Bagaimana jika orang yang kamu cintai meninggalkan dirimu untuk selamanya?
Lalu dicintai oleh seseorang yang juga mengharapkan dirinya selama bertahun-tahun.
Akhirnya dia bersedia dinikahi oleh pria bernama Fairuz yang dengan menemani dan menerima dirinya yang tak bisa melupakan almarhum suaminya.
Tapi, seseorang yang baru saja hadir dalam keluarga almarhum suaminya itu malah merusak segalanya.
Hanya karena Adrian begitu mirip dengan almarhum suaminya itu dia jadi bimbang.
Dan yang paling tak di duga, pria itu berusaha untuk membatalkan pernikahan Hana dengan segala macam cara.
"Maaf, pernikahan ini di batalkan saja."
Jangan lupa baca...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Dayang Rindu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15
["Dokter, Mengapa belum datang. Aku sudah menunggumu sejak tadi."]
Rosa mengirimkan pesan kepada Adrian. Pria itu sudah berjanji akan datang bertamu untuk berkenalan dengan orang tua Rosa.
["Maaf, sepertinya aku demam." balas Dokter Adrian.
"Aih! Ada-ada saja." gerutu Rosa, ia melirik Hana yang duduk santai, pun dengan ibunya yang sedang bercanda dengan ayahnya.
"Bu, aku ingin keluar sebentar." kata Rosa, beranjak dari duduknya.
"Mau kemana?" tanya Ibu, Hana pun menatap adiknya heran.
"Rosa mau beli mie di warung." kata Rosa.
"Akak dah beli lah!" teriak Hana, namun Rosa tak menghiraukan, gadis itu sudah pergi menghilang di balik pintu.
Hana pun berdiri menyusul Rosa, dia tidak yakin jika adik iparnya itu hanya akan membeli makanan di warung. Sejak tadi dia gelisah seperti sedang memikirkan sesuatu, sekarang malah keluar terburu-buru.
Tangan kecilnya meraih handle pintu dan menariknya cepat, namun kakinya urung melangkah saat melihat seseorang sudah berdiri di ambang pintu.
"Assalamualaikum Hana."
Hana melihat jalanan dibelakang Fairuz, mencari keberadaan Ros namun sudah tak nampak sama sekali.
"Hana?" panggil Fairuz.
"Hah! Wa_ wa'alaikum salam." jawab Hana tergagap. sekali lagi ia menilik jalanan di depan yang tampak lengang.
"Hana cari siapa?" tanya Fairuz, ikut menoleh ke arah jalanan.
"Tak, tadi Ros Kate nak pegi kedai." ucap Hana.
"Oh, mungkin sudah sampai." kata Fairuz.
Hana pun mengajak ustadz muda itu masuk, duduk bersama kedua mertuanya.
"Tadi ibu dengar Kiyai Abdullah datang kemari Nak Fairuz." kata ibu, membuka obrolan yang ramah.
"Iya Bu, tapi Abah tidak lama. Hanya ingin menawarkan lahan kosong yang ada di depan masjid, untuk menambah biaya pembangunan asrama anak-anak di pesantren." Ucap Fairuz.
Ibu dan bapak pun mengangguk-angguk saja, lantaran hanya bisa mendengar tanpa bisa membantu. Tentulah harga tanah yang luas dan strategis itu sangat mahal. Sebagian orang kampung mereka tak akan mengerti untuk membantu menawarkan, apalagi membeli.
"Apakah sudah ada yang membeli?" tanya Hana.
Fairuz menggeleng, kemudian berkata-kata. "Ini juga, Abah sedang menawarkan ke rumah pak Lurah. Beliau memintaku menyusul untuk menemui seseorang yang lain lagi, sepertinya belum berhasil." kata Fairuz.
"Hana doakan, semoga lekas terjual." ucap Hana dengan suara halusnya.
Fairuz tersenyum cerah, ia sangat senang mendengar ucapan Hana yang merdu.
"Dan semoga niat kita untuk segera menghalalkan hubungan ini juga di segerakan." ucap Fairuz tanpa malu-malu.
Ibu dan ayah mertua hana ikut mengamini seraya tertawa.
"Semoga saja Nak Fairuz, yang terpenting adalah niatnya, dan semoga Allah mewujudkannya." timpal Ibu.
"Aamiin, aamiin Bu." Fairuz sangat senang mendengarnya. Tapi kemudian ia melirik jam tangan yang melingkar di tangannya.
"Sepertinya Abah sudah selesai. Aku akan menjemput Abah untuk menemui seseorang." kata Fairuz.
"Iya Mas, silahkan." ucap Hana.
Sedangkan Rosa, gadis berambut lurus sebahu itu baru saja pulang mengambil obat di klinik milik Adrian, lalu membawanya ke rumah dokter tersebut.
"Maaf aku sudah merepotkan mu." kata Adrian, ia duduk di sofa dengan mata kuyu, menatap Rosa mengeluarkan obat dari kantong jaketnya.
"Nggak repot kok, cuma nyusahin." kata Rosa, membuat dokter di hadapannya tercengang.
"Bercanda." kata Rosa, kemudian memberikan obat yang sudah di keluarkan dari kulitnya itu kepada Adrian.
"Aku butuh air." kata Adrian.
"Dokter butuh air minum juga kalau nelan obat?" ucap Rosa, kemudian mengambil air putih di ruang makan, tak jauh dari ruang tamu.
"Aku juga manusia." kata Adrian. Kemudian meraih air putih yang di berikan Rosa.
Ia pun menyandar di sofa sambil memejamkan matanya sejenak.
Rosa meletakkan roti sobek di atas meja. Ia membeli makanan tersebut karena takut dokter yang mirip kakaknya itu tidak memiliki makanan di rumahnya.
"Apakah ibumu tahu kau datang kemari?" tanya Adrian tiba-tiba, ia kembali membuka mata.
Rosa menggeleng, sambil mengunyah cokelat yang juga di belinya tadi.
"Pulanglah!" ucap Adrian.
"Dokter ngusir aku?" kesal Rosa, bahkan ia belum menghabiskan cokelat berukuran kecil harga dua ribuan itu.
"Tidak baik kau ada disini, sementara aku hanya sendiri." kata Adrian.
"Justru karena dokter sendiri, makanya aku datang kemari." gerutunya, ia pun memunguti cokelat dan permen miliknya, membawanya pulang.
"Iya. Terimakasih." kata Adrian, ia tidak ingin berdebat dengan Rosa.
Meskipun begitu ia merasa senang jika berbicara dengan gadis yang mirip dirinya itu. Dia terlalu berani menurut ukuran atasan dan bawahan. Tapi Adrian merasa senang, Rosa cukup menghibur. Suasana selalu hangat dengan segala ucapan asal-asalan yang keluar dari mulutnya.
Rosa sudah berdiri siap untuk pulang, namun sejenak ia menoleh dokter yang tampak lemas.
"Apa sebaiknya kita ke klinik saja Dok? Biar ada yang ngurusin." kata Rosa.
"Tidak perlu, sebentar lagi asisten ku akan datang." jawabnya.
"Oh." jawab Rosa. Ia pun menarik handle pintu dan membukanya. Namun hal yang mengejutkan Rosa, ada Fairuz, Yusuf dan seorang laki-laki paruh baya memakai sorban di lehernya berjalan paling depan, mereka sudah berada di teras rumah Adrian.
"Rosa?" Sapa Fairuz heran.
Rosa pun tak kalah terkejut, ia melirik Yusuf yang sejak tadi menatapnya aneh.
"Apakah Dokter Adrian ada?" tanya pria paruh baya itu membuyarkan kecanggungan.
"Ada." jawab Rosa singkat. Kemudian berlalu begitu saja dengan langkah cepat. Ia berbelok menuju halaman rumahnya, lalu menghilang masuk ke dalam.
"Ngapain dia ke sini?" gumam Yusuf, masih menatap halaman rumah Rosa.
"Mungkin ada perlu." jawab Fairuz, menepuk pundak Yusuf yang terlihat kecewa.
Dan dari pintu yang tidak tertutup sepenuhnya itu, kini muncul dokter Adrian yang tampak kusut.
"Fairuz?" ucapnya heran.
"Dokter Adrian, maafkan kami datang malam-malam mengganggu." kata Fairuz, merasa tak enak hati. Berbeda dengan Yusuf, dia sudah berpikiran negatif dengan penampilan Adrian yang acak-acakan.
"Oh, tidak apa-apa. Silahkan masuk." ajaknya.
Sejurus kemudian, ke empat orang itu sudah duduk bersama. Memulai obrolan ringan sejenak, hingga menjurus kepada hal yang serius. Kyai Abdullah langsung saja menawarkan tanahnya yang sempat di beli Adrian sebagiannya itu.
"Bagaimana Nak Adrian?" tanya Kiyai Abdullah.
Adrian nampak berpikir sejenak, kemudian menjawabnya. "Maaf, untuk saat ini sepertinya belum bisa. Mengingat aku baru saja selesai membangun klinik yang lumayan besar." jawabnya.
Fairuz hanya bisa mendesah berat, dia sudah tahu jawabannya akan demikian, namun sang ayah kukuh ingin menawarkan lagi.
"Kalau boleh tahu, mengapa harus di jual terburu-buru?" tanya Adrian, ketika mereka sudah ada di luar. Kiyai Abdullah sudah masuk ke dalam mobil lebih dulu.
"Abah sedang membangun asrama yang lumayan besar untuk pesantren. Kami kekurangan biaya." Kata Fairuz.
"Oh, saya kira untuk modal menikah." jawab Adrian, terkekeh bercanda.
Fairuz pun ikut tertawa ringan, kemudian berkata dengan tenang. "Kami hanya sedang menunggu urusan Abah selesai."
Mendadak tawa di bibir Adrian menyusut, tapi kemudian ia tersenyum hingga menyipitkan mata. "Oh, itu rencana yang bagus." jawabnya.
Adrian mengantar tamunya hingga mobil mereka melaju jauh menghilang. Mendadak demam yang melanda berubah menjadi rasa gerah dan gelisah.
"Rasanya ada yang tak beres dengan diriku." ucapnya melonggarkan kesh bajunya sendiri.
💞💞💞💞
#quoteoftheday..