya dengan sedikit ragu, Alda menerima minuman dari Gani dan meneguknya pelan.
"hati-hati, Da," Gani melanjutkan dengan perhatian yang lebih terlihat. "kamu tidak ingat dulu, pernah tersedak sampai muntah, kan?" matanya masih menatap Alda dengan tatapan yang sedikit lebih lama dari yang seharusnya.
Alda terkejut mendengar itu, kenangan lama yang tiba-tiba terungkit kembali. Alda mencoba tersenyum, berusaha tidak terlihat canggung. "iya, aku ingat... terima kasih sudah mengingatkan," jawabnya cepat, mencoba menghindari tatapan Gani yang terasa agak intens.
Rama yang melihat kecanggungan itu mulai merasakan sesuatu yang aneh. ia menyadari tatapan Gani yang berbeda kearah Alda, tatapan yang kemarin juga sempat dia tangkap saat pernikahan mereka digelar. namun, Rama berusaha mengalihkan pikirannya. dia tahu tidak ada gunanya memikirkan hal-hal negatif, apalagi di saat seperti ini. dengan cepat, ia menarik napas dan berdiri dari kursinya.
"aku ke toilet sebentar," kata Rama dengan sedikit tergesa, sambil tersenyum tipis dan mengusap wajahnya.
Alda yang mendengar itu langsung menoleh ke arah Rama. senyum Rama terasa sedikit dipaksakan, dan meskipun ia tidak marah, Alda merasakan ada sesuatu yang tidak beres. ia tahu betul kalau Rama tidak akan mengungkapkan perasaannya begitu saja, tapi kecanggungan ini jelas terasa.
"Rama..." Alda ingin mengatakan sesuatu, tetapi kata-katanya terhenti begitu saja. tidak ingin menambah beban suasana, ia hanya mengangguk pelan. "hati-hati, ya."
Rama yang sudah melangkah beberapa langkah ke arah pintu toilet, hanya membalikkan badan sejenak, memberikan senyuman kecil sebagai respons, sebelum akhirnya pergi begitu saja.
Alda yang melihat punggung Rama yang semakin menjauh merasa hatinya tertekan. seketika, perasaan bersalah menyelip di hatinya. 'Rama pasti merasa aneh... aku jadi merasa kalau semua ini salah...' pikirnya dalam hati, mencoba mencerna perasaan yang muncul begitu saja.
Laras yang duduk di seberangnya, menyadari kecanggungan yang ada, memutuskan untuk berkata dengan nada ringan. "Da, jangan terlalu dipikirin, ya. Rama itu kalau ada masalah, dia pasti nggak langsung ngomong kok. dia butuh waktu untuk mikir," katanya dengan suara lembut dan mata yang penuh pengertian.
namun, Alda hanya bisa terdiam. ia tahu Laras berusaha menenangkan, tetapi perasaan bersalah itu tak bisa begitu saja hilang. "aku... tidak tahu kenapa, Ras. Rasanya seperti ada yang tidak beres, dan aku... aku takut dia marah padaku," jawabnya dengan suara pelan, wajahnya sedikit tertunduk.
Gani yang sebelumnya diam, kini ikut menyahut, meskipun sedikit ragu. "Alda, jangan khawatir. Rama itu orangnya tidak mudah marah. mungkin dia cuma butuh waktu sebentar buat sendiri. siapa tau itu masalah pekerjaan dia. jadi, jangan berpikir semua ada hubungannya denganmu, percaya padaku, tidak akan ada apa-apa dengan dia" katanya, berusaha meyakinkan Alda, meskipun matanya terlihat sedikit menghindar dari tatapan Alda.
Alda hanya mengangguk pelan, tetapi hatinya tidak benar-benar merasa tenang. seperti ada sesuatu yang mengganjal di dalam dirinya. "aku hanya takut... takut kalau dia merasa tidak nyaman dengan ku, Gani," jawabnya, suara masih tersekat-sekat.
Gani hanya menghela napas dan berusaha tersenyum. "semua akan baik-baik saja, Alda. kita di sini buat mendukung kamu kok," ujarnya, meskipun dalam hatinya ada kerisauan yang tak terucapkan.
sementara itu, Laras yang melihat suasana semakin canggung mencoba mengganti topik pembicaraan dengan sedikit humor. "eh, ngomong-ngomong, gimana kemarin kerjaan kalian, Ayu? Gani? nggak terlalu padat kan?" tanyanya, berharap bisa meredakan ketegangan yang mulai terasa.
namun, meskipun pembicaraan itu beralih, Alda masih merasa cemas dan tidak tenang. ia terus memikirkan Rama, berharap semuanya akan segera membaik, meskipun ada perasaan yang belum bisa ia ungkapkan.
sedangkan di sisi Rama, dengan langkah santai, nyatanya pria ini tidak benar-benar pergi ke toilet. begitu melewati pintu kecil menuju bagian belakang kafe, ia malah memilih keluar ke sisi luar, mencari udara segar. angin sore yang sejuk langsung menyambutnya begitu ia melangkah ke area parkiran yang sedikit sepi.
ia menarik napas panjang, membiarkan udara memenuhi paru-parunya, lalu menghembuskan nya perlahan. entah kenapa, sejak momen tadi di meja makan, ada sesuatu yang mengusik pikirannya. tatapan Gani pada Alda, cara pria itu langsung bergerak begitu Alda tersedak, perhatiannya yang terasa terlalu intens.
Rama mencoba mengabaikan perasaan itu, meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua ini hanya pikirannya yang terlalu berlebihan. tapi tetap saja, ada sesuatu yang mengganggu.
baru saja ia mencoba menenangkan diri, tiba-tiba ponselnya bergetar di saku celana. dengan alis sedikit mengernyit, ia merogoh ponsel dan melihat layar. 'Nomor tidak dikenal'
"halo?" dengan ragu-ragu dan sedikit malas, Rama menanggapi panggilan dari nomor asing itu
tak butuh waktu lama sebelum sebuah suara familiar menyapa dari seberang sana.
“hai, Rama.”
mata Rama langsung menyipit. ia mengenali suara itu dengan jelas. Karina.
Rama langsung menegang. dari semua orang, dia tidak menyangka gadis itu akan menghubunginya disaat seperti ini.
"apa maumu?" tanya Rama dengan nada suara dingin.
dari ujung telepon, Karina terdengar tertawa kecil. seolah ia tahu bahwa Rama pasti akan bereaksi seperti ini.
"aku hanya ingin bicara," jawabnya santai. "bisakah kita bertemu sebentar di luar?"
Rama langsung menolak. "tidak ada alasan bagiku untuk menemui......"
"tunggu," potong Karina cepat, suaranya terdengar sedikit lebih serius kali ini. "aku tau jika hari ini ada yang berbeda dari sikap istrimu"
Rama terdiam. kata-kata Karina langsung menahan langkahnya yang tadinya sudah bersiap untuk kembali ke dalam.
dia mengerutkan kening. "apa maksudmu?" tanyanya, kini lebih waspada.
Karina terdiam sejenak sebelum melanjutkan dengan suara lebih pelan. "aku tahu sesuatu yang mungkin kamu ingin dengar. tapi aku tidak bisa menjelaskannya di telepon. nanti temui aku sebentar di luar, aku akan kirim alamat nya padamu"
Rama menggenggam ponselnya lebih erat. ia masih ragu. hatinya mengatakan untuk tidak menuruti gadis ini, tetapi ada bagian dari dirinya yang ingin tahu, terutama apa yang Karina ketahui tentang Alda?
"jangan bilang siapa pun soal ini. Kita bicara berdua saja" sambung Karina sesaat
"kenapa harus dirahasiakan?" Rama menghela napas panjang, mencoba menerka tujuan Karina melarang nya.
"karena ini masalah kita berdua. bukan istrimu, bukan Naila"
setelah beberapa detik berpikir, Rama akhirnya menghela napas pelan. "baiklah," katanya akhirnya. "aku akan menemui mu."
Tut!.....
begitu panggilan berakhir, Rama memasukkan ponselnya ke saku dan mengusap wajahnya dengan kasar. ia tahu ini mungkin bukan ide yang bagus. tapi sekarang, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya lebih dari sekadar tatapan Gani pada Alda.
dan ia harus mencari tahu ada apa dengan Karina?