Ini bukan tentang harga diri lagi, ini hanya tentang mencintai tanpa dicintai.
Aruna nekat menjebak calon Kakak iparnya di malam sebelum hari pernikahan mereka. Semuanya dia lakukan hanya karena cinta, namun selain itu ada hal yang dia perjuangkan.
Semuanya berhasil, dia bisa menikah dengan pria yang dia inginkan. Namun, sepertinya dia lupa jika Johan sama sekali tidak menginginkan pernikahan ini. Yang dia cintai adalah Kakaknya, bukan Aruna. Hal itu yang harus dia ingat, hingga dia hanya mengalami sebuah kehidupan pernikahan yang penuh luka dan siksaan. Dendam yang Johan punya atas pernikahannya yang gagal bersama wanita yang dia cintai, membuat dia melampiaskan semuanya pada Aruna. Perempuan yang menjadi istrinya sekarang.
"Kau hanya masuk dalam pernikahan semu yang akan semakin menyiksamu" -Johan-
"Jika perlu terluka untuk mencintaimu, aku rela" -Aruna-
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nita.P, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hanya Menatapnya Dengan Kebencian
Aruna kembali keluar setelah selesai mandi dan berganti pakaian. Langkahnya terhenti saat dia melihat Johan dan Jesika yang sedang duduk di ruang makan. Terlihat Jesika yang sedang marah dan membahas tentang Aruna yang keluar dari kamar Johan tadi.
"Aku hanya ingin memberikan dia kesempatan sesuai ucapannya. Hanya tiga bulan, dan aku tidak mungkin jatuh cinta atau berpaling padanya dalam waktu 3 bulan itu"
Hati Aruna terasa begitu sesak. Itu benar, mana mungkin dia bisa mendapatkan hati suaminya yang sudah lebih besar membencinya. Johan yang tidak akan pernah melihat Aruna dengan tatapan penuh cinta. Hanya sebuah tatapan benci dan tidak tahu apa itu akan berubah suatu saat ini, hanya berharap tidak ada lagi tatapan penuh kebencian.
"Baiklah, aku akan percaya. Karena kalau sampai kau berpaling padanya, aku tidak akan bertahan denganmu"
"Tentu saja tidak, sudah ku bilang, hanya memberikan dia kesempatan sampai 3 bulan ini habis. Kau tenang saja"
Aruna berbalik, air mata mengalir begitu saja saat dia berbalik. Rasanya tidak akan sanggup lagi untuk mendengar semua percakapan mereka. Hatinya sudah begitu sakit. Nyatanya dia tidak bisa berhenti berharap atas semua yang terjadi.
"Dia tidak akan melihatmu sebagai perempuan, dia hanya ingin memberikanmu kesempatan. Sadarlah Aruna. Jangan kau banyak berharap"
Kembali ke dalam kamar, dan tidak ingin tahu apa yang dilakukan dua orang yang saling mencintai itu. Yang jelas, Aruna tidak akan siap jika terus berada disana. Hatinya akan semakin sakit.
Jesika sudah kembali, sementara Johan juga sudah siap untuk pergi bekerja. Tapi, dia tidak menemukan Aruna kembali dari kamarnya, dan sarapan. Dan dia menanyakan itu pada Mia.
"Dimana dia? Apa tidak sarapan?"
"Nona masih di kamar, tadi dia sudah keluar kamar. Tapi katanya tidak jadi sarapan, dia belum lapar"
Johan terdiam, dia berlalu begitu saja tanpa berkata apapun lagi. Arvin sudah menunggunya diluar, hari ini dia malas mengemudi, jadi meminta Arvin untuk menjemputnya.
"Jangan terlalu keras pada istrimu. Mungkin suatu saat kau akan menyesalinya"
"Diam kau!"
Arvin menghela nafas pelan, dia mebukakan pintu mobil untuk Tuannya itu. Sejujurnya dia sangat kesal dengan sikap Johan yang begitu kejam pada Aruna. Padahal gadis itu terlihat baik dan begitu lemah.
"Jo, aku melihat istrimu seperti tidak baik-baik saja. Dia selalu terlihat pucat dan lemah, apa dia sakit?"
Johan yang duduk di kursi belakang dengan sebuah ponsel ditangannya, mendongak dan menatap Arvin di balik kemudi. "Sakit apa? Dia baik-baik saja. Mungkin hanya sakit karena penyiksaanku. Tapi, aku paling benci dia menyentuh Jesika. Apalagi sampai menamparnya"
"Kenapa kau tidak cari tahu terlebih dahulu, apa yang membuatnya sampai menampar Jesika. Karena aku rasa dia bukan tipe orang yang pemarah sepertimu. Mana mungkin langsung menampar Jesika tanpa alasan"
Johan mengangkat bahunya acuh, kembali fokus pada ponselnya. "Yang jelas aku tidak suka dia melukai Jesika. Lagi pula aku tidak akan menikah dengannya, jika dia tidak menjebakku malam itu"
Arvin menghela nafas panjang, sahabat dan Tuannya ini memang cukup keras kepala, hingga sulit sekali untuk membuka mata hatinya.
"Kau tahu sendiri jika dia tidak pernah benar-benar menjebak seperti dalam pikiranmu. Tapi, kau masih saja mempermasalahkan itu"
"Apapun alasaannya, dia sudah membuat aku gagal menikah dengan Jesika"
Arvin tidak menjawab lagi, memang sulit untuk membuka mata hati Johan yang sudah tertutup rapat jika itu menyangkut tetang Aruna. Kebencian telah mengikis rasa peduli di hatinya.
"Aku tahu kau terlalu besar mencintai Jesika. Tapi, kau harus sedikit peduli dengan keadaan sekitar, dan mungkin Jesika yang tidak seperti yang kau pikirkan"
Johan tidak menjawab lagi. Dia hanya fokus pada ponselnya.
Arvin menghela nafas pelan, dia tahu betul bagaimana Johan yang selalu sepenuh hati dalam mencintai. Dan dia juga melakukannya pada Jesika. Itu sebabnya kenapa dia begitu marah saat Aruna telah membuat pernikahannya dan Jesika batal. Sebuah kebencian yang begitu besar.
"Aku hanya berharap, kau tidak akan pernah menyesali semuanya, Jo. Karena penyesalan bisa lebih sakit daripada apa yang pernah kau lakukan padanya"
*
"Nona, ayo makan dulu"
Teriakan dibalik pintu, membuat Aruna mengerjap pelan. Dia tidak sadar kenapa dia berada di sofa. Dan apa dia tertidur disana? Aruna mencoba untuk bangun dengan kepala yang terasa begitu sakit sekarang. Dia memegang kepalanya sendiri yang terasa begitu pusing.
Aruna menghembuskan nafas kasar, untuk sedikit saja menghilangkan rasa sakit yang dia rasakan saat ini. Perutnya yang bahkan terasa seperti di tusuk ribuan jarum, sangat menyakitkan.
"Em, masuk saja"
Mia membuka pintu dan berjalan masuk ke dalam kamar. Menghampiri Aruna yang terduduk di sofa. Mia cukup terkejut melihat keadaan Aruna saat ini.
"Nona, hidungmu berdarah"
Aruna langsung memegang hidungnya, bahkan darah itu sudah mulai mengering. Sepertinya Aruna memang tidak sengaja tidur di sofa, tapi dia pingsan di atas sofa. Sampai dia tidak sadarkan diri beberapa jam ini.
"Ini sudah siang, dan aku khawatir karena Nona belum juga keluar kamar. Bahkan belum memakan apapun. Sekarang cepat makan ya" ucap Mia.
Aruna mengangguk, dia menerima tisu basah dari Mia untuk membersihkan bekas darah di hidungnya. Lalu, mulai mengambil makanan dari Mia.
"Nona, mulai sekarang harus lebih banyak makan, istirahat dan obat dari Dokter harus selalu diminum. Aku juga akan mengingatkan tentang jadwal Nona bertemu dengan Dokter"
Aruna tersenyum, merasa ada yang memperhatikannya sekarang. "Terima kasih Mia, tapi seharusnya kamu tidak perlu melakukan itu. Karena aku juga tidak akan bisa apa-apa meski terus meminum obat"
"Nona" Mia menatap Aruna dengan lekat, matanya mulai berkaca-kaca. "Apapun hasilnya nanti, yang penting Nona sudah berjuang dan sudah mau berusaha. Aku tidak akan membiarkan Nona pergi tanpa mendapatkan kebahagiaan itu"
"Tapi Mia, kebahagiaan aku adalah Kak Jo"
Mia terdiam mendengar itu, bagaimana dia bisa mewujudkan semuanya. Sementara dia tahu jika Johan tidak akan pernah melihat Aruna dengan cintanya yang begitu besar. Mata hati Johan telah tertutup untuk Aruna.
"Berdoa saja, semoga suatu saat Tuan Johan bisa melihat cintanya Nona yang begitu besar untuknya"
Aruna hanya tersenyum saja, karena dia juga tidak bisa menjamin hal itu akan terjadi. Tapi, jika memang itu akan terjadi suatu saat nanti. Maka mungkin saja Aruna sudah tidak bisa merasakannya dan melihatnya. Tapi tidak papa, yang penting dia akan bisa melihat Johan menatapnya bukan lagi dengan tatapan kebencian.
Bersambung
Belum bisa double up. Karena lagi lihat dulu perkembangan pembaca setiap harinya.
selamat ya Jo.... selamat menuai, yg slama ini kau tanam