Tujuannya untuk membalas dendam sakit hati 7 tahun lalu justru membuat seorang Faza Nawasena terjebak dalam pusara perasaannya sendiri. Belum lagi, perasaan benci yang dibawa Ashana Lazuardi membuat segalanya jadi semakin rumit.
Kesalahpahaman yang belum terpecahkan, membuat hasrat balas dendam Faza semakin menyala. Ashana dan perusahaan ayahnya yang hampir bangkrut, tak memiliki pilihan selain berkata 'ya' pada kesepakatan pernikahan yang menyesakkan itu.
Keduanya seolah berada di dalam lingkaran api, tak peduli ke arah mana mereka berjalan, keduanya akan tetap terbakar.
Antara benci yang mengakar dan cinta yang belum mekar, manakah yang akan menang?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hernn Khrnsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
LYTTE 15 — Jealous
"Hei, Kak. Hai Kak Indira, maaf kami datang terlambat," ucap Vanya seraya memberi senyuman kepada dua orang di hadapannya itu. "Tadi ada kemacetan saat kami ke sini."
Faza tak lagi memedulikan apa yang adiknya katakan, fokusnya sekarang hanyalah Ashana. Tanpa menunggu dan menghiraukan tatapan orang lain, pria itu menarik istrinya pergi dengan agak kasar.
"Ikut aku," bisiknya lalu dengan cepat berjalan menuju pojok ruangan yang tak terlihat oleh banyak mata.
Belum sempat Ashana membuka mulut, Faza langsung menyentaknya ke tembok, mengunci pergerakan perempuan itu dengan meletakkan kedua tangannya di kedua sisi tubuh Ashana.
Nafasnya memburu dan Ashana tahu bahwa pria di hadapannya sekarang tengah marah dan ingin menumpahkan kekesalan itu padanya.
"Apa yang kau kenakan ini Ashana?!" geram Faza dengan rahang terkatup. Jelas sekali bahwa ia sungguh tak suka dengan gaun yang Ashana kenakan sekarang.
Sebelah alisnya terangkat ke atas, "Apa maksudmu? Aku mengenakan apa yang kau inginkan!" balas Ashana tak kalah kesal. Sikap Faza yang seolah tak tahu apa-apa ini membuatnya muak.
"Jangan membuatku marah, Ashana. Katakan dengan jelas, kenapa kau memakai gaun seperti ini?! Apa kau ingin membuatku malu, hm?" tanya Faza sekali lagi, jika ia tak mengingat bahwa perempuan di hadapannya ini adalah istrinya, maka ia pasti sudah mengabaikannya.
"Apa maksudmu, sih?! Aku mengenakan apa yang kau berikan padaku! Kaulah yang ingin membuatku malu!" maki Ashana tak mau kalah. Jangan pernah mengira bahwa Ashana tak bisa melawan jika seseorang berniat merendahkan dirinya.
"Kau!"
"Kakak!" Panggilan Vanya membuat Faza mengurungkan niatnya, pria itu menoleh dan mendapati adiknya memandang dengan kegelisahan. "Kak Indira mencarimu, sebaiknya kau pergi," kata Vanya berikutnya.
Kedua mata Faza memicing pada Ashana lalu berbisik, "Aku belum selesai, Ashana. Kau beruntung karena di sini ada pesta, saat di rumah jangan harap kau bisa lepas dariku." Setelah mengatakan itu, Faza bersama Vanya pergi kembali ke pesta.
"Apa maksudnya itu?" Ashana mendengus kesal. "Dia bersikap seolah ia tak tahu -apa," gumamnya kemudian ikut menyusul ke tengah pesta.
Ashana tak mengenal siapapun di pesta pernikahan Indira. Tapi, untuk menjaga martabatnya sendiri dan juga rasa hormat Faza, ia bersikap ramah dan tersenyum pada orang-orang yang ditemuinya.
Melirik ke arah Faza dan Vanya yang asik berbincang-bincang dengan tamu lain, Ashana hanya bisa menghela nafas lelah lalu beranjak ke pojok ruangan, duduk di sebuah meja dengan rasa lelah dan pegal-pegal di kedua kakinya.
Heels setinggi 10 senti itu benar-benar menyiksa kakinya. Ini pertama kalinya bagi Ashana mengenakan sepatu dengan hak terkutuk itu! Ia memanggil seorang pelayan dan meminta dibawakan minuman dingin. Dahaganya benar-benar minta dipuaskan sekarang ini.
"Kau … Ashana?" panggil Indira ragu-ragu. Entah kapan ia berada di samping Ashana, perempuan itu bahkan tak menyadari kedatangannya.
Ashana menolehkan pandangannya, tersenyum menyambut lalu mengangguk, "Ya, dan kau pasti Indira kan? Senang bisa datang dan ikut merayakan pesta pernikahanmu," sahutnya ramah.
Indira mengambil tempat duduk tepat di hadapan Ashana, membiarkan dirinya nyaman selama duduk di sana tanpa memedulikan perasaan canggung yang melingkupi mereka.
"Faza sering sekali menceritakanmu padaku," ungkapnya tanpa ragu. Ia senang sekali jika akhirnya bisa memprovokasi Ashana dengan hubungan yang ia miliki bersama Faza.
"Benarkah? Aku sangat terkesan mendengarnya, apa saja yang ia katakan padamu?" tanyanya pura-pura tertarik dengan topik yang sekarang mereka bahas.
Indira mengedikkan bahu, "Tak banyak, ia hanya sering memuji dirimu cantik, baik dan sangat unik," jawabnya dengan nada meremehkan, pandangannya bahkan menatap gaun yang Ashana kenakan dari atas kepala hingga ke bawah kakinya.
Ashana terlalu pandai dalam membaca gerak tubuh seseorang. Meski merasa familiar dengan namanya, tapi ia tak begitu mengenal Indira dengan baik. Akan tetapi, walaupun begitu, ia cukup tahu arti pandangan wanita itu terhadapnya.
"Sepertinya aku harus pergi," kata Indira setelah beberapa saat menunggu respon Ashana.
Ia bangkit berdiri dengan mengibaskan rambut hitam legamnya ke belakang lalu berpamitan pergi dan menemui seorang pria yang Ashana tebak adalah suaminya.
"Menyebalkan sekali," gumam Ashana.
"Siapa yang menyebalkan?"
Ashana mendongakkan kepalanya dan seakan tak yakin dengan sosok yang dilihatnya sekarang. "Dokter Abimanyu?" tanyanya masih tak percaya dengan kehadiran Abimanyu di pesta ini.
Abimanyu mengulas senyumnya yang menawan, lalu berkata, "Ya, Ashana. Tentu saja aku ada di sini, 'kan aku sudah bilang kalau aku akan menghadiri pesta pernikahan temanku."
Dengan kikuk Ashana menjawab, "Ah, iya, aku ingat. Silakan duduk dulu, Dok."
Abimanyu duduk di tempat Indira duduk sebelumnya, melihat ke sekeliling lalu kembali memusatkan perhatiannya pada perempuan cantik di hadapannya.
"Jangan panggil aku dengan sebutan dokter saat di tempat umum, Ashana. Ingat, kita sedang berada di pesta bukan rumah sakit," katanya setengah berbisik.
"Oh, ya, maaf."
Abimanyu tertawa ringan saat melihat sikap Ashana yang bak anak kecil di matanya. Selama beberapa detik, Abimanyu terpesona dengan penampilan Ashana yang terlihat anggun dan berkelas dalam balutan gaun berwarna merah yang menurut Abimanyu sangat cocok berada di tubuh Ashana.
Abimanyu baru pertama kali melihat sosok Ashana yang berbeda malam ini, biasanya perempuan itu hanya mengenakan setelan kerja dengan jas putih dan stetoskop yang tak pernah Ashana tinggalkan walau barang sebentar.
"Oh, ya, Kak. Untuk yang waktu itu … aku sungguh-sungguh minta maaf, aku tidak bermaksud untuk—"
"Tidak usah dipikirkan, aku sudah melupakannya," kata Abimanyu memotong ucapan Ashana dengan cepat. "Apakah malam ini kau datang bersamanya?" tanyanya kemudian mengedarkan pandangannya ke sekeliling, mencari keberadaan Faza.
Ashana mengangguk samar, "Iya, aku datang bersamanya." Dengan senyum terpaksa, Ashana mencoba menunjukkan kepada Abimanyu bahwa ia sangat bahagia bisa diajak ke pesta oleh Faza.
Namun, sekuat apapun Ashana mencoba menyembunyikan kesedihannya, Abimanyu tetap dapat membaca gurat-gurat kesedihannya itu.
Abimanyu adalah pria yang peka terhadap situasi, meskipun ia tak tahu apa alasan Ashana menikahi pria seperti Faza, tetapi ia harap perempuan yang sudah lama dikenalnya itu bisa berbahagia dengan pilhannya.
Ia bahkan bertekad jika suatu hari Ashana tidak bahagia dengan pernikahannya, maka ia siap untuk menggantikan posisi Faza. Pemikiran yang sangat gila untuk pria waras seperti Abimanyu. Tetapi, cinta bukannya memang soal kegilaan?
•••
Kedua rahang Faza menegang saat melihat kedekatan Ashana dengan pria itu. Pria yang waktu itu ia temui sedang bersama istrinya di pusat perbelanjaan.
Faza bahkan tak melepaskan pandangannya dari Ashana yang terlihat sangat nyaman saat mengobrol dengan pria itu.
Sikap Ashana pada pria itu sangat bertolak belakang dengan sikapnya saat bersama Faza. Memikirkannya saja, kepala Faza terasa mendidih, hatinya memanas dan sebentar lagi akan terbakar oleh api cemburu.
"Ada apa? Kenapa wajahmu tegang begitu?" tanya Indira yang mendapati Faza berdiri mematung di tempat dengan wajah tegang. Ekor matanya mengikuti arah pandang Faza.
"Apa kau mengenal pria itu, Ind?" tanya Faza tanpa mengalihkan pandangannya.
Indira menegaskan pandangannya lalu mengangguk, "Ya aku mengenalnya, dia salah satu temanku, namanya Abimanyu. Kenapa kau bertanya?"
Faza berdeham pelan, "Tidak apa-apa, hanya penasaran saja," katanya dengan agak gugup. Ia harap Indira tidak menyadari rasa kesalnya pada pria itu.
"Melihat sikapmu yang aneh begini, aku jadi curiga padamu. Kau cemburu kan?"