Novel ini berkisah tentang kehidupan seorang gadis jelita bernama Alea, yang kehilangan kebahagiaan semenjak kepergian ibundanya
Hingga ayahnya memutuskan untuk menikahi seorang janda dengan harapan mengembalikan semangat hidup putri tersayangnya
Namun alih-alih mendapat kebahagiaan dan kasih sayang seorang ibu, hidup Alea semakin rumit karena dia dipaksa oleh ibu tirinya menikahi seorang pria dingin di umurnya yang masih belia
Akankah Alea bisa menemukan kebahagiaannya bersama suami pilihan ibu tirinya yang kejam?
Yuk... Simak terus cerita hidup Alea...
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon eilha rahmah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 15
Apa yang bisa menggambarkan kekecewaan di hati seseorang? Marah atau Air mata? Seakan semua tidak lagi ada artinya.
...----------------...
Disebuah ruangan, kamar tamu tepatnya.
Ira duduk di tepian ranjang tanpa sehelai benang yang menutupi tubuhnya, air mata terlihat menetes menyusuri pipinya yang mulus.
Mahesa mengambil kemeja hitam yang tergeletak pasrah dilantai yang dingin. Kemudian perlahan melangkahkan kakinya menghampiri Ira.
"Apa kau tidak kedinginan seperti ini?" Mahesa berkata lembut, sembari memakaikan kemaja hitamnya di tubuh Ira yang putih, terlihat kontras sekali dengan warna kulitnya.
"Ra..." Mahesa berlutut dengan satu kaki dihadapan Ira. "Aku ingin kau lebih menghargai tubuhmu lain kali"
"Aku menyayangimu selayaknya adik kandungku, dan aku mencintai Alea selayaknya istriku. Kalian berdua istimewa, sangat istimewa. Jangan buat kakakmu yang bodoh ini untuk memilih ya... Karena senakal apapun tingkahmu, kau akan tetap menjadi adikku" Mahesa mengusap lembut rambut Ira.
Ira tidak mampu berkata apapun, rasanya hatinya begitu tersayat menerima penolakan dari laki-laki yang sangat dicintainya itu. Namun ada sedikit kehangatan yang menyeruak dari dalam hatinya ketika mendengar ucapan kakaknya.
"Jadilah anak yang baik. Seperti Mahira yang aku kenal dulu. Aku akan selalu menjadi kakakmu, apapun yang terjadi" Mahesa merangkul pundak Ira. Berusaha untuk menguatkan hati kecilnya.
Ira hanya mengangguk perlahan, kepalanya tertunduk menahan rasa kecewa dan malu. Isak tangis sesekali masih terdengar dari mulutnya
"Yasudah anggap ini tidak pernah terjadi ya, aku anggap ini hanya kenakalan adik kecilku yang jahil" Mahesa kembali mengusap rambut Ira, kemudian beranjak dari ranjang.
"Bik Mar akan mengantarkan sarapanmu, Okey" Mahesa berbalik menatap Ira "Dan satu lagi. Jangan pernah lakukan hal tadi di hadapan laki-laki yang bukan suamimu! Kalau kau lakukan itu, akan ku habisi laki-laki itu"
Mahira mendongakkan kepalanya menatap mata Mahesa, ada keseriusan disana menandakan jika Mahesa tidak main-main dengan apa yang dia ucapkan.
Ira hanya tersenyum simpul meng-iyakan. Setidaknya dia tahu betapa Mahesa sangat menyayanginya, bahkan Mahesa tetap ingin melindunginya setelah apa yang telah Ira perbuat padanya.
...----------------...
Mahesa berjalan menuju meja makan. Alea pasti sudah menunggunya lama. Sejak tadi, dia sudah berusaha keras memutar otak mengumpulkan jawaban-jawaban jika Alea tiba-tiba bertanya.
'kenapa lama sekali? kemana bajumu? Bla... Bla.. Bla...'
Namun ketika sampai di meja makan, Mahesa sedikit terkejut melihat sebuah kemeja berwarna putih lengkap dengan jasnya terlipat rapi di atas kursinya.
"Kenapa kemeja ini ada disini?" Tanya Mahesa keheranan.
"Apa kau mau bertelanjang dada seperti itu saat kekantor? kau nanti masuk angin" Jawab Alea tanpa menoleh ke arah Mahesa sedikitpun.
"Tapi, bagaimana bisa?" Mahesa bertanya lagi, masih penasaran.
" Sudah jangan banyak tanya, ayo cepat dimakan makanannya. Keburu dingin"
Mahesa hanya tersenyum keheranan melihat tingkah istrinya saat itu. Mahesa segera menghampiri Alea, kemudian memeluknya erat dari bekalang sembari menciumi pipinya.
"Kau istri terbaik yang pernah ada dimuka bumi ini. Terimakasih sayang" Bisik Mahesa di telinga Alea. Membuat Alea tersenyum kegelian.
Mahesa sangat bangga dan bahagia mendapatkan seorang istri seperti Alea, meski umurnya masih sangat muda. Namun, pola pikirnya sangat dewasa dan tidak gegabah.
Selesai sarapan Mahesa segera berpamitan pada Alea. "Aku berangkat sayang" Ucapnya sedikit tergesa karena hari ini ada meeting yang cukup penting, dan Mahesa sudah terlambat.
Dia mengecup mesra kening istrinya dan memeluknya sangat erat, seakan tidak rela meninggalkan Alea dirumah.
Usai puas memeluk tubuh mungil Alea, Mahesa mulai melangkahkan kakinya hendak berangkat. Namun langkahnya terhenti tepat di depan pintu kamar tamu dimana Ira sedang terpekur didalamnya.
"Aku akan bicara padanya, jangan khawatirkan dia" Alea menepuk pelan bahu suaminya.
Mahesa tersenyum penuh arti pada Alea, meski begitu, tetap saja kegundahan hatinya tak mampu dia sembunyikan.
"Selesai meeting nanti, Aku akan segera pulang"
Alea mengangguk tersenyum, sangat mengerti jika perasaan suaminya saat ini sedang kacau balau.
Tentu sangat sulit baginya memilih siapa yang harus dia prioritaskan, Alea sebagai sang istri. Atau sang adik yang sudah tak memiliki siapa-siapa lagi selain Mahesa.
...----------------...
Cklek
Alea membuka kamar tamu setelah mencoba mengetuk beberapa kali, namun tak ada sahutan didalamnya.
"Ra..." Alea mulai memanggil, matanya jeli mencari cari dimana gerangan adik iparnya itu.
"Selamat ya..."
Alea tersentak kaget, ternyata sedari tadi Ira tengah berdiri di belakang pintu kamarnya.
"Kau harus tahu, akupun kalah" Alea mendekati Ira, mtanya sembab karena tak berhenti menangis sejak tadi.
"Mahesa lebih memilihmu kan, dia bahkan tidak menyentuh tubuhku sama sekali"
"Kau salah. Bahkan dari sudut matanya aku bisa melihat jika cinta yang dia miliki untukmu lebih besar Ra" Alea menatap Ira dalam-dalam, terlihat air mata mulai mengambang di pelupuk matanya.
Ira beringsut memeluk Kakak Iparnya, air matanya tak lagi mampu ia bendung. Ira menjerit, merintih dipelukan Alea mengeluarkan segala unek-unek yang ada dihatinya.
Cinta yang lama yang Ira pendam terhadap kakak tirinya begitu besar, namun harapannya untuk bisa bersama kini sudah sirna. Bagaimanapun dia sudah kalah telak dengan Alea.
...----------------...
Halaman belakang, tetap menjadi tempat paling favorit di hati Alea. Terlihat dua wanita cantik tengah mengobrol riang.
"Aku tetap gak mau minta maaf padamu ya" Ira berceletuk sembari menggigit buah apel ditangannya.
"Ah Elah, badan aja tingginya udah kaya jerapah, umurnya juga udah tua. Tapi kelakuannya kaya bocah" Alea membalas sembari mengejek.
"Eh Jaga tuh mulut, gini-gini aku lebih tua tiga tahun dari kamu" Ira bersungut-sungut tidak terima dia dikatain bocah.
"Tapi tetap saja, aku kakak iparmu"
Mereka tergelak bersama, pertemuan mereka hanya beberapa hari saja. Namun mereka merasa saling mendapatkan teman untuk bicara.
"Apa rencanamu setelah ini?" Alea bertanya serius, matanya menatap lekat wajah Ira.
"Akan kulanjutkan studyku, lalu akan ku ambil S2 di Jerman" Jawab Ira mantap, seakan dia sudah memikirkan matang-matang kemana dia akan pergi setelah ini.
"Kenapa harus Jerman?"
"Karena disana tempat asalku. Anggap saja aku pulang kampung" Ira tertawa getir.
Ira tidak mau jika tetap berada di Indonesia, apalagi berada satu atap dengan Mahesa. Bagaimanapun juga dia harus bisa move on.
"Aku iri padamu Ra"
"Iri kenapa?"
"Kamu bisa bebas menentukan masa depanmu, mengejar cita-citamu, bisa terbang kemanapun kamu mau... Sedangkan aku, terjebak disini tanpa ada hak untuk menolak" Alea berucap lirih. Kesedihan kelas terdengar dari nada bicaranya.
"Tapi ada hal besar yang harus aku bunuh dalam hatiku" Ira bergumam.
"Apa?"
"Cintaku"
Ira tersenyum getir, air mata mulai mengambang dipelupuk matanya. Kadang kita memang selalu dihadapkan pada pilihan yang sulit.
.
.
tapi gapapalah, kan suami sendiri 🤭🤭
joss banget ceritanya /Drool//Drool/