Kisah Odelia sang putri duyung terpaksa memindahkan jiwanya pada tubuh seorang wanita terdampar di tepi pantai, kerena situasi berbahaya sebab ia di buru oleh tunangan serta pasukan duyung atas kejahatan yang ia tidak lakukan.
Di sisi lain wanita terdampar dan hampir mati mengalami hal yang pilu di sebabkan oleh tunangannya.
Akankah Odelia mendapatkan kembali tubuh duyungnya untuk membalaskan dendamnya serta orang yang telah merebut kebahagian tubuh yang ia ditempati atau Odelia memilih menjalani hidup bersama orang yang mencintainya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tilia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 13
“Bagaimana mungkin?” Odelia menatap tajam pada Elliot yang sedang berbicara dengan penguasa kota.
“Tidak ada sihir yang mampu merubah bentuk seorang duyung menjadi manusia, dengan darah seorang kerajaan sekalipun menggunakan sihir terlarang itu tidak akan mungkin terjadi!”
“Apa yang di lakukan kali ini hingga datang ke daratan”
“Catherine” Tuan Laurent menghampiri Odelia yang tidak merespon.
“Cath, tolong bantu menyajikan kue ini pada tamu spesial penguasa kota” Tuan Laurent menepuk pundak Odelia.
“Ya Tuan, ada apa!” Odelia tersadar melihat pada Tuan Laurent.
“Tolong bantu menyajikan kue ini pada tamu spesial penguasa kota di sana” Tuan Laurent mengulangi permintaanya sambil menyerahkan baki berisikan beberapa piring kecil kue oada Odelia.
Odelia menerima baki itu dan mengikuti Tuan Laurent menuju meja penguasa kota serta Elliot.
Memegang baki di tanganya setiap langkah semakin menuju Elliot, Odelia berusaha tenang mengendalikan dirinya. Berada tepat di belakang Odelia dapat melihat jelas rambut wine Elliot, saat memperhatikannya sesuatu menarik perhatian Odelia sebuah kalung dengan mutiara unik serta batu merah terlihat.
“Mutiara jiwa dan batu jiwa!” baki di tangan Odelia hampir terjatuh.
Elliot membalikan kepalanya bertatapan dengan Odelia dengan singkat segera kembali berbicara dengan penguasa kota.
Setelah kue tersaji Odelia segera kembali ke tempatnya, meletakan baki seorang pelayan wanita mendatanginya.
“Nyonya, seorang saudagar dari timur ingin merasakan kue ini” ia menjelaskan permintaan seseorang.
“Baiklah” Odelia mengambil pisau untuk memotong kue dan memberikanya pada pelayan tersebut.
Odelia menatap pisau di tanganya kemudian melihat pisau kecil di piring saji memikirkan sesuatu, melihat pada Elliot yang tengah di kelilingi wanita-wanita bangsawan.
“Batu jiwa! Bagaiman bisa ia mendapatkanya? Batu itu terlarang karena keberadaanya serta cara mendapatkanya yang berbahaya. Untuk mendapatkan batu jiwa duyung akan kehilangan jiwanya dan menjadi gila. Ayahnya hanya menggunakan batu ini dalam ke adaan terdesak atau kepentingan tertentu seperti mengunjungi daratan setiap 10 tahun sekali untuk membicarakan sesuatu dengan penguasa daratan, tak di sangka hari ini akan tiba namun mengapa Elliot yang muncul bagaimana dengan kondisi ayahnya?”
Kemarahan Odelia semakin dalam, memegang erat pisau di tanganya kembali menatap Elliot Odelia menyembunyikan pisau di balik kerah tanganya.
Berjalan sembari mengamati situasi pesta, penguasa kota sedang berbicara di sisi lain dengan perwakilan bangsa duyung lainya. Elliot yang di kelilingi wanita bangsawan tidak ada pengawalan dari prajurit duyung di belakanya terdapat beberapa tiang yang menjadi pembatas dengan halaman utama istana.
Odelia dengan keyakinan dapat menyerang Elliot dan melarikan diri melalui halaman utama menuju gerbang istana, mengepal tanganya berjalan semakin mendekat hanya terhalang oleh dua wanita di depanya menatap tajam pada Elliot, Odelia mengeluarkan pisau di kerah lenganya bersiap menyerang Elliot.
Satu langkah melewati wanita di hadapanya, seketika ia tidak dapat melihat Elliot tanganya di genggam seseorang. Odelia mengangkat kepala Ael menatap dengan mata yang sulit di jelaskan.
Ael menarik paksa pisau di tangan Odelia hingga tubuh keduanya berdekatan, Odelia menatap tajam Ael tidak ingin melepaskan pisaunya namun dengan perbedaan fisik Ael dapat mengambil paska pisau di tangan Odelia segera menarik tangan Odelia untuk mengikutinya keluar Ball room.
Adrian melihat kepergian Odelia segera menyusulnya.
......................
Melewati lorong istana, Ael menarik Odelia menuju taman samping Ball room Odelia berusaha melepaskan diri.
Menarik tangan Odelia lebih dekat dengan tubuhnya Ael memeluk tubuh Odelia dengan tanganya yang lain, menundukan kepalanya Ael menatap Odelia yang kesal.
“Apa yang ingin kau lakukan dengan pisau itu?” Ael bertanya dengan tatapan tenang.
“Bukan urusan mu!” Odelia dengan kesal membuang wajahnya tidak ingin bertatapan dengan mata ungu Ael, melihat pisau kecil di sakunya dengan cepat Odelia mengambil dan menyerang pada wajah Ael.
Ael dapat menghindari serangan itu menangkap tangan Odelia mengambil pisau di tanganya membuangnya.
Menatap wanita yang menatapnya dengan amarah Ael tersenyum tipis berbisik pada Odelia.
“Menarik” ucapnya.
“Cath…” Adrian mencari keberadaan Odelia melihat punggung Ael Adrian menjalan mendekat.
Ael mendengar suara Adrian segera melepaskan Odelia.
“Apa yang terjadi?” tanya Adrian saat melihat sesuatu yang aneh di antara keduanya.
“Aku hanya mengantar untuk mencari udara segar” Ael menjelaskan kemudian pergi meninggalkan Odelia dan Adrian, menatap kepergian Ael Adrian mendekati Odelia.
“Kamu baik-baik saja, Cath?” Adrian melihat Odelia diam tidak menjawabnya.
Tanpa mendengarkan Adrian, Odelia berjalan pergi dari taman tanpa berbicara dengan Adrian.
Adrian segera mengikuti langkah Odelia yang tidak kembali menuju Ball room, ia berbelok ke lorong istana. Melewati lorong yang sunyi di kejauhan Odelia melihat dua bayangan gaun merah dan setelan putih berpelukan, Odelia berjalan mendekati sosok yang ia kenali. Annalise dan Calix berciuman dengan mesra di lorong istana.
Saat Odelia tepat di dekat mereka, Annalise menyadari kehadiran Odelia segera melepaskan pelukanya. Calix terheran dengan tindakan Annalise ingin melihat apa yang membuat Annalise melepaskan pelukannya, sebuah tamparan tepat mengenai wajahnya dengan suara yang keras.
Terkejut dengan rasa sakit di wajahnya Calix kesal siapa yang berani menampar dengan kerah namun kembali ia mendapat tamparan yang lebih keras hingga bibirnya mengeluarkan darah, Annalise terkejut dengan tindakan Odelia segera memeluk Calix.
“Aaaaaaaa!”
“Apa kau gila!” teriak Annalise yang menarik perhatian orang-orang di Ball room.
Calix memegang dagunya ingin menampar kembali Odelia namun tanganya di tahan oleh Adrian, Tuan Laurent mendekat setelah mendengar teriakan Annalise bersama beberapa pengawal istana.
“Apa yang terjadi?” Tuan Laurent bertanya mendekati mereka, saat melihat noda merah serta darah di wajah Calix kemudian Odelia yang menatapnya dengan tajam di tambah Annalise memeluk Calix dan Adrian yang menahan tangan Calix Tuan Adrian segera memahami situasi yang terjadi.
“Lepaskan ia, Ian”
“Lady Annalise, sebaiknya anda kembali ke Ball room”
“Calix obati luka mu” menghela napas Tuan Laurent mencoba untuk tenang.
Adrian melepaskan tanganya, Calix memegang tangan yang tahan Adrian dengan kuat. Tanpa berbicara apapun Odelia pergi meninggalkan mereka Adrian segera menyusulnya.
Dengan perginya Odelia, Tuan Laurent menarik kerah Calix menuju ruang perawatan. Tersisa Annalise sendirian ingin mengikuti Calix para pengawal menghentikannya ia pun kembali menuju Ball room.
Memasuki ruang perawatan, Jamie yang tengah berbicara dengan Penelope melihat kedatangan Calix dengan wajah merah bersama Tuan Laurent.
“Apa yang terjadi pada wajah mu?” Jamie bertanya dengan heran.
Calix kesal segera duduk di tempat tidur tanpa berbicara sedikit pun, di luar ruanga terdengar keributan para wanita yang mendekat menuju ruang perawatan.
“Tuan Ael tolong perhatikan wajah mu” seorang wanita bangsawan dengan khawatir berbicara dengan Ael.
“Ini hanya luka kecil” Ael memasuki ruang di ikuti oleh wanita-wanita bangsawan yang segera di dorong keluar oleh dokter yang berjaga.
Darah mengalir dari pelipis kanan Ael.
“Mengapa kalian semua terluka di hari yang sama?” Jamie menatap ketiga temanya yang terluka.
...----------------...