"Aku dimana?"
Dia Azalea. Ntah bagaimana bisa ia terbagun di tubuh gadis asing. Dan yang lebih tidak masuk akal Adalah bagaimana bisa ia berada di dunia novel? Sebuah novel yang baru saja ia baca.
Tokoh-tokoh yang menyebalkan, perebutan hak waris dan tahta, penuh kontraversi. Itulah yang dihadapai Azalea. Belum lagi tokoh yang dimasukinya adalah seorang gadis yang dikenal antagonis oleh keluarganya.
"Kesialan macam apa ini?!"
Mampukah Azalea melangsungkan kehidupannya? Terlebih ia terjebak pernikahan kontrak dengan seorang tokoh yang namanya jarang disebut di dalam novel. Dimana ternyata tokoh itu adalah uncle sang protagonis pria.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon queen_, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
OMB! (1)
...Selamat Membaca...
...*****...
Kelopak mata indah yang sudah tertutup beberapa hari ini akhirnya terbuka perlahan-lahan. Sorot mata penuh kebingungan sangat terlihat jelas di matanya. Matanya terlihat mengerjap menyesuaikan cahaya.
"Nona? Anda dengar saya? Nona?"
Suara yang terdengar samar-samar membuatnya melihat sekeliling. Ruangan yang terlihat mewah dengan nuansa navy-gold. Barang-barang mewah terlihat begitu banyak di ruangan itu.
"Siapa? Siapa kalian?"
Terlihat begitu asing. Orang-orang yang berada di sekelilingnya, ruangannya, bahkan suasana pun terasa amat aneh.
Orang-orang di sana saling menatap satu sama lain. Seorang dokter langsung memasang stetoskop di telinganya dan langsung memeriksanya.
"Siapa kalian?"
Dokter itu menghela napas ringan, "Saya adalah dokter pribadi keluarga Dirgantara."
Kerutan tipis seketika terlihat di wajah gadis itu. "Dirgantara? Maksudnya?"
"Maaf tuan, nyonya. Sepertinya Nona Auris mengalami amnesia." Dokter itu membungkukkan tubuhnya.
Orang yang dipanggil tuan dan nyonya itu mengangguk datar. Kemudian menyuruh dokter tadi pergi dari kamar.
Sementara sang gadis masih dalam keadaan bingung dan tidak mengerti apa yang terjadi di sini.
"Biarkan dia di sini, jangan ada yang masuk ke kamar ini tanpa seizinku." Setelah mengucapkan itu dia pergi diikuti beberapa orang lainnya.
Beberapa orang tersenyum miring dan yang lain bersedih melihatnya.
Setelah berada sendiri di dalam kamar. Barulah ia bangkit dan Menuju cermin besar yang ada di sana.
"Fuck! Ini muka siapa?" Dia Azalea. Dia terduduk di bibir kasur memikirkan apa yang terjadi. "Kenapa aku bisa di sini?"
Azalea mencari sesuatu untuk mengetahui siapa dirinya. Sampai akhirnya ia menemukan sebuah buku diary bertuliskan 'Auristella Melonika Dirgantara's Diary'. Seketika matanya terbelalak.
Itu adalah nama tokoh antagonis novel yang baru ia baca.
"Tidak! Tidak mungkin! Aku pasti lagi mimpi!" Azalea menampar pipinya sendiri beberapa kali. "Bangun Lea! Ayo bangun! Plis, bangun sekarang!"
Namun usaha yang dilakukannya sama sekali tidak menghasilkan apapun. Dia tetap berada di sini.
"Fuck! Sial! Bisa-bisanya Aku masuk ke dalam novel? Dan lagi kenapa aku bisa masuk ke tokoh antagonis sialan kaya kamu Auris!" Azalea menjambak rambutnya sendiri merasa frustasi.
Tiba-tiba Saja Azalea merasakan sakit yang luar biasa di kepalanya. Kepalanya terasa berputar begitu hebat. Sekelebat memori masuk bertubi-tubi membuatnya memukul kepalanya kuat.
"Hah.. hah.. Itu.. itu.. ingatan Auris? Hahaha.. " Azalea tanpa sadar meneteskan air matanya. Ia memukul dadanya beberapa kali karena terasa sesak. "Sakit.. kenapa rasanya sesak banget? Hidup kamu semenyedihkan itu Auris?"
Azalea mengingat wajah orang-orang yang tadi berada di dalam kamarnya tadi. Orang yang berbicara tadi, itu ayahnya. Sementara di sebelahnya adalah sang ibu. Orang yang menatapnya tersenyum miring adalah bibi dan sepupunya, sang protagonis di novel ini. Anak perempuan kesayangan semua orang. Berbeda dengan tubuh ia tempati, Dibenci, dicaci, diasingkan, bahkan tidak diakui oleh ibunya.
"Auris aku tidak sebaik yang kamu pikir. Karena kamu sudah memberikan tubuh kamu untuk aku, maka lihatlah seorang Azalea akan menempatkan semuanya kembali pada tampat semula."
"Kalian menyebut Auris antagonis?" Azalea terkekeh kecil. "Maka lihat bagaimana antagonis sebenarnya."
"Sekarang aku adalah Auris, sang antagonis yang sebenarnya."
Auris bangkit dan Melihat penampilan tubuhnya. Ia tersenyum melihat wajahnya yang terlihat begitu cantik. "Sempurna."
Auris melihat jam dinding yang menunjukkan pukul 7.30 malam. Yang artinya sebentar lagi semua anggota keluarga akan turun makan malam.
Auris menuju kamar mandi dan membersihkan tubuhnya. Beberapa menit kemudian ia keluar dengan bathrobe yang melilit tubuhnya.
Auris memilih pakaian simple namun elegan. Ia menggunakan dress putih dengan tali tipis di bahunya. Kemudian mencepol rambutnya ke atas dengan membiarkan anak rambutnya tersisa.
Auris duduk di bibir kasur. "Sekarang mari kita ingat bagaimana alurnya."
Novel "Queen Of Antagonist" adalah novel yang alurnya terbilang cukup klise. Dimana Caramel sang protagonis wanita yang akan bahagia dengan Reynold sang protagonis pria. Tapi kebahagiaan mereka tentu saja terhalang oleh sang antagonis yang tidak lain adalah Auristella.
"Seingat ku, saat makan malam nanti Caramel sengaja menyenggol mangkuk sop yang dibawa pelayan sehingga mengenai tangannya. Dimana saat itu Auris berdiri tepat di dekat pelayan itu dan berakhir tertuduh lagi."
"Kita lihat apakah rencanamu akan berhasil Caramel," Auris berdiri kemudian keluar dari kamarnya.
Wajah datar tanpa senyum membuat Auris terlihat begitu anggun layaknya seorang bangsawan. Pelayan yang berlalu lalang mendadak berhenti melihat nona muda mereka. Auranya terasa sangat berbeda. Apalagi aura mengintimidasi yang dikeluarkan Auris begitu kental.
Auris menuruni tangga dengan anggun. Langkah kakinya menari perhatian beberapa orang yang saat itu ingin menuju meja makan.
Kedatangan Auris membuat meja makan menjadi hening.
"Siapa yang menyuruh kamu turun?" Auris menatap pria itu. Dia Alex, Papa nya Auris. Seseorang yang harusnya menjadi pelindung tapi kini menjadi penyebab luka terbesar bagi Auris.
Auris tersenyum, "Tidak ada."
"Terus kenapa ke sini? " Itu Zendra, abang ketiganya. Manusia yang seperti mempunyai dendam pribadi pada Auris. Orang yang selalu memprovokasi Auris.
Auris beralih menatap Zendra, "Pertanyaan bodoh. Anak kecil pun tahu kenapa kita ke meja makan. Iyakan pa?" tanya Auris menatap Alex yang hanya diam.
Zendra terkejut melihat Auris. Pembawaan yang begitu tenang. Jika biasanya Auris akan marah padanya, kali ini perempuan itu begitu tenang. "Bukankah kau amnesia? Lagipula Tidak ada yang menerima mu disini."
"Benar Auris. Ingatan mu belum. pulih kan? Daripada kamu membuat keributan, lebih baik kamu ke kamar. Nanti tante yang akan mengantarkan makanan pada mu." Auris memutar bola matanya malas. Itu Sofia, bibinya. Ibu Dari Caramel sang protagonis wanita.
Auris tersenyum, "Aunty tidak perlu repot mengantarkan makanan ke kamar ku. Karena mulai hari ini aku akan makan bersama kalian di. sini. Ingatan ku memang hilang, tapi memori tentang kalian masih membekas jelas di kepalaku." Auris sengaja menekankan ucapannya di akhir. "Aku akan duduk di sebelah Kak Aron,"
Auris berjalan ke sebelah Aron, kakak keduanya. Dimana ia juga melewati Caramel. Bibirnya tersenyum ketika melihat seorang pelayan membawa mangkuk sop ke arah mereka. "Plot di mulai."
Auris terus berjalan hingga tiba-tiba;
"Auuh!" Itu suara Caramel. Semua orang spontan berdiri dan meneriaki Caramel.
"Sshh.. " Auris meniup tangannya yang terasa panas. Ia sedikit menjauh dari sana membiarkan mereka melihat Caramel. "It's okey Auris. Kemenangan memang butuh pengorbanan bukan?"
"Tanganmu hanya terciprat sedikit Car, kenapa berteriak seperti itu?" tanya Zendra.
Caramel menunduk, "Maaf kakak, aku terkejut saat Auris menyenggol mangkuk sop nya."
Sekarang semua orang memperhatikan Auris. Alex yang tadinya akan menampar Auris kini terdiam ketika melihat gadis itu sibuk meniup tangannya yang mulai memerah.
Auris mendongak melihat semuanya, "Ada apa? Kenapa kalian menatapku seperti itu?"
Aron yang tadinya diam langsung mengambil tangan Auris. "Apa sangat sakit?"
Auris menarik tangannya dan menggeleng. "Tidak. Luka cambukan papa lebih sakit dari ini. Kakak tidak perlu khawatir."
"Itu pantas kau dapatkan! Salahmu kenapa menyenggol Mangkuk sop itu! Kau sengaja ingin melukai Caramel kan?" cecar Zendra menatap sinis Auris. "Dasar jal-,"
"Auris tidak menyenggol mangkuknya Zendra. Caramel yang menyenggolnya bukan Auris. Aku melihatnya," potong Aron.
Caramel menegang mendengar ucapan Aron. "Sial! Kenapa kak Aron membela Auris?"
Zendra berdecak, "Tidak mungkin kak? Untuk apa Caramel melukai dirinya sendiri? Ini pasti ulah Auris! Dasar pembuat onar!"
"Kak Zendra, untuk apa aku melakukan sesuatu yang melukai dirimu sendiri? Lagi pula ini luka ini tidak seberapa, Aku permisi ke kamar ya."
"Tunggu,"
Auris berbalik. Ia menatap Aron tanda bertanya. "Ada apa kak?"
"Kakak akan mengoba--,"
"Tidak perlu kak. Aku bisa melakukannya sendiri." Auris menundukkan kepalanya sejenak kemudian pergi dari sana. Ia tersenyum miring melirik keluarganya. "Tarik ulur.."
Sesampainya di kamar Auris segera mengunci kamarnya. "Fuck! perih sekali! Huh! Tenang Auris, tenang ini udah permulaan yang bagus."
Auris duduk di kasurnya dan mengambil kotak obat di laci. Ia mengeluarkan kain kasa dan pembersih luka. Baru saja akan memulainya, ketikan pintu terpaksa menghentikannya.
"Siapa?" tanya Auris sedikit berteriak.
"Bibi non,"
"Iya sebentar bi." Auris membukakan pintu dan membiarkan seorang pelayan masuk.
"Ya ampun non, sampe merah begitu tangannya. Bibi bantu bersihin ya?" Dia bi asih. Satu-satunya orang yang peduli dengan Auris di sini.
Bi asih fokus membersihkan tangan Auris dan mengobatinya.
"Bibi," panggil Auris.
"Ya non?"
"Bibi, bi Asih kan? Orang yang selalu membantuku?"
Wajah bi Asih terlihat begitu senang, "Non ingat bibi?"
"Tentu saja, memori ku hanya hilang beberapa bagian bibi."
"Syukurlah,"
"Boleh aku memanggil mu ibu?"
Bi asih seketika berhenti dan menatap Auris. "Jangan non. Saya takut nyonya marah."
Auris terkekeh kecil, "Gak mungkin bi, Mama kan gak peduli sama aku. Lagipula hanya bibi yang menyayangiku disini."
"Non, ada-ada aja. Nyonya dan tuan sayang sama non Auris."
"Kalau sayang papa tidak akan mencambuk ku bi, mama tidak mungkin diam saat aku di pukul sama kak Zendra." Auris tersenyum. "Mau ya bibi? Pokoknya harus mau, aku maksa."
Bi asih menghela napas, "Terserah non saja."
Auris tersenyum kemudian memeluk bi Asih. Ia tersenyum miring melihat mamanya yang ternyata mengintip "Perlahan-lahan semuanya akan berpihak sama gue." "Makasii ibu!"
...*****...
"Pertama-tama, mari merusak alurnya dan buat Caramel menunjukkan kedok aslinya. Kedua batalkan pertunangan dengan Reynold bajingan itu! Dan ketiga mencari pria tampan dan kaya raya. And then, aku akan hidup bahagia!" Auris menulis semua hal yang harus ia lakukan selama di sini.
Setelah itu ia mengganti dress putihnya dengan piyama tidur satin berwarna hitam. Lalu membaringkan tubuhnya dan segera tidur.
...*****...
crazy up lah