Seorang wanita yang hilang secara misterius, meninggalkan jejak berupa dokumen-dokumen penting dan sebuah jurnal yang penuh rahasia, Kinanti merasa terikat untuk mengungkap kebenaran di balik hilangnya wanita itu.
Namun, pencariannya tidak semudah yang dibayangkan. Setiap halaman jurnal yang ia baca membawanya lebih dalam ke dalam labirin sejarah yang kelam, sampai hubungan antara keluarganya dengan keluarga Reza yang tak terduga. Apa yang sebenarnya terjadi di masa lalu? Di mana setiap jawaban justru menimbulkan lebih banyak pertanyaan.
Setiap langkah membawanya lebih dekat pada rahasia yang telah lama terpendam, dan di mana masa lalu tak pernah benar-benar hilang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon aaraa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Telegram Lama
Pagi itu kelas bahasa Indonesia terasa lebih panjang dari biasanya. Kinanti nyaris tidak bisa berkonsentrasi pada pembahasan tentang macam-macam puisi tradisional. Pikirannya masih melayang pada pesan misterius yang diterima Reza semalam.
Bu Ratna, guru Bahasa Indonesia mereka yang dikenal tegas namun bijaksana, baru saja menyelesaikan penjelasan tentang tembang macapat.
"Minggu depan," ujarnya sambil membereskan buku-buku di meja, "kumpulkan analisis tembang macapat kalian. Ini akan menentukan nilai semester."
Penjelasan: Tembang Macapat adalah puisi tradisional Jawa yang terikat oleh aturan ketat dalam hal jumlah baris (guru gatra), jumlah suku kata per baris (guru wilangan), dan bunyi akhir tiap baris (guru lagu). Ada 11 jenis tembang macapat yang berbeda.
Kinanti menghela nafas. Di tengah semua misteri ini, dia hampir lupa kalau masih punya tugas dan ujian untuk dipikirkan.
"Hei," Nadia menyenggol bahunya saat mereka keluar kelas.
"Kita ke perpustakaan? Sekalian cari referensi untuk tugas Bu Ratna."
Kinanti mengangguk dan mereka segera menuju ke perpustakaan.
Kini mereka berempat, yaitu Kinanti, Reza, Nadia, dan Dimas akhirnya berkumpul di sudut perpustakaan yang sepi. Reza, yang baru selesai rapat OSIS, langsung mengeluarkan sebuah amplop coklat dari tasnya.
"Tadi pagi aku ke toko jam yang ada di catatan kakekku," bisiknya.
"Pemiliknya memberikan ini. Katanya sudah menunggu puluhan tahun untuk diserahkan pada orang yang tepat."
"Za.." Kinanti menatap Reza dengan sedikit kecewa.
"Lain kali tolong jangan bertindak sendiri ya, kita kan satu tim. Apapun yang terjadi harus kita hadapi bersama.."
"Maaf aku tidak memberitahu kalian soal petunjuk yang kutemukan di catatan kakek." Reza tertunduk menyesal karena tidak memberitahu teman-temannya dan bertindak sendiri.
"Okey, gapapa kok. Lain kali pokoknya harus kabarin kita kalo ada apa-apa ya." Balas Kinanti sambil tersenyum.
"Iya Za! Btw pemilik toko jamnya kasih apa tu?" Tanya Nadia mencoba mengembalikan suasana.
Reza segera mengeluarkan sebuah amplop dan membukanya. Di dalam amplop, mereka menemukan setumpuk telegram tua. Kertas-kertas kuning yang rapuh itu dipenuhi deretan kata yang tampak seperti puisi tradisional.
"Ini..." Kinanti mengamati salah satu telegram, "...tembang macapat?"
"Tepat sekali," sebuah suara mengejutkan mereka. Bu Ratna berdiri di belakang mereka dengan senyum misterius. "Dan itu bukan tembang macapat biasa."
Empat sekawan itu saling pandang dengan gugup, tapi Bu Ratna justru menarik kursi dan bergabung dengan mereka.
"Kalian pikir kenapa saya sangat menekankan pentingnya mempelajari puisi tradisional?" Tanya Bu Ratna sembari membuka buku catatannya.
"Kartika yang menciptakan sistem ini. Setiap bait tembang macapat adalah pesan tersandi."
"Bu Ratna... tahu tentang Kartika?" Dimas bertanya hati-hati.
"Tentu saja. Saya cucu dari salah satu anggota jaringan komunikasinya." Bu Ratna menunjuk salah satu telegram. "Lihat pola pupuh Sinom ini. Setiap baris pertama adalah lokasi. Baris kedua adalah waktu. Sisanya adalah pesan yang sebenarnya."
Penjelasan: Sinom adalah salah satu jenis tembang macapat yang memiliki 9 baris dengan pola suku kata 8-8-8-8-7-8-7-8-12. Biasanya digunakan untuk menyampaikan nasihat atau pengetahuan. Sinom sering dipakai untuk memberikan pelajaran kepada kaum muda.
Kehadiran Bu Ratna yang tiba-tiba tentu saja mengejutkan mereka. Namun, alih-alih memarahi, guru itu justru membuka rahasia baru. Ternyata, dia adalah cucu salah satu anggota jaringan komunikasi rahasia yang dipimpin oleh Kartika. Ternyata jaringan ini menggunakan tembang macapat sebagai kode untuk menyampaikan pesan-pesan penting selama masa perjuangan kemerdekaan.
Reza, yang biasanya sibuk dengan tugas OSIS, kini mencatat dengan semangat. "Jadi selama ini, tugas analisis puisi yang Ibu berikan..."
"Adalah cara saya memastikan generasi muda masih bisa membaca kode-kode ini," Bu Ratna mengangguk. "Meski saya tidak menyangka akan menemukan pewaris Kartika di kelas saya sendiri."
Kini, bertambah lagi satu anggota baru dalam pencarian Kartika.
"Yang ini," Kinanti menunjuk telegram tertanggal 20 September 1945, "sepertinya tentang pertemuan rahasia. Tapi ada bagian yang tidak bisa kubaca..."
"Ah," Bu Ratna tersenyum, "ini menggunakan Dandanggula. Lebih rumit dari Sinom. Kalau kalian sudah selesai mengerjakan tugas analisis minggu depan, kalian akan bisa membacanya."
Penjelasan: Dandanggula adalah tembang macapat yang dianggap paling indah dan matang. Memiliki 10 baris dengan pola suku kata 10-10-8-7-9-7-6-8-12-7. Biasanya digunakan untuk menyampaikan ajaran filosofis atau pesan-pesan mendalam.
Sementara mereka menyelidiki telegram-telegram tersebut, kehidupan sekolah juga tetap berjalan. Reza harus memimpin rapat OSIS untuk pentas seni sekaligus menyempatkan waktu untuk latihan basket, Nadia dan Kinanti sibuk dengan makalah Biologi, dan Dimas membagi waktu antara latihan basket dan rapat osis bersama Reza. Namun misteri ini terlalu menarik untuk diabaikan.
"Temui saya sepulang sekolah nanti," Bu Ratna berbisik sebelum pergi. "Di ruang guru. Ada yang harus saya tunjukkan pada kalian."
Sepanjang sisa hari itu, mereka berusaha fokus pada pelajaran sambil memikirkan telegram-telegram misterius. Bahkan saat Reza memimpin rapat OSIS tentang pentas seni akhir semester, otaknya terus mencoba mengingat pola-pola tembang yang baru dipelajari.
Saat bel pulang sekolah berbunyi, ponsel Kinanti bergetar. Pesan baru dari nomor misterius.
"Pupuh Megatruh menyimpan kunci. Temukan aku di tempat yang tembangnya berbunyi. -K"
Penjelasan: Megatruh adalah salah satu tembang macapat yang memiliki 5 baris dengan pola suku kata 12-8-8-8-8. Nama "Megatruh" berasal dari kata "megat" (berpisah) dan "ruh" (nyawa), sering digunakan untuk mengungkapkan kesedihan atau perpisahan.
"Guys," Kinanti memperlihatkan pesannya pada yang lain, "sepertinya kita punya PR tambahan."
"Setidaknya," Dimas nyengir sambil membereskan buku-bukunya, "ini lebih menarik daripada tugas Kimia."
Mereka berjalan ke ruang guru, masing-masing membawa setumpuk PR yang harus dikerjakan malam ini, plus misteri baru yang menunggu untuk dipecahkan. Di dalam tas Kinanti, telegram-telegram tua itu seolah berbisik, menyimpan rahasia dalam bait-bait puisi tradisional yang menunggu untuk diungkap.
Misteri telegram-telegram tua ini bukan hanya tentang memecahkan kode, tapi juga tentang menjaga warisan budaya dan sejarah perjuangan yang hampir terlupakan. Melalui tembang macapat, para pejuang kemerdekaan menyampaikan pesan-pesan rahasia dengan cara yang tak terduga, menggunakan keindahan puisi tradisional sebagai selubung untuk komunikasi vital.
Kini, di tangan empat sekawan ini dan Bu Ratna, rahasia itu perlahan mulai terkuak, membawa mereka pada petualangan yang menghubungkan masa lalu dengan masa kini.