"The Secret Behind Love." adalah sebuah cerita tentang pengkhianatan, penemuan diri, dan pilihan yang sulit dalam sebuah hubungan. Ini adalah kisah yang menggugah tentang bagaimana seorang wanita yang bernama karuna yang mencari cara untuk bangkit dari keterpurukan nya, mencari jalan menuju kebahagiaan sejati, dan menemukan kembali kepercayaannya yang hilang.
Semenjak perceraian dengan suaminya, hidup karuna penuh dengan cobaan, tapi siapa sangka? seseorang pria dari masa lalu karuna muncul kembali kedalam hidupnya bersamaan setelah itu juga seorang yang di cintai nya datang kembali.
Dan apakah Karuna bisa memilih pilihan nya? apakah karuna bisa mengendalikan perasaan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jhnafzzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15. Seseorang?
Hari itu, Karuna seperti biasa kembali ke proyek pembangunan yang sudah menjadi rutinitasnya. Sejak perceraian dengan Damian, hidupnya berputar pada kerja keras tanpa henti—mengangkat semen, membangun, dan melakukan pekerjaan fisik yang membuat tubuhnya sering kali merasa sakit. Setiap hari, ia berusaha untuk tidak berpikir terlalu banyak tentang masa lalu, meskipun kenangan itu selalu datang menghantui, terutama ketika malam tiba.
Saat itu, ia sedang berdiri di samping dinding bangunan, mengangkat balok kayu dengan susah payah. Langit sudah mulai memerah karena matahari yang hendak terbenam. Karuna merasa tubuhnya kaku, hampir tak sanggup lagi untuk bergerak, namun ia tetap melanjutkan pekerjaannya. Tidak ada pilihan lain selain bekerja keras untuk menyambung hidup dan memberi yang terbaik untuk Ethan.
Tiba-tiba, langkah berat yang datang dari belakang membuatnya menoleh. Seorang pria berdiri di depan bangunan, mengenakan jas rapi dan helm proyek. Karuna tidak langsung mengenalinya, tetapi ada sesuatu yang mengingatkannya pada masa lalu—sebuah aura yang familiar, meskipun tak mudah untuk dikenali di tengah hiruk-pikuk pekerjaan ini.
Pria itu mendekat dengan langkah mantap, dan saat jaraknya cukup dekat, ia berhenti dan menatapnya dengan pandangan tajam. “Karuna?”
Suara itu, meskipun lebih dalam dan lebih matang, masih sangat dikenali. Karuna terkejut, dan jantungnya seperti berhenti sejenak. “Dirga?” suaranya tercekat.
Ya, pria yang kini berdiri di hadapannya adalah Dirga, lelaki yang dulu pernah melamarnya dengan tulus sebelum ia akhirnya memilih Damian. Karuna ingat betul, bagaimana Dirga berusaha meyakinkan dirinya, bagaimana lelaki itu selalu ada saat ia membutuhkan perhatian. Namun, pada akhirnya, Karuna memilih Damian—pria yang ia pikir bisa memberikan segala kenyamanan, kekayaan, dan kehidupan yang lebih stabil. Saat itu, Damian adalah pilihan yang ia anggap terbaik. Kini, bertahun-tahun setelah itu, Dirga berdiri di depannya dengan penampilan yang jauh berbeda—lebih dewasa, lebih percaya diri, namun dengan tatapan yang sulit Karuna artikan.
Dirga memandangnya sejenak, seakan tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. “Aku… aku tidak menyangka kita akan bertemu seperti ini,” katanya, suara yang tadinya tenang kini terisi sedikit keheranan.
Karuna merasa wajahnya memerah, merasa canggung sekaligus tidak nyaman. “Apa yang kamu lakukan di sini?” tanyanya, mencoba menghindari percakapan tentang kenangan lama yang tak ingin ia buka.
Dirga mengangkat alis, sedikit terkejut dengan pertanyaan itu. “Aku pemilik proyek ini,” jawabnya sambil melirik sekitar. “Aku yang memiliki perusahaan konstruksi ini. Semua bangunan ini, aku yang bertanggung jawab.”
Mata Karuna membelalak sejenak, tak menyangka bahwa Dirga yang dulu ia kenal hanya sebagai pria sederhana, kini menjadi pengusaha sukses. Ia teringat betul, bagaimana Dirga dulu berjuang keras untuk meyakinkan orang tuanya agar bisa menjadi pengusaha di bidang konstruksi. Ia ingat saat Dirga pernah mengajaknya untuk berinvestasi dalam rencana-rencananya, namun ia memilih untuk mengejar mimpi bersama Damian, yang ia anggap lebih pasti.
Dirga melihat Karuna terdiam, dan matanya menatapnya dengan penuh perhatian. “Kamu bekerja di sini?” tanyanya, nada suaranya kali ini sedikit lebih rendah. “Kenapa kamu… bekerja dipekerjaan berat, Karuna? Aku tidak bisa membayangkan hidupmu seperti ini.”
Karuna merasa seolah dunia berhenti sejenak. Hatinya bergejolak, perasaan antara malu, kesal, dan cemas muncul dalam dirinya. Ia tidak tahu harus menjelaskan apa. “Aku… hanya mencoba bertahan,” jawabnya dengan nada yang sedikit terputus-putus. “Ini yang bisa aku lakukan sekarang. Tidak ada pilihan lain.”
Dirga menghela napas, matanya yang dulu penuh dengan harapan kini tampak penuh kekhawatiran. “Aku tidak tahu apa yang telah terjadi padamu setelah kita berpisah, Karuna. Tapi melihatmu di sini, bekerja keras seperti ini, aku benar-benar terkejut. Dulu kamu hidup begitu nyaman, bukan? Apa yang terjadi dengan hidupmu?”
Karuna menunduk, menahan agar air matanya tidak jatuh. Begitu banyak hal yang ingin ia katakan, namun ia merasa tak ada kata-kata yang bisa menggambarkan betapa beratnya hidupnya saat ini. "Hidup tidak selalu sesuai dengan yang kita inginkan," jawabnya pelan. "Terkadang, kita harus menerima kenyataan yang jauh dari apa yang pernah kita bayangkan."
Dirga diam, seakan mencerna setiap kata yang keluar dari bibir Karuna. Ia mengamatinya, menyadari betapa banyak perubahan yang terjadi. Karuna yang dulu ceria, penuh dengan impian dan harapan, kini terlihat lelah dan tertekan, dengan wajah yang jauh lebih matang dan penuh beban.
"Damian?" tanya Dirga hati-hati. "Apakah dia masih ada dalam hidupmu?"
Karuna terdiam sejenak, memikirkan kata-kata yang akan diucapkan. “Dia pergi,” jawabnya akhirnya, suara itu serasa tercekat. “Dia meninggalkan kami. Aku tidak tahu apa yang terjadi padanya. Yang aku tahu, aku harus terus hidup demi Ethan.”
Dirga terdiam, mendengar cerita Karuna dengan penuh perhatian. Rasa empatinya semakin dalam, meskipun ada rasa yang lebih sulit untuk diungkapkan—rasa ingin membantu Karuna, tetapi ia tahu bahwa ia tidak bisa memaksakan dirinya.
“Aku sangat menyesal mendengar itu,” kata Dirga akhirnya, dengan nada penuh pengertian. “Tapi Karuna… kamu tidak perlu berjuang sendirian. Aku tahu mungkin ini terdengar aneh, tapi jika kamu membutuhkan bantuan—apapun itu, aku di sini. Dan aku yakin aku bisa memberikan beberapa peluang atau pekerjaan yang lebih baik dari ini.”
Karuna menatapnya, merasakan gelombang rasa yang begitu kuat dalam hatinya. Ia ingin menolak, merasa malu menerima bantuan dari Dirga—pria yang dulu ia tolak demi Damian. Namun, di sisi lain, ia juga tahu bahwa hidupnya kini penuh dengan kesulitan. Setiap sen yang ia dapatkan di tempat ini tidak cukup untuk mengatasi kebutuhan hidupnya, dan masa depan Ethan semakin menuntut lebih banyak pengorbanan.
“Aku… tidak tahu harus berkata apa,” Karuna akhirnya berkata, suaranya serak. “Aku tidak bisa menerima bantuan seperti itu, Dirga. Aku tidak mau ada yang menganggap aku lemah.”
Dirga tersenyum lembut, senyuman yang penuh pengertian. “Aku tidak menganggapmu lemah, Karuna. Aku hanya ingin kamu tahu, kalau kamu membutuhkan bantuan, aku ada di sini.”
Karuna menundukkan kepalanya, berusaha mengendalikan emosinya. “Terima kasih, Dirga. Tapi aku harus tetap menghadapinya sendiri. Ini jalan hidupku sekarang.”
Dirga terdiam sejenak, menatap Karuna dengan rasa hormat yang dalam. “Aku mengerti. Tapi ingat, Karuna, kesempatan selalu ada. Aku tetap di sini jika kamu berubah pikiran.”
Setelah beberapa detik, Karuna akhirnya mengangguk. “Terima kasih,” jawabnya pelan, sebelum melanjutkan pekerjaannya kembali, mengangkat balok kayu yang terasa semakin berat di tangannya.
Dirga menatapnya untuk terakhir kalinya, kemudian perlahan berjalan pergi, meninggalkan Karuna yang kembali tenggelam dalam pekerjaan kerasnya. Meskipun ia merasa sedikit cemas, namun di dalam hatinya ada perasaan yang lebih besar—bahwa hidup harus tetap berjalan, dan ia harus terus berjuang untuk masa depan Ethan, apapun yang terjadi.
Karuna menarik napas dalam-dalam dan kembali fokus pada pekerjaannya. Ia tahu, hari-harinya tidak akan mudah, tetapi selama ia masih memiliki harapan, ia tidak akan pernah menyerah.