Jingga lelah dengan kehidupan rumah tangganya, apalagi sejak mantan dari suaminya kembali.
Ia memilih untuk tidak berjuang dan berusaha mencari kebahagiaannya sendiri. dan kehadiran seorang Pria sederhana semakin membulatkan tekadnya, jika bahagianya mungkin bukan lagi pada sang suami.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Deodoran, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15 Masa kini
Masa kini.
Tungkai Danish seketika melemah, ia masih mengusap coretan pada ujung lukisan yang memang sangat indah itu.
Dadanya terasa sesak bagai ditindih bongkahan batu raksasa.
"Koa Danudara." Gumam Sang kurator yang sejak tadi mengikuti Danìsh. Wanita dengan name tag Natasya Itu melihat ada ketertarikan lebih dari pria Dewasa tersebut kepada Galery dan semua koleksi galery.
"Koa Danudara, Hampir semua lukisan disini dilukis oleh beliau." Jelas Natasya dengan tatapan kagum yang juga tertuju pada lukisan yang bernama 'Sang Jingga'
"Di galery ini Kami memberikan tiket spesial bagi orang orang yang memiliki kecintaan khusus pada karya seni lukis. Biasanya para mahasiswa dengan jurusan Seni rupa atau yang sejenisnya." Jelas Natasya lagi.
"Tiket spesial?" Alis Danish saling bertautan penuh rasa penasaran.
"Benar! Lukisan Koa Danudara yang spesial kami simpan khusus dilantai atas, namun tak ada yang dijual."
"Ah....seperti itu, Sejak kapan Galery ini dibuka?" Danish masih dengan rasa penasarannya.
"Enam bulan lalu oleh Ibuk Jingga Marina."
"Permisiii......." Seseorang memutus diskusi Natasya dan Danish, sepertinya salah satu pengunjung tertarik dengan salah satu lukisan beraliran kubisme yang dipajang.
Natasya akhirnya pamit sebentar dan meninggalkan Danish yang masih mengamati setiap detail lukisan disana.
'Koa Danudara? Koa love Jingga?' semua masih menjadi tanda tanya besar bagi Danish.
Apakah istrinya itu kembali menikah?
Danish tertawa hambar. Tentu saja! Bukankah Jingga memang ingin mengejar kebahagiaan yang tak pernah bisa ia berikan. Danish sadar selama tiga tahun ia hanya memberi Jingga luka.
"Bagaimana pak apa anda tertarik dengan tiket spesial kami?" Natasya kembali dan menawarkan tiket spesial dari galery.
"Menikmati lukisan tapi tak bisa membelinya." Danish tertawa bodoh sambil menggaruk ujung alisnya, ia teringat tiket spesial hanya untuk melihat koleksi yang tak bisa ia bawa pulang. Mengapa Jingga membuat aturan semacam itu? Jika ini museum peninggalan sejarah ia bisa memakluminya.
"Benar pak! Karena sejatinya Galery ini dibangun hanya untuk menyimpan kenangan sang pemilik, dan membagi kenangan itu dengan orang lain, namun bukan untuk dimiliki...hanya lukisan yang dipajang dibawah yang bisa dibawa pulang." Terang Natasya.
"Saya pensaran dengan tiket spesialnya....."
"Baik pak silahkan ikuti saya...." Natasya menunjukkan tangga menuju kelantai dua bangunan tersebut.
Mereka disambut dengan jejeran lukisan yang lagi lagi beraliran kubisme.
"Koa ini sangat senang dengan aliran Seperti ini...." gumam Danish disepanjang koridor lantai dua. Mereka lalu tiba disebuah pelataran yang lagi lagi banyak memajang lukisan dengan aliran lainnya.
"Sepertinya lukisan disini masih bisa dimiliki." Tebak Danish. Ia merasa tak ada yang spesial dari lukisan disini dan dibawah.
"Benar pak! Lukisan disini masih bisa dibawa pulang....yang tak bisa dibawa pulang adalah lukisan disana....silahkan pak." Natasya kembali menuntun Danish kesebuah pintu yang tertutup dan bertuliskan Staff only menggantung didepannya.
"Apa hanya ada lukisan Koa disini?" tanya Danish sebelum Natasya berhasil membuka handle pintu.
"Tidak juga....kami menerima beberapa lukisan dari beberapa mahasiswa seni rupa, pelukis jalanan, dan jika bapak jeli ada beberapa lukisan yang sebenarnya dibuat oleh anak SD kelas 1. bahkan ia mulai melukis sejak berusia empat tahun."
"Anak SD kelas 1? " Danish tidak percaya, semua lukisan disini sangat indah, jika yang membuatnya mahasiswa mungkin ia masih percaya. Tapi anak kelas satu SD bagaimana bisa?
"Itulah kekuatan darah seni pak! Gadis kecil itu adalah Lembayung Senja Danudara...."
"Anak Koa Danudara?." Tebak Danish mendengar nama belakangnya yang disebut.
"Benar sekali pak."
Pria tiga puluh tujuh tahun itu terkekeh kecil seraya kembali mengeja nama anak kecil itu, "Lembayung....Senja....Jiwa seniman memang unik, siapa yang memberikan nama anak seaneh itu?" Fikir Danish, namun Natasya yang mendengarnya hanya tersenyum simpul sambil mengajak Danish untuk masuk.
Danish terperangah dengan mulut sedikit terbuka, Hampir semua lukisan disana adalah pemandangan matahari terbenam dan lukisan potret manusia. Setiap lukisan memiliki catatan dibawahnya yang juga dibingkai indah.
Danish mengawali dengan menatap lekat lukisan bayi mungil dalam bedong selimut berwarna biru muda. Bayi cantik dengan senyuman indahnya, tak lupa ia juga membaca catatan yang disematkan.
'Lembayung Senja, nama indah yang kusematkan untukmu putri kecilku agar kelak kau selalu menampakkan sinar yang paling dikagumi Cinta sejatiku'
Membaca Kata kata itu saja sanggup membuat Darah Danish berdesir hebat. Ada rasa yang menelusup begitu halus didalam jiwanya hingga ia bingung mengartikannya.
"Setiap catatan yang ada adalah salinan yang ditulis sendiri oleh Ibuk Jingga dari buku diary Koa Danudara" Jelas Natasya.
"Cinta sejati." Sangat sakit saat Danish mengulang ulang dua kata itu, sambil mengusap catatan berbingkai tersebut. Danish merutuki dirinya sendiri, bagaimana ia tak tahu jika tulisan tangan Jingga ternyata begitu indah.
Cinta sejati?
Apakah Jingga yang ia maksud?
Danish menatap punggung Natasya dihadapannya, ia sangat ingin bertanya hubungan Jingga dan Koa? Siapa Ibu lembayung Senja?namun belum siap terluka lebih dalam lagi.
Lukisan kedua juga lukisan bayi namun kini dengan bedong berwarna merah.
"Biru Embun Danudara...Kau adalah bukti nyata dari sebuah cinta sejati." Suara Danish terdengar bergetar saat membaca kalimat yang disematkan dibawah lukisan itu.
"Ah....ini adalah lukisan putri kedua Koa Danudara. Biru Embun Danudara....sekarang ia masih berusia empat tahun." Jelas sang kurator Lagi.
Natasya tak pernah bosan setiap kali berbicara arti dari semua lukisan diruangan ini. Karena sebagai seorang wanita iapun berharap suatu saat akan menemukan sang Cinta sejati yang sanggup menilai dirinya setara dengan sebuah karya yang bernilai seni tinggi.
Tungkai Danish seketika melemah, saat matanya kembali tertuju dengan semua lukisan bayi dan anak kecil disini. Ia kemudian menghampiri sebuah lukisan wajah gadis kecil yang begitu cantik dengan manik matanya yang berwarna biru. Mengingatkannya dengan manik mata milik Mendiang Ibunya yang sama sekali tak ia warisi.
Meski memiliki sedikit gurat eropa diwajahnya tapi warna mata Danish tetaplah berwarna hitam layaknya sang ayah.
Danish masih mengedarkan pandangan namun sama sekali tak ia temukan satupun lukisan Jingga disana, Sampai akhirnya ia tiba disudut ruangan.
"Jingga....." Danish tak jadi melanjutkan perkataannya karena Natasya keburu membuka sebuah lukisan berukuran besar yang sejak tadi ditutupi sebuah kain putih yang tipis.
Kali ini Danish benar benar jatuh dan bertumpu pada kedua lututnya, menatap pilu pada potret indah dihadapannya.
"Jingga Marina....." Kedua netra Danish berkaca kaca hingga membuat Natasya bingung dengan sikap pria dewasa itu.
Apakah pria ini benar benar penikmat seni lukis? Pikir Natasya.
"Tawa Sang Jingga," Natasya membacakan Judul lukisan tersebut.
"Ini hanya Salinan!......Sebuah lukisan salinan.....bukan hanya tulisan yang bisa disalin, lukisan pun bisa." lanjut Natasya menjelaskan
Natasya membiarkan Danish berdiri dan mengusap permukaan lukisan itu penuh perasaan.
"Lukisan ini disalin oleh Seorang mahasiswa seni rupa dan hampir menyerupai aslinya. Sedangkan aslinya sendiri masih berada ditempatnya dan tak akan pernah bisa dipindahkan."
"Dia..Jingga yang tertawa begitu bahagianya....." ujar Danish terbata bata.
'Lukisan pun bisa menjadi doa. Kulukis tawamu wahai cinta sejatiku agar kelak kau bisa tertawa bahagia selama lamanya...' Danish semakin terisak saat membaca catatan lukisan itu. Tujuh tahun memendam kerinduan membuatnya luluh hanya dengan sebuah lukisan tawa sang Jingga.
"Aku merindukannya.....tak pernah sedetik pun tanpa aku memikirkannya, Impianku adalan melihatnya tertawa namun ternyata......aku tak bisa melakukannya bahkan hanya untuk sekedar tersenyum bahagia...." Danish benar benar sesegukan sambil menutup matanya.
Tangan Natasya terulur mengusap punggung Danish yang bergetar.
"Anda mengenalnya?"
Danish mengangguk lemah lalu berujar...."Bagiku dia adalah cinta sejati yang telah kusia siakan.....".
semoga ada karya baru yg seindahhh ini... aamiin
semua karya author yg pernah aku baca keren semua... 👍👍👍
(sedih banyak penulis yang keren yang gak lanjut disini)